Si Bungsu menatap peta yang ditandai itu. Di mana terhadap kapal selam dan kapal-kapal perang yang di kamuflase sebagai kapal dagang. Apakah pihak konsulat RI di Singapura mencium juga hal ini? Artinya, apakah pihak Indonesia telah mengetahui bahwa Singapura secara sah atau tidak sah, kini telah dijadikan semacam pangkalan perang asing untuk menyerang Indonesia.
Pertanyaan itu tetap di simpan dalam hati sampai esoknya. Mereka bertiga mengunjungi berbagai tempat di Singapura. Fabian membawanya kepelabuhan. Disana kelihatan puluhan kapal ditengah laut sedang buang jangkar.
"Beberapa buah di antaranya adalah kapal perang, Bungsu…"bisik Fabian.
Si Bungsu mencoba meneliti. Tapi kapal-kapal itu berlabuh jauh di tengah teluk.
Kalaupun ada yang berlabuh dekat, dia pasti takkan mengenal kapal yang di kamuflase tersebut. Dia tak paham tentang kapal-kapal perang. Ketika mereka berada dalam sebuah kedai kopi, Fabian yang tengah membawa sebuah majalah berseru pelan.
"Hei, perang telah mulai di negerimu, Bungsu. Perang di laut Aru. Seorang komodor Indonesia meninggal, baca ini….!"
Fabian memberikan majalah terbitan inggris, The economist., yang tengah dia baca kepada si Bungsu. Si Bungsu mengambilnya dan membaca dihalaman pertama tentang peperangan itu. Majalah terkemuka Inggris itu tidak menunjukan sikap berpihaknya dalam pemberitaan yang disiarkannya. Koran itu hanya mengutip beberapa keterangan tentang Perang Laut aru itu.
Selain mengutip keterangan ALRI, koran itu juga mengutip keterangan Mayjen Ahmad Yani selaku Panglima Operasi pembebasan Irian Barat. Juga mengutip keterangan pihak Belanda dan keterangan yang disiarkan radio Australia.
The Economist memberitakan bahwa pertempuran antara kapal perang Indonesia dan kapal perang Belanda itu terjadi pada 15 Januari 1962 jam 21.00 waktu setempat. artinya baru dua hari hal itu terjadi tatkala si Bungsu membaca peristiwanya di Singapura.
Keterangan pihak ALRI adalah sebagai berikut :
"Kesatuan ALRI sedang mengadakan patroli di perairan Indonesia, di sekitar kepulauan pulau Aru ketika tiba-tiba di serang oleh kesatuan Angkatan laut Belanda dan juga dengan pesawat udara, Kesatuan ALRI yang di pimpin oleh Komodor yos Sudarso terdiri dari beberapa kapal cepat Torpedo MTB-2 dalam serangan tersebut, satuan ALRI memberikan perlawanan yang gigih untuk mempertahankan diri. Pertempuran berlangsung selama satu jam.."
Pengumuman ALRI itu tidak menyebutkan kerugian, baik di pihak lawan atau pun di pihak ALRI. Namun the economoist lebih lanjut menyiarkan pula keterangan Jendral A.Yani, selaku Panglima Operasi pembebasan Irian barat sbb:
"Tidak benar Indonesia mencoba melakukan Invasi sebagaimana di tuduhkan Belanda. Tidak benar Indonesia bermaksud melakukan pendaratan di Irian, sebab tipe kapal yang dipakai adalah MTB-2 bukan imbangan kapal-kapal Belanda yang dikerahkan itu. Andaikata ALRI ingin menyerang, tentu kekuatan yang dikerahkan paling tidak mesti seimbang dengan kekuatan belanda. Sebuah kapal cepat torpedo MTB-2 tenggelam dalam serangan itu…"
Pihak Belanda yang di kutip oleh the economist menyiarkan sbb:
"komando Angkatan laut Belanda di Irian barat mengeluarkan sebuah pengumuman resmi tentang pertempuaran di laut Aru yang di siarkan di den haag hari senin malam, bahwa kapal-kapal perang Indonesia yang dengan kecepatan tinggi sedang menuju ke Irian barat telah melepaskan tembakan ke kapal-kapal Belanda. Dalam pertempuran yang kemudian terjadi, sebuah kapal torpedo cepat indonesia terbakar dan kapal-kapal belanda berhasil menangkap awak kapalnya yang mencoba menyelamatkan diri dalam sebuah sekoci karet. Jumlah prajurit Indonesia yang tertawan tersebut lebih besar jumlahnya dari awak yang di perlukan oleh sebuah kapal torpedo seperti yang tenggelam itu. Jumlah awak kapal MTB-2 yang normal adalah 20 sampai 30 orang. Tapi MTB-2 Indonesia itu mengangkut 70 sampai 90 orang. Hal ini menunjukan pihak Indonesia sedang berusaha melakukan pendaratan di pantai Irian barat…"
Di kutip pula oleh The Economist,siaran radio Australia, bahwa belanda menawan 50 prajurit indonesia dalam pertempuran di Laut Aru. siapakah yang melepaskan tembakan?
Belanda atau Indonesia? kantor berita 'AFP' mewartakan pula dari Holandia. "Kapal-kapal Belanda mulai menembak ke suatu formasi kapal-kapal perusak Indonesia di perairan teritorial belanda yang sedang bergerak ke arah pantai selatan Irian barat…"
Kemudian kantor Berita 'DPA' lebih lanjut menyiarkan bahwa di antara tawanan perang yang berada di tangan belanda dalam peristiwa di laut Aru itu, terdapat beberapa jenazah.
Satu diantara jenazah itu adalah jenazah Deputy KSAL Yos Sudarso dan nakhoda RI macan tutul wiratno. Mereka di makam kan di Kaimana, di bumi Irian Barat. Berita DPA itu mengutip siaran resmi departemen pertahanan Belanda.
Si Bungsu meletakan majalah itu. Fabian dan Tongky berdiam diri. Mereka bertukar pandang.
"Perang telah di mulai…"ujar si Bungsu sambil menatap jauh kelaut. Ke kapal-kapal dagang dari puluhan negara di dunia, yang kini buang jangkar di Teluk Singapura.
Yang mana diantara itu yang merupakan kapal perang Belanda? Tiba-tiba si Bungsu berdiri, berjalan kedepan rumah minum itu. Pada sebuah rak, dia meraih sebuah brosur parawisata Singapura, membawa brosur itu kemeja dimana mereka duduk bersama, membuka dan mengamatinya.
"Dimana kapal selam menurut peta rahasia kemarin?"tanyanya pelan.
Fabian menunjuk sebuah teluk di bahagian selatan pulau itu. Di depan teluk itu ada sebuah pulau kecil. Nampaknya kalau benar kapal selam Belanda itu ada di sana, maka dia tersembunyi dari pandangan orang. Daerah daratan teluk itu memang tak berpenghuni.
Teluk di situ, seperti umumnya teluk di sekitar pulau Singapura, adalah teluk yang lautnya tak terbilang dalam. Namun dengan lindungan pepohonan, terutama pohon-pohon beringin dan bakau yang memang menjadi ciri khas pantai pulau tersebut, dua atau tiga buah kapal selam dengan aman dapat merapat ke pantai. Bersembunyi di bawah naungan dedaunan.
Bagi Singapura nampaknya tak pula ada alasan untuk menolak kehadiran kapal selam itu, Sebab Singapura adalah bahagian dari Malaysia, Negara Persemakmuran Inggeris. Dan mereka punya hubungan baik dengan Belanda. Si Bungsu menatap peta itu. Kemudian menatap ke laut.
''Di mana kapal-kapal perang yang disulap seperti kapal dagang itu?'' tanyanya pelan.
Fabian dan Tongky menatap ke laut. Ke kapal besar kecil yang buang jangkar.
''Mereka berada diantara kapal-kapal yang banyak itu, Bungsu..'' jawab Fabian.
Si Bungsu berdiri. Melipat peta tersebut dan memasukannya ke kantongnya.
''Hei, akan kemana?'' tanya Fabian begitu melihat si Bungsu bergerak.
''Ini urusanku, kawan. Ada sedikit pekerjaan yang harus kulakukan''
''Hei sobat, kau tak dapat meninggalkan kami begitu saja. Apapun yang akan kau lakukan, terutama bila bersangkut paut dengan kapal selam dan kapal perang itu, kau tak dapat bekerja sendirian. Tenaga kami kau butuhkan'' ujar Fabian sambil membayar minuman.
Si Bungsu tak berkata. Dia naik ke mobil, di susul Tongky dan Fabian.
''Kau akan menenggelamkan kapal selam itu bukan, kawan?'' Fabian bertanya sambil menjalankan mobilnya.
Si Bungsu menatap kapten itu. Si kapten bekas Baret Hijau tentara Inggeris itu ternyata cepat sekali menebak.
''Benar, bukan?''
''Saya tak tahu caranya''
''Makanya ku katakan, kau butuh kami''
''Tapi kalian tak menyenangi politik negaraku yang pro komunis''
''Benar. Soekarno akan membawa negerimu ke kemelaratan yang tak bertepi bila memilih komunis sebagai sahabatnya. Tapi dalam hal meledakan kapal selam Belanda itu, kami tak berniat membantu negaramu. Kami hanya ingin membantumu. Kita telah terikat dengan sumpah persahabatan. Ingat? Kami akan membantumu!''
Sepi.
Si Bungsu tak tahu harus menjawab bagaimana. Mobil menuju ke suatu daerah di luar kota.
Di sebuah perempatan mereka berhenti. Tongky melompat turun, menuju ke sebuah telepon umum. Menelepon beberapa saat. Lau naik kembali ke mobil.
''Siapa saja yang dapat kau hubungi?'' tanya Fabian begitu Tongky duduk di bangku belakang.
''Sony, ahli peledak itu..'' jawab Tongky.
Setengah jam kemudian, mereka sampai ke sebuah rumah yang terletak di tengah rerimbunan pohon. Si Bungsu segera ingat, di rumah ini dahulu mereka merencanakan penyerbuan terhadap kelompok penjual perempuan di kota ini. Tak lama setelah mereka berada di rumah itu datang Sony, bekas sersan Green Barret yang ahli peledak itu. Dengan senyum lebar dia menyalami dan memeluk di si Bungsu.
''Hei, akan ada pesta nampaknya..'' katanya.
''Kau punya pengetahuan tentang kapal selam?'' Fabian memburunya dengan pertanyaan.
''Tenang….tenang! Kenapa terburu amat. Saya masih ingin bercerita dengan orang Indonesia kita ini. Apa ada perang yang harus kita selesaikan segera?''
Fabian segera meninggalkan mereka. Masuk ke kamar yang di kanan. Tak lama kemudian muncul lagi dengan beberapa batang dinamit serta beberapa kotak karton dan beberapa gulung kabel.
'Oke... oke, Kapten. Tapi jelaskan dulu, apa yang akan kita kerjakan..'' ujar Sony.
''Si Bungsu akan menceritakannya padamu…''
Sony menatap si Bungsu. Si Bungsu membawa temannya itu ke luar. Mereka berjalan di pekarangan yang dipenuhi pepohonan. Si Bungsu menceritakan tentang kemelut Irian Barat. Termasuk terbunuhnya Komodor Yos Sudarso di Laut Arafuru. Kemudian tentang kapal selam yang ada di teluk itu. Sony mengangguk mengerti.
''Kau ingin kita berbuat sesuatu degan kapal selam itu, bukan?''
Si Bungsu mengangguk. Sony tersenyum, lalu masuk ke rumah. Di dalam, Fabian dan Tongky sudah mulai 'meramu' beberapa buah dinamit.
''Kapan kita ke teluk itu?'' tanya Sony.
''Secepatnya. Kini Tongky harus ke sana. Teliti beberapa buah kapal selam di sana, berapa orang awaknya, berapa jauh dari tepi pantai, berada di atas air atau di dalam airkah, berapa orang yang menjaga di pantai dan tempat-tempat penjagaanya'' ujar Fabian kepada Tongky.
Negro yang setia itu segera bangkit dan tanpa banyak bicara berjalan ke luar. Tak lama kemudian terdengar suara mobil meninggalkan pekarangan rumah itu. Fabian dan Sony meneruskan membuat persiapan. Si Bungsu yang tak mengerti sama sekali pada bahan-bahan peledak hanya menatap saja dengan diam kedua sahabatnya itu bekerja.
Hampir sejam pekerjaan itu. Selesai merakit dinamit, Sony mengeluarkan makanan dari lemari es. Ada daging dan telur serta beberapa jenis makanan kaleng. Sony memanggang daging itu di pemanggang di atas bara kayu. Kemudian membuat telur mata sapi. Lalu memotong roti. Dan mereka makan dengan lezat.
Selesai makan siang, mereka bertiga mempersiapkan peralatan untuk menyelam. Mulai dari skuba, yaitu tabung zat asam yang terbuat dari besi, masker kepala yang juga dari besi sampai pada pistol. Tak seorangpun yang bicara selama mempersiapkan peralatan itu. Kemudian ketika alat-alat itu selesai mereka siapkan, mereka duduk di ruangan depan.