Katia menggeleng-geleng dengan air mata masih bercucuran.
"Kau boleh membunuhku... tapi aku tak mau melupakan tentang kita..." bisiknya sedih. Semua orang yang ada di ruangan itu tampak menjadi tidak nyaman. Sebagian ada yang membuang muka, yang lainnya menghela napas. Caspar tertegun beberapa saat lamanya, kemudian ia menoleh ke arah Lauriel.
"Aku tidak punya pilihan. Dia memilih hukumannya sendiri..." kata Caspar. Lauriel mengangguk ke arah Petra yang mengeluarkan sebuah pistol berperedam dan menaruhnya di tangan Katia.
"Di situ hanya ada satu peluru. Kau sudah memilih hukumanmu sendiri," kata Lauriel dengan suara dingin. "Jangan membuang waktu kami lebih lama."
Katia menangis tambah sedih. Ia menatap pistol di tangannya dengan mata nanar. Ia bukan gadis lemah, ia belajar menggunakan pistol puluhan tahun yang lalu dan selalu membawa senjata saat bepergian. Ia dapat menggunakan pistol di tangannya dengan baik.
Yes, lanjut lagi ke kisah Babang Caspar dan Finland yaaa...