Suasana di menara eifel saat menjelang malam sangat kontras dengan cahaya lampu. Keramaian tak pudar tergerus cahaya mentari yang mulai redup. Mereka yang datang bersama pasangan memenuhi setiap sudut pandangan. Menara eifel sudah menjadi ikon bagi kota paris yang terkenal sebagai kota romatisme.
Meri berjalan-jalan di sekitar menara tapi tak berniat untuk naik, itu sangat menyakitkan berada di ikon romantis tapi tak bersama seseorang yang bermakna. Dia memilih pergi setelah puas mengitari menara.
Sebelum pulang, dia meminta bibi grace untuk menemaninya ke pont des art yang terletak di jembatan di atas sungai seine yang menghubungkan university de france dan louvre museum. Jembatan yang terkenal dengan tradisi gembok cinta.
Dengan mengunci gembok, menulis nama dan membuang kuncinya di sungai seine dipercaya akan membuat hubungan yang terjalin menjadi langgeng. Meri meminta bibi grace membeli gembok dan meminta pulpen karena dia saat ini tidak memiliki uang sepeserpun.
Bibi grace dengan senang hati membelikannya, ia bahkan membeli dua gembok untuk meri. Meri mengambil satu, menguncinya di pagar jembatan kemudian melempar kuncinya ke sungai. Bibi grace memberikannya satu gembok lagi tapi meri menolaknya. Baginya hubungannya saat ini hanya satu dan tak akan terganti. Dia berharap keajaiban dari tradisi ini benar-benar fakta dan bukan hanya sekedar isapan jempol.
Mereka kembali ke rumah setelah membeli makanan tak jauh dari tempatnya mengikat hubungannya di bawah tradisi masyarakat paris.
Andre yang sedang merasa suntuk, memilih berjalan-jalan untuk mencari udara segar. Dia berjalan menyusuri pinggiran sungai hingga tiba di jembatan yang dipenuhi dengan gembok warna-warni dengan berbagai ukuran.
Matanya tertuju pada gembok berwarna biru merah, itu perpaduan warna kesukaannya dan warna favorit meri. Gembok yang berada di tiang jembatan paling tengah dan paling atas menandakan gembok bahwa itu baru saja di letakkan di situ.
Berjalan perlahan mendekatinya dan melihat tulisan yang berada di gembok itu. Seketika jantungnya merasa berdetak lebih kencang menatap tulisan indah itu. Gembok tanpa nama, hanya sebuah pesan yang menyiratkan permohonan.
"find me please, you'r super girl"
Andre menatap tulisan itu dengan cermat, itu panggilannya kepada meri yang selalu membantu orang lain.
"jika dia yang menulis, itu artinya dia berada di sini" andre memutar pandangannya mencari sosok yang dia rindukan.
Dia berkeliling kepada seluruh penjual gembok yang berada di sekitar dan menunjukkan foto meri dan foto gembok yang bertuliskan permohonan itu. Tapi lagi-lagi kekecewaan yang harus dia alami. Penjual itu mengatakan dia yang menjual gembok itu, tapi pembelinya bukan wanita di foto yang di tunjukkan andre.
"wanita itu berwajah khas wanita paris. Dia juga sudah berumur, bukan wanita ini" ujarnya sambil menunjuk foto meri di ponsel andre.
Andre harus menelan pahitnya kecewa ketika harapannya di patahkan. Tapi kemudian penjual itu mengatakan bahwa wanita itu tidak datang sendiri, dia datang berdua dengan seorang wanita.
"apa kau melihat wajahnya?" tanya andre.
"tidak, dia menggunakan masker dan topi. Dari yang kulihat sepertinya kepalanya terluka karena itu dia menutupinya" lanjut pria itu.
Andre semakin yakin wanita itu meri setelah menanyakan ciri-ciri wanita itu dan semuanya cocok.
Tak ingin kehilangan kesempatan lagi, andre menghubungi jessie untuk memberitahu jika meri benar-benar berada di paris dan baru-baru ini mengunjungi pont des art.
Jessie yang mendapat kabar itu seakan terbakar semangat, akhirnya ada sesuatu yang bisa membawa mereka mendekat ke tujuan. Tak buang waktu jessie langsung menghubungi staf dan kepala divisi lain untuk mulai melakukan pencarian.
Sementara itu, meri yang baru tiba di perumahan mewah ilham dengan kantong makanan di tangannya menerobos masuk ke kamar ilham. Dia ingin mengucapkan rasa terima kasihnya karena sudah percaya dan membiarkannya keluar dari kandang emasnya.
Tak mendapati pria itu di kamarnya, meri berjalan lesu menuju bilik kamarnya. Dia begitu bersemangat tadinya, ia pikir ilham malam ini tidak pulang itu sebabnya dia di bebaskan sejenak.
Saat membuka pintu dan menatap sosok yang duduk di sofa, meri terdiam kaku mematung.
"kau sudah pulang" ilham berdiri dan melangkah mendekati meri, langkah demi langkah dan semakin dekat.
Tak ada jarak lagi di antara mereka. Ilham menyandarkan dagunya di bahu meri merasakan lega bisa melihat wanita itu lagi.
Meri yang sudah sering berada di pelukan ilham merasa kali ini ada yang berbeda. Pelukan ilham terasa begitu hangat dan berat, pria itu seakan tak memiliki tenaga.
"istirahatlah, kau pasti lelah" seperti menjadi rutinitas, ilham mencium bibir dan dahi meri dengan ciuman singkat dan melangkah pergi meninggalkan meri yang masih sibuk menghapus bekas ciuman itu.
Setelah merasa bersih dan berganti pakaian piyama hitam dengan motif mickey mouse, meri menuju kamar ilham dengan makanan di tangannya. Dia membeli macaron warna warni saat tak sengaja melihatnya di sebuah toko kue ketika perjalanan pulang.
"ilham, apa aku boleh masuk?"
Tak ada jawaban setelah beberapa kali mengetuk, meri memutar gagang pintu dan melihat sosok pria tampan dengan tubuh jangkung itu berbaring di ranjang berselimut putih seperti bayi yang baru lahir. Dia begitu lembut di pandang ketika tertidur, wajahnya yang putih bersih dan sudut bibirnya yang sedikit terangkat seakan dia tersenyum bahkan ketika tertidur.
Itu pemandangan langka karena saat dia terbangun, bibir dan ekspresi di wajahnya menjadi datar tak bisa di tebak. Meri memperhatikannya sekilas dan menangkap bulir bening di dahinya.
Setelah memeriksanya, dugaannya benar 'dia demam' batin meri.
Mengompres adalah salah satu yang bisa dia lakukan saat ini, dia segera berdiri namun tangan kekar yang kini mulai lemah itu menahan lengannya.
Meri menepuk lembut punggung tangan itu. "aku hanya pergi mengambil kompresan, tidak akan lama" perlahan genggaman itu mengendur.
Dapur di penuhi dengan pelayan yang membersihkan atau sekedar menunggu pukul sepuluh agar bisa beristirahat. Tak satupun dari mereka yang menguasai bahasa inggris jadi meri mengambil baskom dan mengisinya dengan air panas dan dingin agar menjadi hangat. Mengambil handuk yang berada di badrobe.
Tak sengaja bertemu dengan bibi grace di tangga, meri memintanya membuatkan bubur dan sup untuk makan malam ilham.
Pria itu sedang sakit, dia pasti melewatkan makan malamnya.
"bibi grace, bawakan bubur dan sup dua porsi tapi letakkan dalam satu mangkuk saja dan tolong buatkan teh jahe hangat"
Setelah mengucapkan pesanannya, meri kembali ke kamar ilham dan melihatnya semakin dalam membenamkan diri di selimutnya.
Dengan telaten dan sabar meri mengompres dahi pria itu, dan mengganti dengan kompresan yang masih hangat jika ia rasa sudah mulai dingin.
"apa kau mau aku panggilkan dokter lucee?" tanya meri saat melihat ilham menatapnya.
"tidak perlu. Dokter terbaik sedang merawatku sekarang"
Pujian seperti itu sudah sering meri dengar dari bibir andre, tapi mendengar pria kasar di hadapannya ini berbicara dengan nada lembut dan pujian, hati meri merasakan sesuatu yang berbeda. Perasaannya itu tergambar jelas di pipinya yang mulai merona seakan panas terbakar.
Enggan untuk menanggapi, dia hanya fokus melakukan pekerjaannya.
"meri, jika suatu hari dia datang menjemput mu. Apa kau akan ikut dengannya dan meninggalkan aku lagi?"
Deg
Pertanyaan yang sulit itu terlontar pada situasi yang tidak menyenangkan, itu terlalu canggung jika dia menjawab iya walau itulah yang dia pikirkan. Sudut hatinya merasa berat mengatakan itu disaat ilham sedang terpuruk dalam kondisi lemah tak berdaya.
Harapannya kini adalah akan ada seseorang yang muncul dan memecah suasana kikuk itu.
Tok tok tok
Suara pintu di ketuk membuyarkan pikiran meri dan membuatnya membuang nafasnya. Dia merasa lega setelah beberapa detik menahan nafas karena canggung.
"masuk"
Bibi grace masuk dengan semangkuk sup dan bubur serta teh di baki yang ia pegang.
"terimakasih, bibi grace tolong panggilkan lucee kemari"
"tidak perlu, kau boleh keluar" ilham memotong perkataan meri. Dengan suara lemah namun menyiratkan ketegasan di matanya.
Hanya mereka berdua yang berada di ruangan itu membuat meri salah tingkah. Dia tidak tahu harus berkata apa.
"kau harus makan. Aku akan membantumu"
Meri membantu menyandarkan ilham pada kepala ranjang, tapi dia terjatuh karena kini pinggangnya di rangkul pria di hadapannya itu yang kini membenamkan wajahnya di dada meri.
Begitu dekat hingga dia bisa mendengar detak jantung meri yang mulai kacau. Perasaan yang tak sewajarnya bagi seorang wanita yang sudah memiliki suami.
Agar tak menindih ilham, ia menahan berat badannya dengan bertumpu pada kedua lengan yang berpegangan pada kepala ranjang.
"aku berharap kau akan tetap memilihku nanti jika kau di haruskan memilih di antara kami"
Meri mendadak bingung, dia tidak bisa mengatakan iya karena dia mencintai andre. Jika dia mengatakan tidak akan, entah apa yang akan terjadi pada hubungan persahabatan mereka.
"kau, aku dan dia bisa hidup berdampingan. Kita bukan musuh tapi sahabat sejak lama" hanya itu kalimat yang terlintas di pikirannya.
Refleks, meri membelai kepala ilham dengan satu tangannya untuk menenangkan pria itu. Walau ilham berada tepat di atas dadanya, meri sangat tahu otak pria itu tidak pernah kotor. Dia tidak akan bersikap berlebihan ketika berada di dekat meri.
Dalam waktu satu bulan saat dia menjalin hubungan kekasih dengan ilham, pria itu bahkan tidak pernah memeluknya, mereka hanya bergandengan tangan dan tidak pernah lebih dari itu. Ilham lebih dewasa daripada andre saat itu, pemikirannya jauh lebih bijak dan itu tercermin dalam semua tindakannya.
Saat memutuskan menjauh dari kehidupan meri, itupun sudah ia pertimbangkan. Tak akan baik bagi meri yang masih muda jika harus menentang keluarganya. Ia memilih mengalah karena yakin jika dia jodohnya maka akan ada jalan bagi mereka untuk dipertemukan. Dan jalan itu terbuka saat meri berada di jakarta dan tak sengaja tertangkap oleh mata ilham.
"aku hanya ingin menyimpanmu untukku dan tidak berniat berbagi dengannya atau siapapun itu. Apa kau akan lari sekarang?" ilham melepas pelukannya dan menyandarkan tubuhnya agar bisa menatap meri yang merapikan pakaiannya yang terasa kusut setelah pelukan itu.
"jika aku lari, apa kau akan membiarkanku?"
"tidak akan"
"jika begitu jangan bertanya. Sembuhlah secepatnya agar kau bisa menjagaku agar tidak melarikan diri" meri menyuapi ilham dengan tatapan lembut.
Tak ada raut kecewa di matanya mendengar ilham tak akan membiarkannya lari begitu saja karena dia sudah tahu itu yang akan dia dapatkan. Dia memberikan senyum termanisnya untuk menyemangati pria itu.
Setelah menyuapi ilham, meri kemudian menyuapi dirinya sendiri. Dia juga lapar karena berkeliling dan melewatkan makan malamnya. Dia hanya makan jajanan pinggir jalan ketika di luar.
Ilham mengernyitkan dahinya melihat meri menggunakan satu sendok berdua. Dia tidak tahu jika meri sama sekali tidak merasa itu hal yang aneh. Baginya, berbagi liur ketika kau makan pada sendok yang sama berbeda dengan jika kau berbagi saat berciuman.
"apa kau mau mencobanya?" tanya ilham
"apa?"
Meri nampak bingung dengan pertanyaan ilham yang ambigu. Ia sama sekali tidak mengerti maksud kata mencobanya yang ia dengar.