Alena mengerang sambil membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, badannya begitu terasa letih dan terasa sakit disetiap sendi. Alena tetap terbaring, matanya menerawang mengingat-ingat apa yang telah terjadi, tapi belum juga ingatannya ngumpul Ia merasakan ingin buang air kecil. Secara refleks Alena langsung bangun. Tapi begitu Ia bangun rasa sakit langsung menyerang bagian vital tubuhnya. Alena langsung menghempaskan kembali tubuhnya ke belakang sambil berteriak kesakitan.
Para pelayan yang berdiri berjajar menunggu Alena terbangun serentak memburu Alena, bahkan Cynthia yang sedang duduk tertidur di samping Alena langsung terbangun kaget.
"Aakh... sakit sekali, Apa yang terjadi??" Alena menggeliat-geliat mencoba mengusir rasa sakit yang menyerangnya. Tapi malah semakin terasa perih. Tidak dapat ditahan Alena langsung mengamuk. Para pelayan berusaha menahan tubuh Alena, tapi sebagian mereka malah terjungkal kena tendang dan kena tampar.
Alena tiba-tiba teringat yang membuat sakit dirinya adalah Nizam. Maka Ia langsung berteriak histeris.
"Panggilkan Nizam ke sini cepat, Panggilkan si keparat itu ke sini!!! Aku akan membunuhnya dengan kedua tanganku sendiri" Suara Alena melengking membuat semua pelayan semakin panik.
"Panggil yang Mulia, cepat panggilkan" Seorang pelayan berteriak gugup. Ia sudah kena tendang dua kali. Alena benar-benar bagaikan orang yang sedang kesurupan. Ia semakin gila ketika menyadari semakin Ia mengamuk rasa sakit pada tubuhnya semakin berdenyut menyakitkan.
Cynthia langsung berinisiatif mengangkat telepon. Nizam yang baru saja sarapan langsung bangkit dari duduknya. Bagai terbang Ia berlari keluar ruangannya. Rambutnya masih basah karena Ia baru mandi besar. Ia tidak memperdulikan para pengawalnya yang ikut berlari mengejarnya dibelakang.
Begitu sampai didepan pintu gerbang Istana Mutmainah Ia sudah mendengar teriakan Alena. Nizam semakin gugup Ia segera berlari bagai dikejar hantu. Hingga sekejap Ia sudah berada dikamar pengantin. Melihat Nizam para pelayan langsung melepaskan Alena dan menepi ke samping. Alena langsung beringas menatap Nizam yang baru datang. Nizam menelan ludah ditatap Alena yang tampak begitu buas bagai harimau kelaparan melihat mangsa di depan matanya.
Alena bangkit dari tempat tidur dan seakan lupa dari rasa sakitnya.. Ia berjalan menghampiri Nizam lalu. "Plak!!! Suara tamparan Alena dipipi Nizam terdengar menggema. Kepala Nizam sampai langsung terasa pusing saking kerasnya tamparan Alena. Semua pelayan langsung memekik melihat Pangeran Putra Mahkota yang Mulia ditampar. Bagaimana bisa Yang Mulia ditampar karena selama ini Ia dijaga bagai benda yang paling berharga di Kerajaan Azura.
Nizam sesaat terdiam sambil memegang pipinya yang terasa panas. Ia kemudian memalingkan kepalanya ke arah pelayan dan berkata dengan cepat.
" Tutup semua pintu keluar!!! jangan sampai kejadian ini terdengar keluar. "Suara Nizam terdengar sangat tajam. Para penjaga langsung menutup semua pintu akses ke istana Muthmainnah.
Usai memberikan perintah Ia langsung kembali memalingkan wajahnya ke arah Alena tapi sambil menutup mukanya oleh kedua tangannya. Karena Ia melihat Alena mulai mengayunkan kembali tangannya hendak menampar lagi. Melihat suaminya malah menutup wajahnya Alena makin kalap.
"Kamu manusia paling rendah yang ada dimuka bumi ini. Bagaimana bisa kau menyakitiku seperti itu." Kata Alena sambil memukuli Nizam membabi-buta.
"Alena...sayangku maafkan Aku, Tolong jangan memukul wajahku, Alena pukul Aku ditempat yang lain, Nanti Kamu kena marah Rakyat Azura.."Nizam berusaha menghalangi wajahnya dari amukan Alena. Ia benar-benar khawatir pukulan Alena akan berbekas pada wajahnya. Padahal siang ini Ia harus konferensi pers tentang pernikahannya. Bagaimana bisa Ia muncul di depan publik dengan wajah babak belur karena dihajar Istrinya sendiri.
"Aaa.... rakyat mu orang gila semua, Bagaimana bisa mereka diam ketika semalam kau hampir membunuhku. Aku akan buat rusak wajahmu sampai setan pun takut melihat mu" Tangan Alena terangkat tapi kemudian tertahan karena para pelayan mencoba memegangi kedua tangannya lalu menariknya ke belakang. Nizam yang merasakan pukulan Alena berhenti Ia membuka tangannya dari mukanya yang tampan.
Melihat istrinya dipegangi para pelayan. Nizam langsung murka. "Siapa yang menyuruh kalian untuk ikut campur?? Mundur Kalian!!" Suara Nizam terdengar mengerikan. Para pelayan sontak melepaskan pegangannya pada Alena. Alena merasa pegangan tangan para pelayan itu lepas dan langsung maju kali ini kakinya melayang dan..
"Bukh..." dengan telak kakinya menendang kemaluan Nizam. Nizam langsung jatuh sambil berlutut..Ia KO. Mukanya pucat pasi nafasnya tersengal-sengal. Sakitnya bukan alang kepalang. Ia merasa nafasnya langsung sesak.
Melihat Nizam yang jatuh berlutut sambil pucat pasi. Alena tersenyum puas. "Aku berikan apa yang Kau minta..Bukankah Kau yang meminta Aku tidak memukuli wajahmu" Nizam tidak bisa menjawab. Bagaimana Ia bisa menjawab kalau bernafas saja Ia merasa sesak. Alena lalu membalikkan badannya mau pergi ke kamar mandi. Tapi kemudian Alena berbalik lagi, Nizam yang mencoba bangkit sambil tetap memegangi kemaluannya yang terasa sangat sakit terkesiap, Ia takut Alena mau menghajarnya lagi. Tapi untungnya Alena cuma mengancamnya.
"Kalau Kamu berani mendekatiku lagi, Aku potong milikmu seperti kalian memotong milik para Kasim" Kata Alena sambil pergi tertatih-tatih, walau rasa sakit masih terasa tapi Ia puas sudah menghajar suaminya.
Para Pelayan yang menatap kejadian yang luar biasa hanya berdiri terpaku menyaksikan kejadian yang begitu cepat. Tapi melihat Nizam yang berusaha bangkit sambil mengerang kesakitan menyadarkan mereka. Mereka langsung memburu Nizam dengan panik.
"Ya Tuhan..yang Mulia, Bagaimana ini? Apa perlu Kami memanggil dokter" Seorang pelayan berkata sambil menangis.
"Jangan beritahu siapapun tentang kejadian ini, Kalau sampai Majelis Kerajaan tahu, Aku tidak bisa menolong nasib Alena" Nizam berusaha bangkit sambil bertumpu pada tangan seorang pelayan.
"Tapi yang Mulia bagaimana kalau terjadi apa-apa dengan Yang Mulia, Izinkan Kami memanggil dokter untuk memeriksa" Seorang Pelayan bersikeras dokter. Ia benar-benar ngeri kalau sampai nanti alat reproduksi Nizam tidak berfungsi dengan baik karena tendangan Alena. Bisa hancur masa depan Azura.
Nizam hanya mengangguk lemah. Ia setuju dengan pendapat pelayan itu. Ia bukannya khawatir dengan nasibnya tapi Ia khawatir dengan nasib Alena. Kalau sampai ada apa-apa dengan miliknya maka nasib Alena akan berakhir ditiang gantungan.
"Panggilkan dokter untukku, bilang saja Putri Alena butuh dokter" Kata Nizam sambil tetap meringis menahan sakit.
Pelayan itu segera berlalu tapi setelah beberapa langkah kemudian Ia balik lagi, Ia teringat akan sesuatu.
"Ampuni hamba yang Mulia, Tapi dokter yang akan dipanggil apakah dokter laki-laki atau perempuan. Karena kalau bilangnya kita butuh dokter untuk Tuan Putri Alena maka yang dipanggil pasti harus dokter wanita."
Nizam langsung terdiam kebingungan. Akhirnya daripada Istrinya celaka maka sambil berat hati Nizam berkata. "Panggilkan saja dokter wanita" Pelayan membungkukkan badannya memberi hormat lalu segera berlalu.