malam itu, Ilham membantu Meri mengepak barang yang akan mereka bawa ke Paris. ia sebenarnya tidak ingin istrinya itu membebankan diri dengan barang bawaan karena mereka bisa membeli keperluan ketika di Paris.
melihat sifat istrinya yang begitu irit dengan apa yang dia miliki, sebagai suami ia hanya bisa menurutinya.
suami yang lain akan begitu bahagia jika memiliki istri dengan kepribadian seperti wanita tanpa uang banyak. tapi Ilham justru merasa tertekan.
semua yang ia usahakan hanya untuk memuaskan kebutuhan Meri. jika Meri bahkan tidak mau menghamburkannya maka kepalanya harus berputar untuk memikirkan jalan ke mana uang itu akan di alirkan.
namun seaneh apapun sikap Meri, ia hanya akan merasa itulah keunikan yang menjadikan istrinya begitu memikat. barang langka terkadang tak ternilai harganya.
"bawa yang ini saja" kata Ilham memegang sebuah lingerie malam pertama mereka.
"kau sepertinya merasa terkesan pada malam pertama kita" goda Meri
"apa hanya aku yang merasa begitu?"
wajah Meri berubah merah saat mendengar perkataan itu. ia sudah hamil hampir dua bulan tapi tetap saja pipinya merona saat memikirkan hal itu.
"tidak. mungkin aku juga" jawab Meri kembali fokus pada pakaian dan tak ingin menatap suaminya.
"mungkin?"
"Mmm, sepertinya aku amnesia mengenai malam pertama kita" kata Meri dengan mimik penuh sedih.
sebenarnya, ia merasa itu sesuatu yang berbeda. walau perihnya tidak seperti saat bersama Andre tapi itu masih sakit.
dia menyesali bahwa malam itu hanya yang pertama bagi Ilham tapi tidak baginya. Tuhan memberkatinya dengan sosok suami hampir tak tercela seperti Ilham tapi cacat di tubuhnya sangat jelas.
suka atau tidak, statusnya saat itu adalah janda dengan satu anak. jika di lihat dari segi manapun, Ilham tidak akan kekurangan wanita yang mengejarnya tapi pada akhirnya ia memilih Meri yang adalah seorang janda.
memahami nada tertekan dari ucapan istrinya, Ilham hanya bisa membelai kepalanya untuk mengatakan bahwa apapun yang kau pikirkan, aku disini.
Meri mengalihkan pandangannya menatap mata indah suaminya. "apa kau pernah berpikir aku beruntung karena mendapatkanmu?"
alis yang tadinya terlihat cantik melengkung kini menukik tajam, dahi yang kencang kini berubah bergelombang mendengar pertanyaan itu.
jika itu pria lain yang tidak memahami istrinya dengan baik dan hanya sibuk menyombongkan diriny, mereka hanya akan membenarkan pemikiran itu. tapi Ilham yang dengan kepercayaan diri tinggi dan di barengi otak yang cerdas tentu tahu arah pertanyaan itu.
"tidak. aku yang beruntung mendapatkanmu" jawabnya.
"jujur saja, aku merasa buruk memberi mu sesuatu yang sudah ku berikan pada. mmm"
tak menunggu kalimat itu selesai. Ilham sudah lebih dulu membungkamnya dengan elegan. bibirnya menjamah bibir yang terus saja mengeluh itu.
Meri hanya tidak tahu betapa berharganya dia di mata Ilham. dia tidak tahu bahwa untuknya ia harus mendapatkan luka di tubuhnya agar bisa melihat wajahnya.
gelar mantan narapidana bahkan tidak bisa membuatnya memiliki alasan untuk membencinya. setiap detik yang ia habiskan hanya untuk memikirkan cara memiliki, menemukan dan membahagiakannya.
saat hari bahagia itu tiba, ia hanya memikirkan bagaimana membuat kebahagiaan itu bertahan dan tak tergerus oleh waktu.
jika seluruh hidupnya ia abdikan untuk seorang meriana, lalu apalah artinya keperawanan baginya. ia memuja wanita di pelukannya itu karena ia adalah meriana, dan bukan karena ia masih gadis, cantik, janda apalagi status.
"aku terlalu menyukaimu hingga hal seperti itu tidak berharga bagiku. ini juga salahku karena meninggalkanmu waktu itu"
"waktu itu aku memang tidak menyukaimu. aku mencintai Andre tapi untuk melindunginya dari kakakku, aku berkencan dengan mu" kata Meri penuh rasa bersalah.
kebenaran itu hampir terkubur jauh dan baru kali ini ia berani mengakuinya. dulu ia hanya sibuk meminta maaf karena perlakuan keluarga nya tapi tidak untuk perlakuannya sendiri. hari ini beban itu menjadi ringan.
Ilham tersenyum lembut menarik Meri ke dalam pelukannya.
"aku sudah tahu sejak awal. aku juga melakukannya untuk melindungi Andre dan juga perasaanmu"
Meri melepaskan pelukannya untuk menatap Ilham.
"bagaimana kau bisa tahu?"
"aku bukan pria bodoh yang hanya akan melambung tinggi saat seorang gadis kecil menyatakan cintanya dengan dadakan. aku mencari tahu apa yang terjadi dan tidak sengaja bertemu dengan Rafa waktu itu. aku memahami semuanya saat dia mengancam ku"
"lalu, mengapa kau tidak marah karena aku mengorbankan mu?"
"karena aku terlalu mencintaimu dan menyayangi adikku. dia selalu kalah dariku sejak kecil, aku dulunya mempercayakanmu untuk ia jaga. tapi mendengar kemalangan mu yang tidak berujung, aku merasa dia tidak terlalu mencintaimu" Ilham berkata sejujurnya.
di masa lalu, ia sudah melepas Meri untuk Andre tapi adiknya itu tidak bisa menjaga wanitanya. ia kembali untuk mengambil alih walau ia sedikit terlambat karena Meri sudah lebih dulu menikah.
"kemalangan? apa terjadi sesuatu padaku?" tanya Meri.
apa yang terjadi ia ingat kemalangan itu saat Ilham menculiknya. dan ketika ia keguguran, terakhir ia mengingat Rian yang meninggal karenanya. tapi itu semua terjadi setelah Ilham menculiknya.
"tidak, apa lagi yang lebih malang dari cinta tak di restui hingga harus menikah secara diam-diam" Ilham mengalihkan alasan sebenarnya.
"Mmm, malam pertamaku aku..."
"aku menyukainya" potong Ilham. "jika semua istri di dunia sepertimu, aku yakin tidak akan ada perceraian"
mereka kembali menyusun pakaian ke dalam koper dan tidur lebih awal setelah memberitahu junior bahwa mereka akan pergi selama satu Minggu.
Di tempat lain, Andre masih menemani junior bermain game dan berbincang santai. Clara juga ada di sana dan selalu mencoba mencari celah untuk bisa masuk ke dalam obrolan.
junior tampak murung setelah menerima telfon dari ibunya yang mengabari kepergiannya besok.
"apa ibumu masih sakit?" tanya Andre.
"tidak" junior tampak tidak ingin banyak berbicara.
jika ayahnya tidak membawanya pergi hari ini, ia pasti bisa pergi bersama mereka atau setidaknya ibunya tidak pergi.
"lalu wajahmu?"
"ayah, ibu dan dadi akan ke Paris besok. mereka pergi berdua dan meninggalkanku di sini" keluh junior.
"pamanmu pasti ada alasan kuat untuk kembali ke paris.di sini ada ayah dan Tante Clara yang menemanimu"
"Mmm, besok kita bisa berkeliling bersama. bagaimana?" Clara memberi ide untuk bisa menarik perhatian junior.
junior sudah akan menolak tapi melihat tatapan penuh harap di mata ayahnya, dengan berat hati ia menyetujuinya.
"baiklah"
"bagus, sekarang beristirahat lah. besok kan sekolah" kata Clara.
junior berjalan ke kamarnya meninggalkan Andre dan Clara di ruang nonton.
"dia sangat sulit di dekati" keluh Clara dengan senyum kecut di bibirnya.
"tidakkah kau lihat dia sama sepertiku" ujar Andre.
dalam hal sulit di dekati, junior jauh lebih sulit. Andre memang tidak mencintainya tapi setidaknya ia masih bersikap sopan dan ramah tapi junior seperti anak yang anti sosial.
clara justru berpikir junior lebih mirip Ilham yang sama sulitnya untuk di dekati.
citra yang tumbuh bersamanya di Bali bahkan hanya bisa mendengar kata maaf dan terimakasih selama pertemanan mereka yang mencapai empat tahun.
"tidak. dia lebih seperti kak Ilham. apa kau lihat hidung, mata, alis bahkan warna kulitnya mirip dengan kak Ilham? apa kau yakin dia anakmu?"
"aku juga mirip dengan Ilham, jadi wajar jika wajah anakku mirip dengan dia juga. mengenai warna kulit, dia mengikuti ras ibunya" Andre membela diri.
dalam pikirannya, ia sendiri tidak yakin dengan ucapannya. tapi ia tidak berpikir bahwa Meri akan berselingkuh waktu itu.
tinggal serumah dengan Ilham tidak lantas membuat mereka tidur bersama walau faktanya Ilham benar-benar tidur seranjang dengan Meri waktu itu untuk memantau kondisinya setiap saat.
"ah iya, sepertinya aku salah" kata Clara.
"bukan sepertinya tapi kau memang salah" Andre membenarkan redaksi kalimatnya.
mereka menghabiskan malam itu untuk berbincang-bincang sejenak kemudian kembali ke kamar.
apartemen itu terdiri dari dua kamar. karena junior tidak ingin tidur dengan ayahnya, Clara terpaksa tidur bersama Andre.
bisa di katakan itu anugerah baginya. setidaknya ia tidak akan di anggap penggoda karena ia adalah korban. kamarnya di ambil alih jadi ia harus menumpang. malam ini, ia akan mencoba untuk merayu Andre.
sejak berpisah dari Meri, pria yang dulunya terkenal playboy itu seperti beruang kutub yang hibernasi.
jangan tidur dengannya, bahkan untuk mencuri ciumannya sesulit memindahkan gunung Everest ke Padang pasir.
benar saja, sepanjang malam mereka hanya berpelukan tanpa kelanjutan apapun dan tertidur karena lelah menanti kapan Andre akan memulai.