mobil berwarna hitam metalik itu perlahan memasuki pekarangan luas dengan tanaman bonsai indah menyambut mereka.
Meri mengeluarkan kepalanya melihat sekitar dengan tatapan penuh takjub. selain itu, ia mencoba memulihkan beberapa keping kenangan yang hilang.
Ilham sampai harus mencengkeram lengan istrinya karena khawatir ia akan terjungkal keluar jendela dengan semangat seperti itu.
"kau bisa melihatnya saat sudah turun dari mobil. ini rumah lama kita jadi mengapa kau terlihat antusias" kata Ilham.
"rumah? ini istana" Meri memperbaiki pemilihan kata yang tepat.
"oke, terserah pendapatmu saja. tapi jangan bergelantungan seperti itu. kau seperti anak kecil yang baru melihat rumah, maksudku istana seperti ini"
Meri kembali duduk dengan tenang, mengalihkan pandangannya pada Ilham "aku memang baru saja melihat istana semegah ini"
Ilham "...."
"apa kau menderita alzheimer hingga rumah sendiripun tidak ingat?" kata Ilham curiga.
"entahlah" Meri mengangkat bahu saat mengatakan hal itu.
tindakan itu sangat imut di mata Ilham, tapi maknanya yang terkandung justru membuat Ilham merasa khawatir.
jika Meri melupakan masa ketika pertama kali ke Paris saat penculikannya, itu hal wajar karena saat melahirkan ia mengalami amnesia yang membuatnya menghilangkan semua ingatan trauma nya.
Tapi kedatangannya kedua kali dengan status nyonya rumah tidak mungkin ia lupakan karena itu setelah ia amnesia.
"Meri, kau membuatku khawatir" dia menggenggam erat tangan Meri. "tidak masalah kau melupakan semuanya, tapi tetaplah mengingatku"
"hahaha, aku bercanda. ada apa dengan ekspresi mu itu? dan otakmu biasanya cerdas untuk menilai orang, mengapa sekarang jadi payah" ejek Meri.
suaminya itu sangat jenius dan cerdas dalam membaca ekspresi seseorang, tapi hari ini ia tertipu. itu sangat langka dan wajahnya saat ini terlihat unik dan menyenangkan di pandang.
"itu... kau..." Ilham tidak bisa menyelesaikan kata-katanya melihat bagaimana ia di permainkan kali ini.
"tuan, nyonya. kita sudah sampai"
Meri tersenyum puas berhasil mengerjai suaminya itu. dia sudah di buat kesal dengan sambutan heboh para wanita cantik di bandara dan kali ini ia merasa impas.
tak ada hal lain yang lebih di khawatirkan Ilham selain dirinya sendiri. jadi hanya dengan cara itu ia bisa mengerjai suaminya itu.
IQ setinggi langit yang dimiliki suaminya benar-benar terjun payung ke dasar bumi.
Ilham lebih dulu turun dan membukakan pintu untuk Meri sementara sopir mereka mengikuti di belakang membawa koper milik Meri.
Hanya ada satu koper karena Ilham memiliki banyak pakaian di rumahnya. bahkan pakaian Meri yang dulu masih tersusun rapi. hanya saja itu sudah tidak pantas untuk Meri yang sekarang.
mereka di sambut dengan hangat oleh para pekerja di rumah itu dan di pimpin oleh bibi Grace yang masih terlihat muda setelah enam tahu mereka tidak berjumpa.
"tuan, nyonya. selamat atas kehamilannya" kata bibi Grace.
tatapan tajam tertuju pada Ilham yang diam-diam mengalihkan pandangannya ke dalam rumah.
"terimakasih bibi Grace. bagaimana kabar kalian?" kata Meri ramah.
sudah bertahun-tahun ia tidak berjumpa dengan bibi Grace dan yang lain bahkan tidak juga berkomunikasi via telfon.
mereka saling merindukan walau tidak saling sapa. sesuatu yang romantis jika di pikirkan.
"kami baik-baik saja dan selalu menantikan kedatangan nyonya"
setelah cukup berbasa-basi, Ilham membawa Meri ke kamarnya yang berada di lantai dua.
"hei, kamar kita di sini" panggil Ilham saat melihat Meri melewati kamarnya dan berlalu ke kamar yang pernah di tempati oleh Meri dulu.
"itu kamarmu dan ini kamarku" ujar meri.
Ilham "...." sepertinya ia sedang marah.
sejak awal Meri tidak ingin kehamilannya di publikasi sampai ia memberitahu ibunya. itu adalah kado terindah dengan membiarkan ibunya sebagai wanita pertama yang mengetahui kehamilannya.
sekarang, semua itu berantakan karena suaminya yang terlalu kegirangan hingga tidak bisa menahan bibirnya agar tidak berkoar.
ibunya hanya akan merasa di curangi karena menjadi orang yang entah ke berapa yang mengetahui kehamilannya.
tak ingin berdebat, Ilham mengikutinya dan masuk ke kamar yang sama dengan Meri.
"bukankah kamarmu di sebelah" sindir Meri.
"tidak, kamarku di mana istriku tidur" jawab Ilham dengan senyum tanpa dosa di wajahnya.
"dasar ember bocor" gerutu Meri dengan setengah berbisik.
kenyataannya adalah Ilham mendengar ejekan itu dengan jelas. tidak tahan, ia menarik Meri ke pangkuannya.
"aku hanya memberitahu asistenku dan sepertinya dia memberitahu yang lainnya" kilah Ilham.
lagi-lagi Meri hanya salah paham padanya mengira ilhamlah yang menyebarluaskan beritanya.
"mana asistenmu itu? akan ku bungkam dia"
"dia sedang bekerja di rumah sakit menggantikan ku. ngomong-ngomong, apa kau membutuhkan tanganku untuk membungkamnya?"
"tidak perlu" tolak Meri.
jika suaminya yang turun tangan, bukan hanya membungkam sementara. ketakutannya Ilham akan membungkam asistennya itu selamanya.
"malam ini ada perayaan untuk kehamilan mu. apa kau bisa ikut?" tanya Ilham.
"jika melibatkan pers maka aku tidak mau" jawab Meri tegas.
"sayang, kau hamil karena suamimu sendiri dan bukan hamil luar nikah. lantas mengapa berita baik ini harus di sembunyikan" protes ilham.
sejak awal saat mengetahui istrinya itu hamil, Ilham rasanya ingin mengumumkannya besar-besaran kepada media agar dunia tahu.
kehamilan Meri merupakan anugerah terindah baginya. tidak hanya pengakuan bahwa ia akan menjadi seorang ayah, kehamilan itu juga akan mengikat Meri sebagai ibu dari anaknya. dan itu tidak akan berubah sampai kapanpun.
"apa menurutmu perut buncitku bisa ku sembunyikan? aku bukan tidak ingin orang lain tahu hanya menundanya sampai ibuku merayakan hari pernikahannya. setidaknya dia akan menjadi wanita pertama yang mengetahuinya"
"tunggu, bukankah dokter kandungan mu seorang wanita dan pengurus rumahmu juga wanita?" tanya Ilham setengah memprotes.
"apa kau pikir mereka akan tahu jika bukan karena bibirmu itu"
Ilham "..."
"mereka pengecualian karena kita serumah dan dokter kandungan pasti mengetahuinya lebih awal. tapi bibi Grace? aku tidak berpikir rumahku seluas Izmir hingga Paris"
"baiklah. aku yang salah" Ilham mengalah.
"bagus. sekarang, kita hanya akan melakukan perayaan di rumah bersama yang lain dan ingat untuk tidak mengundang orang luar"
"oke. sesuai perintahmu"
Malam pertama mereka di Paris hanya di habiskan dengan bersantai dan beristirahat. acara perayaan kehamilannya akan di adakan besok malam jadi untuk hari ini, ia hanya akan tidur tenang.
mereka tidak memiliki kenangan malam pertama atau bahkan mereka tidak pernah melakukan hubungan intim di istana megah itu.
pagi hari, Ilham berangkat ke rumah sakit dan Meri hanya sibuk dengan ponselnya. baru sehari tapi ia begitu merindukan putranya.
dengan jarak sejauh ini, bahkan jika ia ingin bertatap muka itu hanya akan melalui ponselnya.
"Nyonya, apa anda ingin makan cemilan?" tanya bibi Grace sopan.
dia adalah asisten kepala tapi Meri memperlakukannya seperti seorang ibu.
"bisa buatkan aku kentang goreng dan segelas jus orange" pinta Meri.
tak berselang lama, bibi Grace kembali dengan sepiring kentang goreng lengkap dengan sambal cocolan serta segelas jus orange.
"bibi Grace, duduklah denganku"
"nyonya, tuan akan..."
"tidak masalah. aku yang memintamu jadi duduklah"
duduk di taman belakang berdampingan dengan kolam renang sangat menyenangkan. dia teringat bagaimana dulu Ilham mengerjainya di kolam itu hingga ia terserang demam.
mereka asik berbicara dengan topik simpang siur. sesekali Meri bertanya tentang kehidupan Ilham sebelum ia datang dan siapa saja yang pernah dekat dengan suaminya.
jika Ilham seperti pria biasa yang menggunakan sosial media, mungkin tindakannya kali ini bisa di kategorikan sebagai stalking.
bibi Grace sudah ikut dengannya sejak Ilham melanjutkan studinya di Paris dan Meri saat itu masih di Los Angeles.
"tuan tidak pernah membawa wanita ke rumah jadi bibi tidak tahu mengenai hal itu. hanya saja dulu ada seorang wanita yang selalu menelfon melalui telfon rumah"
setiap yang di ucapkan oleh bibi Grace terpatri jelas di otak Meri. dia seharusnya sudah tahu jika banyak wanita yang akan menyukai suaminya ketika lajang dan bahkan saat ini pun ia masih memiliki beberapa saingan cinta.
"nyonya, saat tuan bebas dari penjara. ia hanya tinggal sehari dan mulai berkeliling mencari mu. dia sangat menyayangi nyonya lebih dari nyawanya"
"aku tahu. tapi bibi Grace,bisakah kau ceritakan mengenai hubunganku dengannya saat aku di culik dulu? kau pasti mendengar bahwa aku amnesia jadi lupa dengan peristiwa itu. bisa kah bibi membantuku mengingatnya?" Meri menggenggam tangan bibi Grace untuk meminta rasa iba darinya.