Descargar la aplicación
29.12% Tate no Yuusha no Nariagari / Chapter 30: Chapter 4 Filo

Capítulo 30: Chapter 4 Filo

Kamu tidur sampai siang karena Raphtalia tetap terjaga sampai larut malam. Dia memegang buku sihir dengan satu tangan dan bergumam sampai larur malam. Aku? Aku memanggang herbal untuk membuat obat sepanjang malam.

Aku ingin menutup waktu yang hilang, jadi aku bergegas membuat persiapanku untuk pagi hari. Aku ingin segera berangkat.

"Oh! Sepertinya telurnya akan menetas!"

Aku menaruh telur yang kami beli di jendela semalaman, dan Raphtalia menyadari ada retakan halus dibagian samping.

Dari retakan itu, kau bisa melihat sesuatu, sesuatu yang lembut, seperti bulu atau rambut halus.

"Iya kah..?"

Aku tertarik untuk melihat apa yang akan menetas, jadi aku mendekat.

Retakannya meluas dan terbuka dengan suara pacah yang bisa terdengar, dan wajah seekor monster keluar dari lubangnya.

"Cuit!"

Itu seperti seekor anak ayam berwarna merah muda. Berbalut bulu-bulu halus, dan ada pecahan telur kecil yang menempel di kepalanya, seperti topi. Burung itu menatapku.

"Cuit!"

Burung itu berkicau dan tiba-tiba terbang kearahku, dan menabrak wajahku. Memang nggak sakit, tapi aku terkejut burung itu begitu enerjik, padahal baru menetas.

"Monster apa ini namanya? Seperti seekor burung, apa itu seekor PikyuPikyu?"

PikyuPikyu seperti rajawali yang gak bisa terbang dengan baik. Monster ini kelihatan seperti bayi PikyuPikyu. Paruhnya tajam, jadi aku bisa mengharapkan serangan yang bagus dari dia daripada para balloon.

"Oh... Aku nggak tau banyak mengenai monster...."

Raphtalia juga kelihatan sama bingung kayak aku.

"Baiklah kalau begitu, ayo tanya warga siapa tau mereka tau monster apa ini."

Kalau itu adalah seekor monster yang bisa dijual di toko, pasti itu bukan monster yang sangat berbahaya. Kalau aku bertanya, aku mungkin bisa mendapatkan jawabannya dari seseorang. Aku mengulurkan tanganku pada burung kecil itu, dan dia melompat ke telapak tanganku, lalu terbang ke pundakku, dan kemudian melompat keatas kepalaku.

"Cuiiiiiit!"

Burung itu terus berkicau dan menggosokkan wajahnya pada wajahku. Burung itu cukup lucu.

"Oh lihat! Kurasa kamu adalah orangtuanya, Tuan Naofumi."

"Pasti semacam penandaan."

Aku sudah mendaftarkan burung itu pada layar statusku, dan aku adalah yang pertama dia lihat setelah dia menetas. Kurasa itu wajar bahwa dia menganggap aku adalah ayahnya.

Aku memutuskan untuk membersihkan pecahan cangkang telurnya, dan saat aku melakukannya, perisaiku mulai bereaksi. Betul juga, kalau aku membiarkan perisaiku menyerap cangkang telurnya, itu mungkin akan memberitahuku monster jenis apa burung ini. Jadi aku memegang sekeping cangkang telur dan membiarkan perisaiku menyerapnya.

Monster User Shield: persyaratan terpenuhi

Monster Egg Shield: persyaratan terpenuhi

Monster User Shield:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: penyesuaian pendewasaan monster (kecil)

Monster Egg Shield:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: skill memasak +2

Bukan itu yang Kuharapkan. Tapi kayaknya masih bisa berguna, hasi aku mengubah perisaiku dari Slave User Shield II (yang mana aku gunakan untuk membuka kemampuannya) menjadi Monster User Shield.

"Apa kamu sudah mengetahuinya?"

"Belum, itu membuka sesuatu yang lain."

Aku masih belum tau jenis monster apa burung ini. Aku berharap penduduk desa bisa memberitahuku sesuatu mengenai burung ini.

Kami berjalan-jalan di desa yang setengah hancur, dan mulai berpikir tentang dimana tempat yang bagus untuk leveling.

Tempat paling efesien, mempertimbangkan level kami, kemungkinan besar adalah area rawa di bagian barat desa. Sebelumnya kami pergi ke area pegunungan di utara, jadi aku berharap menemukan tempat lain untuk didatangi. Aku berpapasan dengan beberapa penduduk yang lewat, dan mereka menyapaku.

"Halo, Pahlawan Perisai."

"Pagi."

"Selamat pagi!"

Aku menghabiskan sekitar seminggu disini, dan setelah itu aku melindungi mereka semua selama gelombang kehancuran menyerang, kurasa sebagian besar dari mereka sudah mengenali aku.

Salah satu dari mereka membungkuk dalam-dalam padaku, yang mana membuatku canggung.

"Cuit!"

Anak ayam di kepalaku berkicau menyapa dengan caranya sendiri.

"Apa itu?"

Penduduk desa melihat burung yang ada di kepalaku.

"Apa yang terjadi?"

Mereka mengarahkan jari mereka pada burung itu dan bertanya secara serempak.

"Aku membeli telur dari seorang pelatih monster."

"Ah, jadi begitu."

"Apa kalian tau monster jenis apa ini?"

Mereka mendekat untuk memperhatikan dengan cermat.

"Hmm... Ya... Menurutku burung itu mirip seekor Filolial. Iya kan?"

"Burung besar yang menarik kereta?"

Kalau mereka betul, itu artinya aku masih bisa dapat sedikit keuntungan pada investasiku— mengingat berapa banyak biaya untuk membeli seekor Filolial. Kalau meraka betul....

"Yah, aku nggak sepenuhnya yakin, tapi disana ada peternakan kecil di pinggir kota. Mampir saja kesana dan bertanya disana."

"Ide bagus. Ayo kesana."

Aku dan Raphtalia menemukan dimana pemilik peternakan tinggal, dan memutuskan mengunjungi rumahnya.

Sepertinya peternakan itu rusak parah saat gelombang terjadi, dan dia kehilangan lebih dari setengah monster yang dia pelihara.

"Baiklah, tapi apa burung kecil ini memang betulan seekor Filolial?"

Aku bertanya pada pria yang ada disana dan dia mengangguk.

"Ya, sudah pasti burung ini adalah bayi seekor Filolial."

Dia memegang burung kecil itu di tangannya, dan menjawab setelah dia dangan cermat mengamatinya.

"Ya, ini adalah jenis Filolial biasa, tapi mereka susah tenang tanpa sebuah kereta untuk ditarik."

"Cara merawat monster macam apa itu?"

"Kenapa, apa terdengar aneh?"

Hmmm... Kurasa kalau kau lahir dan besar disini, kau nggak akan merasa hal seperti ini misterius.

Kalau dipikir-pikir, mungkin itu adalah monster yang memiliki keinginan alami untuk melindungi sarang atau telurnya, dan para pelatih monster cuma mengajari para monster itu untuk mengarahkan keinginan mereka untuk melindungi pada kereta.

"Yah, kurasa itu bukan kekalahan. Malahan seperti kemenangan."

Kalau Filolial dewasa bisa dijual seharga 200 silver, dan aku membeli bayinya 100 silver, maka itu bukanlah hal yang merugikan.

"Cuit!"

Bayi Filolial itu berkicau sambil bertengger di kepalaku.

"Apa yang dimakan monster ini?"

"Kau harus memberi dia buncis rebus yang ditumbuk sampai jadi bubur. Sesuatu yang lembut. Setelah dia besar, dia nggak akan pilih-pilih. Mereka makanan apapun setelah mereka dewasa."

"Oke, makasih."

Aku bahkan mengejutkan diriku sendiri pada seberapa cepat dan tulusnya rasa terimakasihku, karena sejujurnya, sampai sekarang aku menganggap semua orang yang ada di dunia ini sebagai musuhku. Aku merasa baikan belakangan ini. Aku penasaran apakah itu karena apa yang dilakukan Raphtalia padaku saat di istana.

Ngomong-ngomong, mereka menjual buncis rebus di desa, jadi aku akan beli.

"Kita kasi nama apa dia?"

Raphtalia sedang menggoda burung kecil itu saat dia bertanya.

"Kenapa kita harus memberinya nama? Kita mungkin akan menjualnya."

Kalau kami memberi nama sesuatu, kami mungkin akan terikat. Itu cuma akan membuatnya lebih sulit untuk menjual sesuatu kalau lami melakukannya.

"Apa kamu akan memanggilnya 'anak ayam' dan 'Filolial'?"

"Hm...."

Dia benar, itu akan membuat semuanya tambah susah.

"Kamu benar. Kita panggil saja dia 'Filo'."

"Sungguh kreatif."

"Oh yang benar saja."

"Cuit!"

Burung kecil itu mengeluarkan kicauan yang keras dan puas, seolah dia mengerti kalau kami memberi dia nama.

Kami berterimakasih pada si peternak dan pergi. Lalu kami membeli beberapa buncis rebus, dan makan siang untuk kami sendiri, lalu berangkat.

"Hari ini kita akan kemana?"

"Cuit?"

"Yah, aku nggak betul-betul tau daerah sekitar sini yang bagus untuk leveling, jadi kurasa kita harus mencarinya sendiri. Lakukan saja seperti yang sudah kita lakukan selama ini."

"Baik."

Karena aku tau aku bisa mengandalkan Raphtalia, aku merasa pertarungannya akan lebih mudah daripada yang sebelumnya.

Filo berkicau diatas kepalaku. Kicauannya keras, tapi aku agak menyukainya.

* * * * *

"Besar sekali! Kodok itu besar sekali!"

Kami pergi ke area rawa di bagian barat Riyute untuk berburu monster, tapi aku nggak bisa menyembunyikan keterkejutanku pada monster pertama yang kulihat.

Yah, kau mungkin akan menjumpai kodok raksasa atau semacamnya saat kau bermain RPG, tapi kalau kau melihat kodok raksasa dikehidupan nyata, kau pasti akan sangat terkejut juga.

Jadi saat kodok raksasa ini, "Big Frog" mereka menyebutnya, melompat ke arahku, dan aku melihat bahwa tingginya kodok itu setinggi pinggangku, aku berteriak.

"Biar kuhadapi!"

"Tunggu! Raphtalia!"

Sebelum aku bisa menahan Big Frog, Raphtalia melompat ke depanku.

Saat bertarung, kami sudah setuju kalau aku yang memimpin. Kalau ini adalah sebuah MMORPG, itu masuk akal untuk melakukannya karena itu berbahaya untuk mendekati monster baru saat kau nggak mengetahui statistiknya. Gimana kalau monster itu lebih kuat daripada kami?

Kalau memang monster itu lebih kuat daripada kami, kami mungkin nggak akan lolos hanya dengan tergores saja. Itu mungkin adalah sebuah kesalahan yang harus kami bayar dengan nyawa kami.

"Hiya!"

Raphtalia mengabaikan teriakanku dan menyerbu si Big Frog dengan pedangnya.

Big Frog itu mengeluarkan teriakan yang memekakan telinga, seolah serangan Raphtalia telah mengejutkan dia.

Sialan! Apaan sih yang cewek itu pikirkan? Gimana dengan rencana kami? Harusnya aku yang menghadapi duluan dan menahan monsternya untuk dia!

Si Big Frog menggembungkan pipinya, dan menembakkan lidahnya yang setajam pisau pada Raphtalia.

"Awas!"

Aku berlari ke depan dan menangkis serangan itu dengan perisaiku.

Aku nggak boleh membiarkan Raphtalia terluka.

"Cuit!"

Filo kegirangan diatas kepalaku. Aku merasa seperti sesuatu berputar-putar, pukulan bayangan.

"Aku akan menahannya, jadi kamu tenanglah!"

"Tapi aku..."

"Diam!"

Apa yang terjadi? Rasanya kayak Raphtalia nggak sejalan denganku. Aku nggak pernah merasa seperti ini saat gelombang yang sebelumnya. Apa maksudnya ini?

Kalau Raphtalia terluka, aku akan merasa sangat lemah. Aku merasa kami seperti nggak menghormati kenangan dari orangtuanya. Aku membulatkan tekadku untuk melindungi dia, untuk bertindak sebagai ayah barunya.

Si Big Frog berbalik kearahku dan menembakkan lidah tajamnya kearahku.

Bagus! Aku bisa menangkap lidahnya. Lidahnya mengeluarkan suara seperti dentangan logam saat kutangkap dengan tanganku.

"Maju!"

"Baik!"

Raphtalia menyerbu kodok itu dengan pedangnya, matanya menyala, seolah dia sedang menunggu sinyalku.

Si Big Frog dengan mudah dan cepat tumbang, kami berdua menerima exp poin.

Bagus. Expnya lebih banyak daripada landak.

"Huff."

Raphtalia menatap kearahku, dan dia kelihatan kecewa. Kegigihannya mulai semakin baik, dan aku harus mengatakan sesuatu mengenai hal itu. Kalau dia nggak belajar menahan diri, maka kami berdua mungkin akan berakhir mati.

"Raphtalia, kita harus sedikit lebih berhati-hati... paham?"

"Tapi kita nggak punya banyak waktu sampai gelombang berikutnya tiba. Bukankah kita harus mengalahkan musuh sebanyak yang kita bisa? Bukankah kita harus naik level sebanyak yang kita bisa?"

"Kita punya waktu satu setengah bulan. Itu cukup banyak. Pelan-pelan saja. Kamu nggak mau berlebihan melakukannya dan berakhir terkapar, kan?"

"Kamu benar. Tapi aku.... aku ingin menjadi lebih kuat!"

Setidaknya dia setuju denganku... Tunggu, betul begitu kah?

Aku nggak kayak para pahlawan yang lain, yang mana mereka tau dimana monster-monster yang bagus berada. Jadi kami nggak punya pilihan lain untuk leveling secara efesien.

"Gugeeeeeeh!"

Apaan itu? Aku berbalik kearah suara itu dan melihat sesuatu yang besarnya dua kali lipat si Big Frog. Itu adalah Big Frog berwarna ungu, dan ada seekor Gray Salamander bersamanya—dan mereka berlari kearah kami.

"Pii!"

Filo berlari berputar-putar di kepalaku, kayaknya siap untuk bertarung.

Dia nggak akan banyak berguna dalam pertempuran, dan itu akan berbahaya untuk terus berada dikepalaku, jadi aku memasukkan burung kecil itu kedalam armorku.

"Pii!"

"Akan aku hadapi!"

"Tidak! Biar aku duluan!"

"Gimana kalau kamu terluka, Tuan Naofumi?! Bukankah kamu membeli aku agar aku bisa bertarung untukmu?!"

"Kalau monster-monster itu cukup kuat untuk melukai aku, coba pikirkan apa yang bisa diperbuat monster itu padamu. Aku membeli kamu bukan untuk membuatmu terluka! Aku mungkin berbeda saat itu... tapi sekarang kamu harus menjaga dirimu sendiri!"

"Tuan Naofumi...."

Aku mengalihkan tatapanku pada monster-monster itu, pada Amethyst Big Frog dan Gray Salamander, mengangkat perisaiku dan menyerbu mereka. Sayangnya tingkat seranganku tidaklah tinggi untuk menghasilkan damage. Mereka menyemburkan cairan yang kelihatan beracun dan berbahaya padaku, aku memblokirnya dengan perisaiku.

"Maju!"

"Baik!"

Raphtalia berlari kearah mereka dan menebas mereka dengan pedangnya. Mereka jatuh dengan mudah. Aku penasaran apakah senjata baru miliknya memang sekuat itu? Armornya lebih baik daripada yang kuduga. Aku harus menyerahkannya pada pak tua di toko senjata.

Aku memotong monster-monster itu dan membiarkan perisaiku menyerap bagian-bagiannya.

Daging kodok itu kelihatan buruk dan mungkin beracun. Aku memutuskan untuk mengabaikannya tanpa perlu repot-repot mencoba menjualnya.

"Pii!"

Filo merangkak keluar dari armorku, berjalan kearah monster yang telah dikalahkan, dan memasang pose menantang diatas mayat mereka, seolah dia sendiri yang barusaja membunuh mereka.

Aku ingin bertanya apa yang dilakukan burung itu, tapi dia kelihatan lucu, jadi aku membiarkannya.

Kami berjalan-jalan diarea itu selama beberapa saat, mengalahkan monster-monster sepanjang waktu itu. Kami naik level cukup efesien.

Saat malam datang, aku bisa merasa bahwa aku telah berkembang, dan Filo juga, hasilnya adalah:

Naofumi: Level 23

Raphtalia: Level 27

Filo: Level 12

Filo sama sekali nggak ikut serta dalam pertarungan, tapi masih menerima exp poin yang cukup untuk naik level dengan cepat. Kayaknya dia telah berkembang juga.

Itu bagus. Kudengar bahwa para demi-human muda menjadi dewasa seiring dengan peningkatan level mereka, jadi kurasa itu wajar untuk menduga para monster berkembang dengan cara yang sama.

Pasti memang begitu....

Burung kecil itu agak besar dan berat jadi harus dipegang dengan dua tangan. Burung itu juga, gimana menyebutnya, semakin bulat? Itu kayak sebuah bakpao kukus yang besar. Bulunya menjadi lebih besar dan menutupi seluruh tubuhnya sekarang, dan burung ini r berubah dari pink cerah menjadi pink yang agak gelap.

Monster User Shield II: persyaratan terpenuhi

Monster User Shield II:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: penyesuaian status monster (kecil)

Aku nggak menyadari saat Raphtalia tumbuh didepan mataku, tapi aku malah menyadari perubahan dramatis yang terjadi pada burung kecil ini.

"Piyo."

Kicuannya bahkan berbeda. Dia berat, jadi aku menurunkan dia, dan dia berjalan dengan megah.

*kriuk....*

Aku mendengar perutnya keroncongan. Lalu suaranya semakin keras daripada aku sendiri dan Raphtalia. Aku membeli banyak makanan untuk dia, tapi kayaknya sudah habis. Si peternak bilang bahwa mereka bisa memakan apa saja, jadi aku terus memberi dia makan apapun yang kelihatan seperti makanan, seperti tumpukan jerami yang kami temukan di jalan. Dia memakan semuanya, dan masih kelihatan lapar. Itu pasti merupakan bukti dari seberapa cepat dia tumbuh.

"Um... Tuan Naofumi?"

"Aku tau... Para monster memang menakjubkan."

Nggak disangka bahwa dia telah tumbuh sebanyak ini hanya dalam waktu sehari... Nggak akan lama lagi sampai dia bisa kami tunggangi!

Itu bagus, dan sesuatu bisa dinantikan. Kalau dia tumbuh menjadi betul-betul besar tapi masih belum dewasa seperti seekor bayi, maka itu bisa menimbulkan masalah tersendiri. Aku membuka layar status dan mengatur pengaturannya menjadi ketat.

Kami kembali ke penginapan, dan aku bertanya pada pemilik penginapan dimana kami bisa menyimpan Filo. Dia menuntun kami ke kandang kuda, yang mana disana berbaris jerami yang bisa dipakai Filo tidur.

"Huh? Kenapa ada daging dan tulang Chimera disini??"

Dagingnya belum mulai membusuk, jadi itu pasti disimpan dengan baik. Atau mungkin dagingnya nggak membusuk karena monster itu berasal dari dimensi lain.

"Kami memutuskan untuk menaruhnya disini dan menunggu agar agak melembut. Harusnya itu membuat pengolahan selanjutnya lebih mudah."

"Huh...."

Tapi mereka nggak menggunakannya untuk makanan.... Dan mereka ingin mengolahnya.

"Lalu kami akan mengasapinya atau membuat dendeng. Setelah proses itu selesai, kami bisa mencari pembeli. Sudah ada beberapa orang yang singgah beli dan minta lagi."

"Kedengarannya bagus."

Chimera itu sangat besar, jadi mereka harus menggunakan banyak ruang untuk menyimpannya. Mungkin ukurannya setara dengan dua kali sapi yang sudah dewasa. Itu mungkin nggak dibuat untuk makanan, tapi kayaknya jumlahnya terlalu banyak untuk didedikasikan cuma pada para peneliti.

"Piyo."

*kriuk....*

Apa dia sudah lapar lagi? Aku sudah membeli makanan lagi saat kembali ke desa, dan sudah memberi dia makan. Tapi kurasa sudah habis. Astaga, kemana perginya semua makanan itu?

Pikee, Pikee, Pikee…

Apa ini suara tulangnya? Apa dia sudah tumbuh?

"Aku nggak bisa mempercayai seberapa banyak burung ini tumbuh dalam sehari. kayaknya sudah melampaui batas kewajaran, eh?"

Si pemilik penginapan terlihat kuatir.

"Dia cuma berlevel 12."

"Huh? Level 12?"

Si pemilik penginapan mengarahkan tatapan terkejut pada Filo.

"Tumbuh sebanyak ini hanya dalam beberapa saat setelah kelahirannya! Yah, kurasa dia sudah setara dengan level 20! Kau sungguh hebat, Pahlawan."

Yah.... Aku menggunakan penyesuaian pendewasaan, jadi pendewasaannya yang cepat kemungkinan karena hal itu. Setiap kali aku melihat statusnya, angkanya berbeda. Jadi Kurasa dia benar-benar berkembang dengan sangat cepat.

"Piyo!"

Filo berkicau dengan gembira. Dia akan berkembang dengan cepat.

Aku mengusap kepala burung itu sampai aku yakin dia sudah tidur. Setelah dia mendengkur, aku dan Raphtalia kembali ke kamar kami. Lalu aku kembali mempelajari sistem penulisan dunia ini. Ada banyak hal yang harus dikerjakan. Aku mulai bosan.

***


Capítulo 31: Chapter 5 Pertumbuhan

Esok harinya aku bangun dan berjalan pelan-pelan dari kamar agar nggak membangunkan Raphtalia, yang belajar semalaman, dan berjalan ke kandang kuda untuk melihat Filo.

"Gah!"

Sebuah suara keras dan liar menyapaku saat aku masuk kedalam kandang. Lalu aku melihat Filo. Dia sudah tumbuh sejak malam kemarin. Sebelumnya burung itu berbentuk bulat, sekarang kaki dan lehernya sudah tumbuh memanjang. Dia berdiri disana, terlihat seperti seekor burung unta. Dia berubah begitu cepat! Dan tumbuh begitu berbeda dari burung yang kuketahui. Dia sekarang sudah setinggi dadaku. Tapi—masih belum cukup besar untuk ditunggangi.

*kruyuk...*

Jadi dia sudah lapar lagi? Untungnya aku sudah mampir membeli makanan.

Kalau dia tumbuh sebanyak ini dalam sehari, aku nggak tau lagi... Sesuatu tentang itu cukup menakutkan.

"Lihatlah dirimu! Padahal kau baru menetas kemarin!"

"Gah!"

Aku tersenyum hanya dengan melihat burung itu.

Itu bukan seperti aku baru saja menemukan cinta terpendam terhadap hewan atau semacamnya. Aku cuma bergembira pada kemungkinannya. Aku mulai berpikir tentang segala hal yang bisa dia lakukan untukku setelah dia sudah cukup besar. Kalau dia bisa menarik kereta, aku ingin dia melakukannya.

Bulunga telah tumbuh lagi, dan berubah warna. Sekarang bulu itu berwarna campuran dari warna putih dan merah muda pucat.

Untuk membersihkannya sedikit, aku membiarkan perisaiku menyerap beberapa bulunya.

Monster User Shield III: persyaratan terpenuhi

Monster User Shield III:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: penyesuaian pendewasaan monster (medium)

Duh, coba membayangkan apa yang bisa kudapatkan kalau aku memberi perisai ini sedikit darahnya. Aku harus memotong rambut Raphtalia lagi dan mencoba menyerap rambutnya lagi.

Filo baru saja lahir, tapi disini dia berlarian dengan gembira.

"Gah!"

Dia bukan seekor anjing, tapi aku mengambil sebuah ranting lalu melemparnya sejauh yang aku bisa untuk diambil Filo.

Kami bermain sebentar.

Filo begitu cepat hingga kadang-kadang dia menangkap rantingnya sebelum jatuh ke tanah. Lalu membawa ranting itu kembali padaku. Dia sangat berbakat. Aku bermain dengan Filo sampai Raphtalia bangun. Bermain dengan "peliharaan" kayak gini lumayan buat refreshing.

Kalau dipikir-pikir, orang-orang di duniaku memelihara anjing dan kucing. Mereka sangat lucu.

Dulu disekolahku, ada seekor kucing liar. Kucing itu sangat waspada disekitar orang-orang, dan semua orang mengatakan bahwa kucing itu nggak akan mendekatimu kalau kau nggak punya makanan. Tapi kucing itu mau mendekati aku.

Di SD kami punya pelajaran yang mana kami harus merawat hewan, dan semua orang mengeluh pada ayam karena mereka mematok. Tapi ayam-ayam itu nggak pernah mematokku. Jadi kurasa kau bisa mengatakan bahwa aku kayaknya disukai hewan. Atau setidaknya aku nggak membenci mereka.

"Mmm... Ternyata kamu disini, Tuan Naofumi. Dan lihatlah senyum itu! Aku belum pernah melihat kamu begitu senang."

Raphtalia sudah bangun dan datang mencariku. Dia masuk ke kandang sambil kelihatan agak marah.

Dia berusaha tersenyum.

"Ada apa?"

"Oh, nggak ada."

"Gah!"

Filo dengan ringan menyentuh Raphtalia dengan paruhnya.

"Haaa... Mau gimana lagi..."

Raphtalia tersenyum, dan mengulurkan tangannya untuk membelai pipi Filo.

"Gah..."

Fiko kelihatan benar-benar senang dan memejamkan matanya saat dia berdiri disamping Raphtalia dan menggosokkan dirinya pada Raphtalia.

"Hari ini kita akan kemana?"

"Pertanyaan bagus. Kamu mungkin ingin mencoba untuk menghemat biaya makan Filo, jadi gimana kalau kita pergi ke padang rumput di bagian selatan desa?"

"Hmm... Ide bagus."

Ada banyak sekali rumput yang berbeda yang tumbuh di area itu, dan banyak diantaranya yang bisa digunakan untuk obat. Raphtalia benar... Itu akan jadi tempat yang bagus. Tujuan kami adalah untuk mendapatkan equipment terbaik yang bisa kami dapatkan, dan kami membutuhkan uang untuk membelinya.

"Oke, ayo berangkat."

"Gah!"

"Baik!"

Jadi kami pergi ke padang rumput dan melawan monster sampai kami naik level.

Naofumi: Level 25

Raphtalia: Level 28

Filo: Level 15

Adapun untuk rumputnya, aku menghabiskan sebagian besar tenagaku untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan Filo, jadi kami nggak bisa mengumpulkan tanaman obat dalam jumlah yang banyak. Aku membiarkan perisaiku menyerap semua hal yang kami temukan, tapi yang kudapatkan cuma beberapa bonus status yang kecil.

Dan aku masih belum menemukan sebuah perisai yang akan mengajariku resep peracikan tingkat menengah.

* * * * *

Malam itu, Filo tumbuh menjadi seperti seekor Filolial dewasa.

"Dia memang tumbuh dengan cepat! Biasanya membutuhkan tiga bulan atau lebih untuk mencapai ukurab ini...."

Pemilik penginapan dan si peternak sama-sama terkejut. Mereka nggak bisa mempercayai seberapa cepatnya Filo tumbuh.

Itu pasti karena penyesuaian pendewasaan, baik yang kecil maupun yang medium yang kugunakan.

"Kalau saja aku kepikiran untuk menyerap tinta disaat aku membeli Raphtalia..."

"Ahahaha..."

Aku penasaran apakah Raphtalia juga berharap dia bisa tumbuh secepat itu.

Creaaaaaakkkkk.

Aku bisa mendengar suara tulang berderak lagi dan lagi. Filo pasti berkembang.

"Gah!"

Filo berdiri didepanku, dan terlihat cukup besar untuk ditunggangi.

"Kau mau membawaku berkeliling?"

"Gah!"

Filo berteriak dan merunduk agar aku naik ke punggungnya, seolah itu adalah jawaban yang paling jelas.

"Makasih."

Tali kekang ataupun pelana, tapi aku penasaran apakah itu nggak masalah. Dia sudah jelas menyuruhku naik, jadi aku naik. Perisai akan membantuku bertahan kalau aku jatuh—tingkat pertahananku sangat tinggi.

Adapun untuk kenyamanannya... Yah, bulu-bulunya lumayan membantu. Kalau aku bisa menjaga keseimbangan, maka nggak akan ada masalah.

Aku belum pernah menunggangi kuda, tapi aku pernah menunggangi seekor anjing. Saat aku masih kecil, anak tetangga punya seekor anjing, dan mereka membiarkan aku menungganginya sekali. Pemiliknya bilang bahwa mereka nggak pernah bisa menungganginya, tapi saat aku menungganginya nggak ada masalah. Anjing itu membawaku berkeliling.

"Gah!"

Filo segera berdiri.

"Argh!"

Lumayan tinggi berada diatas Filo, dan dari posisiku semuanya terlihat... berbeda. Jadi kayak ini pemandangan dunia dari atas punggung Filo.

"Gaaaaah!"

Kurasa Filo baru saja berteriak gembira, tapi kemudian dia mulai berlari!

"Um... Hei!"

"T...Tuan Naofumi!"

Dash! Dash! Kami melesat kencang!

Sungguh cepat! Apapun yang ada disekitar kami berlalu dengan cepat. Aku mendengar Raphtalia memanggil kami, tapi dia sudah berada jauh di belakang.

Dash! Dash!

Filo mengitari desa sekali sebelum kembali ke kandang. Lalu dia duduk dan menurunkan aku.

"Apa kamu baik-baik aja?!"

Raphtalia kelihatan kuatir saat dia berlari kearahku.

"Ya, aku baik-baik aja. Filo begitu cepat!"

Filo nggak kelihatan capek dan segera kembali membersihkan bulu-bulunya.

Filo berlari lebih cepat daripada yang ku duga. Ini mungkin pembelian terbaikku.

"Baiklah, kayaknya sudah cukup untuk hari ini. Ayo kembali ke kamar kita."

Sesuatu menarik kerah armorku. Aku berbalik dan melihat Filo ada disana, menatap aku.

"Ada apa?"

"Gaaah!"

Itu hampir kayak dia menangis. Dia menghentikan aku.

"Huh?"

Aku menyerah dan berbalik, lalu sekali lagi dia menarik kerahku.

"Ada apa?"

"Gaaah!"

Kaki Filo mencakar-cakar tanah, seolah dia memasang postur.

"Apa, kau masih mau main lagi?"

Raphtalia bertanya, dan Filo menggeleng. Mungkinkah dia mengerti apa yang kami katakan?

"Apa kau kesepian?"

Dia mengangguk.

"Gaah!"

Dia membuka sayapnya dan berteriak.

"Tapi nggak ada yang bisa kami lakukan..."

Sudah pasti aku nggak mau tidur dikandang, dan kurasa pemilik penginapan nggak akan senang kalau aku membawa seekor monster besar kedalam kamar.

"Kalau gitu kita disini dulu sampai dia tidur!"

"Oh... Um... Baik."

Burung ini begitu besar padahal baru menetas dua hari yang lalu. Mungkin dia masih bayi, dan belum siap meninggalkan kandangnya sendirian dimalam hari. Raphtalia dan aku memutuskan untuk mengerjakan sesi belajar malam kami di kandang.

Filo duduk disarangnya dan dengan tenang memperhatikan kami belajar.

Piki.....

"Astaga... Apa aku akan bisa membaca tulisan ini?"

"Kalau kita nggak nggak bisa menemukan sebuah perisai yang bisa menerjemahkannya, maka ini adalah satu-satunya pilihan kita. Selain itu, kalau kamu selalu bergantung pada Perisai Legendaris itu, yah.... itu mungkin bukan yang terbaik untukmu."

"Raphtalia... Belakangan ini kamu kayaknya nggak menahan diri sama sekali."

"Itu benar. Jadi kita harus belajar agar kita bisa mempelajari sihir!"

Memangnya apa salahnya dengan menginginkan semuanya menjadi lebih mudah daripada yang seharusnya? Kuharap semua upaya ini akan benar-benar menghasilkan sesuatu. Kami terus belajat di kandang sampai kami mendengar suara dengkuran Filo.

Lalu kami kembali ke kamar, dan aku mencoba meracik beberapa herbal baru.

Aku masih belum bisa membaca resepnya, jadi aku cuma menebak-nebak.

***


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C30
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank 200+ Clasificación PS
Stone 0 Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión

tip Comentario de párrafo

¡La función de comentarios de párrafo ya está en la Web! Mueva el mouse sobre cualquier párrafo y haga clic en el icono para agregar su comentario.

Además, siempre puedes desactivarlo en Ajustes.

ENTIENDO