Semoga kalian suka...
***
Unedited
"Alex, kamu jadi kan ke rumah eyang hari ini?"
"Iya, yah. Jadi kok. " jawab Alex yang kini sedang berbicara dengan ayahnya lewat telepon.
"Oke. Ayah udah gak sabar ketemu cucu-cucu ayah. Kamu yang bener bawa mobilnya. Jangan ugal-ugalan. Hati-hati di jalan. Ingat, sekarang kamu sudah punya anak." ucap Dean dari seberang telepon menceramahi anaknya.
Ya meskipun Alex tak pernah mengalami kecelakaan lagi, namun sebagai seorang ayah, perasaan cemas akan anaknya tetap saja akan selalu dirasakan Dean selaku orang tua. Setiap orang tua pasti akan selalu mencemaskan anaknya di mana pun dia berada.
Apalagi sekarang anaknya itu kini sudah berkeluarga dan punya anak. Jadi sudah sepantasnya Alex lebih menjaga dirinya.
Kala Alex masih kuliah dulu, ia pernah mengelami kecelakaan mobil. Akibatnya, ia bahkan sempat terbaring koma beberapa hari di rumah sakit. Hal itu menyebabkan Dean sangat khawatir bahwa anaknya itu akan pergi meninggalkannya. Tapi ternyata Tuhan masih menyanyanginya.
"Iya, yah. Aku tahu. Aku bakalan hati-hati."
Alex yang mendengar ceramah ayahnya itu hanya tersenyum lemah. Ia tahu ayahnya mengkhawatirkan dirinya karena kejadian yang dialaminya dulu.
"Hmm. Oiya, Lex. Tadi eyang kamu tanya ke ayah, apa ada makanan yang ingin dimakan Delilah? Nanti ayah suruh bikin sama Bi Ijah."
Bi ijah adalah asisten rumah tangga eyang yang baru. Dan masakannya selalu dipuji enak oleh eyang dan ayah. Mendengar pertanyaan ayahnya, Alex teringat bahwa istrinya itu doyan dengan opor ayam.
"Kalo gitu yah tolong bilangin sama Bi Ijah buatin opor ayam. Kalo bisa juga, tolong minta Bi Ijah bikinin salad buah."
"Itu saja, Lex?"
"Iya, itu aja, yah."
"Oke. Nanti ayah bilangin ke Bi Ijah. Ayah tutup dulu teleponnya, Lex."
Setelah menutup telepon ayahnya, Alex yang sedang berada di taman belakang, menarik kakinya berjalan masuk ke dalam rumah.
Sebelum ke kamarnya, Alex terlebih dulu pergi ke dapur. Ia ingin melihat Delilah dan dua jagoannya.
"Woah, jagoan ayah pinter banget makannya." Alex tersenyum sayang begitu ia melihat anak kembarnya sedang asik memainkan makanan mereka.
Jayden yang paling tua kini sedang meremas-remas makanannya sembari sesekali mencicipinya. Sedangkan Jordan, anak itu tengah asyik menjilati makanannya yang menempel di tangannya.
"Kamu mau aku gantiin, babe?" Alex menawarkan diri ketika melihat Delilah yang sedang berusaha menyuapi Jayden dan Jordan.
"It's okay, babe. I got this."
"Beneran kamu gak mau aku bantuin?"
"Gak perlu, babe. Kamu mandi gih sana, siap-siap, terus abis itu sarapan." Perintah Delilah.
Mendengar ucapanya istrinya, Alex lantas mengecup pipi Jayden dan Jordan. Tak lupa, ia juga mengecup pipi Delilah sebelum akhirnya melenggang pergi ke kamar mandi.
Jam sudah menunjukan pukul setengah sembilan pagi ketika Alex selesai sarapan. Tiba-tiba ponselnya yang ada di atas meja makan berdering. Kali ini sang penelpon bukanlah ayahnya. Melainkan eyang Alex.
"Hallo, eyang?"
"Alex, kamu berangkat dari sana jam berapa?" tanya Sean tapa basa-basi.
"Sekitar jam 12, eyang."
"Wah, jam segitu jalanan macet, Lex. Kamu gak bisa lebih pagi berangkatnya?"
"Mau pagi, siang, atau malem, jalanan Jakarta tetep bakalan kayak gitu, eyang. Macet." Alex melirik sesaat ke arah Delilah yang saat ini sedang duduk di hadapannya sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Aku tau, eyang pasti udah gak sabar pengen liat Jayden sama Jordan, kan?"
"Ya itu kamu tau, Lex. Makanya kamu datang lebih awal dong. Gimana sih kamu, kayak gak ngerti perasaan eyang aja."
"Okay, eyang. Nanti aku ngomong dulu sama Delilah."
Setelah menutup telepon dari eyangnya, Alex menatap Delilah sembari memberikan senyuman lemah.
"Eyang ngomong apa?" tanya Delilah penasaran.
"Eyang pengen kita berangkat lebih awal. Katanya, dia udah gak sabar pengen ngeliat cicitnya." kekeh Alex.
"Kalo begitu kita berangkat sekarang aja, babe."
"Kamu yakin, babe? Memangnya kamu sudah siap kita berangkat sekarang?"
"Aku tinggal ganti baju, make up dikit, udah deh, babe. Kan aku udah mandi. Si kembar juga udah aku mandiin. Barang-barang yang bakalan dibawa juga udah selesai di-packing. Semuanya udah beres. Tinggal berangkat aja."
"Yasudah, kamu ganti baju gih. Aku liat si kembar dulu di kamar mereka."
"Oiya, babe. Tolong kamu gantiin baju mereka. Bajunya udah aku taroh di kursi yang ada di kamar mereka. Okay?"
"Okay, babe."
Sembari menunggu Delilah menggganti baju dan bersiap-siap, sesuai permintaan istrinya, Alex pun pergi ke kamar Jayden dan Jordan.
Begitu ia masuk ke dalam kamar yang berwarna biru muda itu, pandangannya seketika langsung tertuju pada dua box bayi yang letaknya bersebelahan di sisi dinding. Kamar anak kembarnya itu dirancang khusus oleh salah satu teman Alex yang seorang arsitek. Alex sengaja memakai jasa arsitek untuk kamar Jayden dan Jordan karena ia mau memberikan yang terbaik bagi mereka berdua. Selain perabotan yang lengkap, serta dinding yang dihiasi dengan gambar-gambar binatang lucu, Alex juga membuatkan pengontrol suhu di dalam kamar jagoannya. Itu semua ia lakukan karena ingin kedua jagoannya itu bisa tidur dengan nyenyak dan nyaman. Tanpa gangguan.
"Daddy's here, Jayden, Jordan..."
"Ada yang kangen sama ayah gak? Jayden? Jordan?" seru Alex masuk ke dalam kamar anak kembarnya.
Mungkin karena sudah familiar dengan suara ayahnya, Jayden yang semula sedang menggigit kakinya, melepas kakinya lalu mulai tertawa memandangi Alex.
Alex menghampirinya lalu mulai menggelitiki perutnya hingga menyebabkan tawa Jayden semakin kencang. Sementara anak tertuanya tertawa, Alex melirik sesaat ke arah anak bungsunya berada. Ia mendapati bahwa perhatian anaknya itu kini sedang tertuju pada gantungan mainan bayi yang ada di box bayi miliknya.
"Jordan, hey Jordan..." Panggil Alex mencoba menarik perhatian Jordan. Namun nihil. Ia lalu melepaskan tangannya dari perut Jayden dan menghampiri Jordan.
"Jordan, hey, kamu liat apa, nak?" tanya Alex sembari menusuk lembut pipi Jordan dengan jari telunjuknya.
"Fokus banget sih anak ayah. Ngeliat apa sih? Ini?" celetuk Alex kemudian menyetuh mainan gantung Jordan sampai berputar.
Perbuatannya itu membuat Jordan mengulum senyum. Dan itu berhasil membuat Alex merasa bangga sudah membuat Jordan terseyum. Entah kenapa, ia merasa bahwa anak bungsunya itu irit sekali mengeluarkan senyum dan tawa jika sedang bersamanya. Berbeda dengan Delilah, jika bersama ibunya, anak itu gampang dan derawan sekali memberikan tawa dan senyumannya. Ah, Alex sampai merasa iri pada istrinya itu.
"Ayah ganti baju mas Jayden dulu ya, Jor..." ucap Alex mengelus lembut pipi Jordan lalu mengambil baju si kembar yang sudah disiapkan Delilah di atas kursi.
"Ah, oh, ah, oh..." oceh Jayden ketika Alex mulai memakaikan bajunya.
"Say, ayah... Aaaa.. yaahhh... A... yaahhh..."
"Ah.. oh.. ah.. oh.."
"Bukan ah, oh, ah, oh. Tapi, a... yahhh..."
"Ah... ahhh.... oh..."
Mendengar hanya ocehan yang bisa dikatakan Jayden, Alex akhirnya menyerah dan tersenyum sayang.
"Kalian kapan bisa ngomong sama ayah? Ayah udah gak sabar pengen ngomong sama kalian." katanya sembari mencubit pipi gembul Jayden.
Setelah mengganti pakaian Jayden, Delilah yang sudah selesai mengganti pakaiannya masuk ke dalam kamar si kembar dan mengambil kendali dari Alex untuk mengganti pakaian Jordan.
***
Saat memasuki pekarangan rumah masa kecilnya, Alex bisa melihat dua orang pria paruh baya tengah duduk asyik di depan teras rumah. Sepertinya mereka sedang menunggu kedatangan Alex sekeluarga.
Selesai memarikirkan mobil, Alex membukakan pintu untuk Delilah lantas masing-masing dari mereka mengambil Jayden dan Jordan dari kursi khusus bayi mereka.
Senyum sumringah dari ayah dan eyang Alex tak pernah lepas dari wajah mereka berdua semenjak saat mobil Alex masuk ke pekarangan rumah sampai dengan ia turun. Begitu Alex tiba di depan ķedua pria yang sudah 30 tahun lebih selalu ada untuknya, Alex tersenyum lembut. Namun, pandangan kedua pria itu malah tertuju pada kedua bayi yang kini sedang memandang mereka dengan tatapan penasaran.
"Jayden, Jordan... Ini eyang kalian." seru Dean, ayah Alex dengan penuh kebahagian.
Tak mau ketinggalan, eyang Alex juga ikut menyapa cicitnya.
"Ini buyut kalian... Jayden, Jordan. Orang yang mewariskan ketampanan wajah kalian..." seloroh eyang.
"Eyang, muka mereka itu kayak aku. Diwariskan dari aku, bapaknya. Bukan eyang." balas Alex bercanda.
"Hmph. Muka kamu itu kan sama seperti muka bapakmu. Lah muka bapakmu itu sama dengan wajah bapaknya. Dan bapaknya bapakmu itu, yah eyang toh, Lex." jelas eyang tak terima.
"Becanda doang, eyang. Iya, muka mereka sama kayak eyang kok." puji Alex menyenangkan eyangnya itu.
Padahal menurut Alex sendiri, ia masih tidak bisa melihat jelas mirip siapa wajah kedua anaknya itu. Meskipun Delilah mengatakan bahwa sebagian wajah mereka mirip Alex, namun Alex tak bisa melihat hal itu. Entahlah, mungkin karena Jayden dan Jordan masih terlalu kecil hingga perawakan mereka belum bisa terlihat jelas olehnya.
***
Harap dimaklumi kalo ada salah dalam penulisan.