Kevin berjalan dengan berat hati saat keluar dari dalam apartemen Luna. Ia merasa cemas karena Luna hanya sendirian diapartemennya membuatnya tidak tenang.
"Kamu tidak mau aku menginap, dek?" Tanya Kevin saat diambang pintu keluar. Bagaimanapun Luna tetaplah seorang wanita meskipun ia bisa bela diri tetap saja ia merasa khawatir.
Luna sendiri menjawab dengan menggelengkan kepalanya dan tersenyum. Kevin mengkhawatirkannya lebih dari dirinya sendiri membuatnya semakin jatuh cinta lagi.
"Mas, bagaimanapun kita masih belum menikah tidak baik berada dalam satu atap yang sama." jelas Luna lembut
Kevin tersenyum sedih, ia mengerti dengan apa yang Luna katakan, memang benar jika mereka terus bersama dalam satu atap bukan tidak mungkin jika terjadi sesuatu diluar batas tapi ia sungguh cemas jika harus meninggalkan Luna sendiri.
"Baiklah, tapi kamu harus menghubungiku jika ada sesuatu yang mencurigakan." Jawab Kevin, Luna kembali mengangguk tanda mengerti.
"Apa kunci pintumu aman dek? Jendelanya sudah kamu kunci kan?" Kevin berbalik lagi menghampiri Luna, perasaannya sungguh tidak tenang.
Luna tertawa kini, mengapa ia baru menyadari sekarang jika Kevin sangat manis.
"Semuanya aman sayang, jangan khawatir. Aku sudah sering tidur sendirian disini."
"Sungguh?"
Maya menganggukkan kepalanya, ia tahu jika Kevin mengkhawatirkannya tapi ia sudah biasa sendirian dan selama ini tidak pernah ada yang sesuatu yang buruk mengganggunya.
"Pulanglah, kita masih punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan besok." Ucap Luna, ia kini mendorong bahu bidang Kevin membawanya menuju pintu keluar.
"Baiklah, aku pulang." Ucap Kevin menyerah, ia memegang knop pintu perlahan tapi ia memikirkan hal lain.
"Bagaimana dengan tetanggamu disebelah siapa yang menempatinya?"tanya Kevin berbalik menghampiri Luna kembali.
"Aku dengar seorang mahasiswa tapi aku jarang melihatnya, kenapa memang?"
"Pria atau wanita?"tanya Kevin lagi
"Pria.." Jawab Luna singkat.
Kevin menarik nafas, kecemasannya bertambah kini. Ia lantas melihat Luna dari ujung kaki hingga kepala.
Kaki jenjangnya, tubuh mungilnya serta wajahnya yang cantik dan menggemaskan, mengapa wanitanya ini sangat menawan. Siapapun akan tergoda jika melihat Luna membuatnya frustasi karena harus meninggalkan Luna sendiri.
Luna merasa tidak enak karena dirinya Kevin menjadi gelisah seperti ini, tapi membiarkan Kevin bermalam ditempatnya itu sangat tidak baik bagi mereka berdua.
"Tenanglah mas, aku akan baik-baik saja." Luna memeluk Kevin erat untuk menenangkannya.
Luna dapat merasakan tarikan nafas panjang yang dihembuskan Kevin tanda kekahawatirannya yang berlebihan.
"Baiklah, aku pulang sekarang. Tidurlah dengan nyenyak dan mimpikan aku..." Kevin melepaskn pelukannya dan mencium Luna singkat setelah itu ia benar-benar keluar dari apartemen Luna.
Kevin berjalan perlahan, ia menghentikan langkahnya saat berada di depan pintu unit apartemen tepat di sebelah apartemen Luna.
"Maaf paman, apa yang anda lakukan di depan pintu apartemen saya?" Seorang pria dengan rambut panjang menyentuh bahu dan celana robek serta kemeja yang berantakan tiba-tiba datang menegur.
Apa dia mahasiswa itu? Dia terlihat seperti seorang berandal bagi Kevin.
"Ah aku ingat, paman adalah pria yang berciuman dengan kakak cantik itu kan?" Kevin terkejut mendengar celotehan pria dihadapannya ini.
Apa maksudnya dia memanggilku paman, da menyebut Luna kakak cantik? Dan berarti ia mengintipku dengan Luna saat bertengkar waktu itu.
"Kamu mengintip kami yang sedang berciuman? Sangat tidak sopan."
"Kalian yang tidak sopan, berciuman disembarang tempat, membuatku iri saja. Tapi aku hanya melihat sambil lewat untuk apa melihat kalian bermesraan lama-lama membuat sakit mata." Jelas pria itu dengan santai.
Berarti dia tidak melihat kami bertengkar.
Syukurlah...
"Anda kekasihnya ya?" Tanya pria itu lagi.
"Iya.." Jawab Kevin singkat dengan penuh rasa bangga.
"Kapan kalian akan putus? Katakan padaku jika kalian putus, aku sudah lama menyukai kakak cantik itu."
Benar-benar tidak tahu malu, Kevin ingin rasanya memukul bocah ingusan ini.
Oh Tuhan, mengapa engkau menciptakan makhluk seperti dia. Harusnya ia mendoakan agar hubungannya dengan Luna langgeng tapi malah bertanya kapan mereka akan putus.
"Jika kami tidak menjadi sepasang kekasih lagi itu tandanya kami telah menjadi suami istri." Jawab Kevin tegas, terlihat ekspresi pria ini terlihat tidak senang.
"Baiklah paman, aku ingin masuk jangan menghalangi jalanku..." Ucap pria itu, tapi Kevin tidak bergeming.
"Jual apartemen mu padaku" Ucap Kevin membuat pria itu terkejut karena nada suaranya terdengar memerintah.
***
Luna menggeliatkan tubuhnya saat cahaya matahari pagiu menerpa wajahnya. Perlahan matanya terbuka, ia lantas melihat jam dinding menunjukan pukul enam pagi.
Perlahan ia pergi ke kamar mandi dengan mata yang masih setengah terpejam. Semalam ia tidur lewat tengah malam jadi ia masih sangat mengantuk pagi ini, tapi bagaimanapun ia harus tetap bekerja dengan giat untuk membantu Kevin.
Luna telah selesai mandi dan telah memakai baju kantornya, ia masih memperhatikan matanya yang menghitam bahkan meski sudah memakai concellar.
"Oh mata panda... enyahlah." Ucap Luna tidak semangat sampai ia melihat masker lalu kemudian melihat jam pada dinding.
"Masih cukup waktu." Luna perlahan memakai masker diwajahnya, sekarang dia tidak harus mendatangi rumah Kevin jadi ia bisa bersantai sebentar.
Luna membuka pintu kacanya dan berjalan menuju balkon, terpaan angin yang sejuk membuatnya tersenyum senang.
Sambil menyeruput tehnya ia tersenyum melihat kota Jakarta dari atas sini yang masih senyap belum banyak dilalui oleh kendaraan, wajahnya masih memakai masker dengan nyaman.
"Indah sekali..." Puji Luna saat takjub melihat pemandangan, ia merasa takjub serta bersyukur. Pemandangan ini terasa lebih indah karena ia dan Kevin sudah resmi bersama sekarang.
"Pemandangannya memang indah.." Luna memutarkan bola martanya, ia medengar suara berat yang sangat akrab tapi dia hanya sendiri disini sampai ia membalikan badannya dan melihat Kevin berada di sisi balkon yang lain.
"Selamat pagi l, kakak cantik..." Kevin tersenyum menyapa Luna, ia masih sebal dengan mahasiswa urakan itu yang memanggil Luna dengan sebutan manis seperti itu.
Semalam Kevin membeli apartemen yang ditempati mahasiswa itu, ia tidak bisa membiarkan Luna tidur sendirian terlebih dengan berandal itu berada disebelah kamarnya.
"Sedang apa kamu disitu, mas?" Tanya Luna bingung, mengapa ia bisa masuk kedalam apartemen mahasiswa itu.
"Aku pindah kesini semalam.." Jawab Kevin singkat.
"Pindah?" Apa Kevin membeli apartemen yang ditempati mahasiswa itu hanya untuk menjaganya?
"Sayang... ngomong-ngomong maskermu bagus." Goda Kevin tertawa membuat Luna tersadar jika dirinya masih menggunakan Masker diwajahnya dan dengan cepat ia melepasnya tapi Kevin telah lebih dulu memotretnya.
"Menggemaskan sekali..." Goda Kevin lagi, membuat Luna merengut kesal dan akhirnya berjalan memasukiuki apartemennya.
***
Luna berjalan keluar dari apartemennya dan dengan cepat berjalan kedepan pintu apartemen Kevin.
Luna lantas mengetuk pintunya dengan tidak sabar.
"Kamu sudah kangen ya sama masmu ini.." Kevin masih belum berhenti menggoda saat begitu membukakan pintu tapi Luna tidak menjawab dan menerobas masuk begitu saja.
Luna ingin mengomel karena Kevin membeli apartemen ini padahal ia memiliki rumah mewah di pusat kota, tapi saat melihat ruangan yang sangat rapih dan tertata membuat Luna lupa akan niatnya.
"Ini lebih rapih dari pada tempatku..." Ucap Luna terkejut, Kevin sendiri tidak menyangka jika ruangan ini akan sangat rapih dan bersih padahal jika melihat pemilik sebelumnya yang seperti seorang berandal dia telah membayangkan akan betapa kotor dan berantakannya tempat ini tapi ternyata pemikirannya salah.
"Aku juga terkejut, si beradal itu... maksudku mahasiswa itu sangat menjaga kebersihan." Ucap Kevin, ia lantas berjalan mengikuti langkah Luna yang tengah menusuri tempatnya.
"Kamu akan tinggal disini, mas?" Tanya Luna, sambil menyentuh rak yang tidak ada debu sama sekali.
"Tidak, aku akan tinggal disini jika kamu sendirian..." Jawab Kevin.
"Kamu beli dengan harga berapa apartemen ini?" Tanya Luna penasaran, ia telah biasa mengecek pengeluaran Kevin yang terkadang berlebihan maka dari itu Luna terkadang membantu mengontrol pengeluaran Kevin.
"Murah.."
"Benarkah?"
"Hanya 800 jutaan..."
Mata Luna melotot sempurna kini, Kevin membeli satu unit apartemen kecil seperti ini dengan harga 800 juta, astaga itu tidak masuk diakal.
"Astaga, mas itu terlalu mahal. Kamu menyianyiakan uangmu." Luna mengomel, membuat Kevin merengut karena takut karena terkadang Luna tidak kalah bawel dengan orangtuanya.
"Soalnya aku sungguh tidak tahan, mahasiswa yang kamu bilang itu terlihat seperti berandal, dek. Mas tidak bisa tenang bagaimana jika berandal itu melakukan sesuatu yang buruk pada kamu dek."
"Tapi itu berlebihan mas, aku tau itu bukan uang aku tapi kamu bisa gunakan uang itu untuk kepentingan yang lain atau mungkin untuk bantuan sosial akan lebih bermanfaat."
"Baiklah.. aku akan lebih teliti lagi nanti, jangan marah ya sayang..." Bujuk Kevin tapi Luna masih terlihat kesal.
Luna tersadar, sikapnya mungkin berlebihan bagaimanapun tujuan awal Kevin adalah melindunginya tidak seharusnya ia marah dan untuk pengeluarannya Luna juga belum berhak untuk mengaturnya. Kevin mungkin akan merasa aku sangat menjengkelkan.
"Maafkan aku, mas. Harusnya aku tidak memarahimu. Semua itu bukan hak ku..Bukan hak ku memarahimu." Ucap Luna menyesal.
Kevin tersenyum, ia bahkan tidak merasa terganggu sama sekali malah ia senang. Luna mengerti dengan baik apa yang baik untuknya.
"Aku jadi semakin tidak sabar untuk menikahimu. Kamu akan menjadi istri yang bijaksana pasti dek." ucap Kevin, ia lantas berjalan mendekati Luna dan memeluknya erat.
***