Ruangan yang berukuran cukup besar itu tampak sedikit gaduh. Beberapa orang terlihat mondar mandir, ada yang sibuk dengan laptopnya, ada juga yang kelihatan sibuk menulis di atas kertas dan ada yang tertidur di barisan paling belakang. Ruang kelas yang berisi hampir empat puluhan mahasiswa itu terlihat penat, keringat sebesar biji jagung mengalir begitu saja. Eiverd hampir kewalahan mengatasi mereka. Terlihat dia melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Waktu yang tersisa kurang dari lima belas menit, itu artinya dia akan segera bebas dari kepenatan kelas serta serangan pertanyaan dari para mahasiswanya.
Setelah memeriksa absen, mengumpulkan tugas para mahasiswa, lelaki berkulit agak gelap itu melangkah keluar dengan wajah kelelahan serta bunyi bising di perutnya.
Eiverd menaruh tumpukan tugas mahasiswanya di atas meja dan menyambar telepon genggam serta dompetnya. Dia harus ke kantin secepatnya. Rasa lapar itu terus menyiksanya.
"Lihat Nilam ngak? Atau dia belum selesai kelas?" Tanya Eiverd pada Lusy yang juga merupakan salah satu dosen di tempat dia mengajar.
"Sudah ke kantin duluan, dia nyuruh kamu nyusul." Jawab Lusy yang tetap fokus di depan komputernya.
Eiverd segera keluar menuju kantin, dia tampak berlari kecil. Hari ini jadwal mengajarnya memang agak padat, dan pagi tadi dia tidak sempat sarapan.
Kantin sudah ramai, maklumlah ini memang jam makan siang. Eiverd berusaha menemukan Nilam yang keberadaannya tenggelam dengan puluhan mahasiswa yang memadati kantin. Untunglah postur badan Nilam agak tinggi jadi tidak terlalu susah bagi Eiverd menemukan temannya itu. Setelah memesan makanan, dia berjalan menuju tempat dimana Nilam duduk.
"Kok lama sih?" Serang Nilam pada temannya itu. Sudah hampir setengah jam dia menunggu Eiverd, sampai rela menundah untuk makan duluan.
"Tau sendiri, lagi pembahasan kelompok. Dua jam seakan ngak berarti, apalagi kelompok presentasi ngak siap. Pas sesi tanya jawab, malahan aku yang kebanyakan menjawab pertanyaan kelompok lain." Eiverd mendengus, membayangkan betapa riuhnya kelas hari ini.
"Berhenti terlalu baik sama mereka. Mereka itu sudah mahasiswa bukan siswa lagi. Ajarin mandiri dong, jangan maunya di backup kamu terus." Nilam tampak protes dengan sikap Eiverd yang menurutnya terlalu lemah di hadapan mahasiswa.
Eiverd tidak menanggapinya lagi, dia terlalu lelah dan lapar untuk aduh argumen dengan temannya itu. Nilam memang tipe dosen yang cukup cuek dibanding Eiverd yang selalu mengikuti kemauan mahasiswanya.
"Satu hal lagi, jangan terlalu dekat sama mahasiswa perempuan. Ntar mereka baper baru tahu rasa."
"Maksud kamu?" Tanya Eiverd cuek, seakan tak mengerti arah pembicaraan Nilam.
" Aku cuman kasihan sama Zia."
Eiverd tampak terkejut dengan apa yang dikatakan Nilam. Bagaimana temannya itu bisa tahu dia berhubungan dengan Zia? Tapi melihat raut wajah Nilam yang tanpa ekspresi membuat kegugupan Eiverd sedikit berkurang.
"Aku bukan anak kecil, hmmmm lebih tepatnya anak kecil pun tahu kalau kalian itu pacaran." Nilam melanjutkan serangannya.
"Kamu tahu darimana kami pacaran?" Tanya Eiverd yang semakin penasaran.
"Ngak usah nanya aku tahu darimana, yang terpenting sekarang kamu punya tanggung jawab untuk menjaganya, terlebih khusus hatinya." Ujar Nilam dengan menepuk bagian dada kirinya.
Eiverd hanya terdiam, sudah dua hari ini dia tidak mengabari Zia.
Untung saja makanan mereka datang, itu artinya percakapan mereka kemungkinan besar tidak akan berlanjut, dan Eiverd lega dengan hal itu.
Mereka makan tanpa berbicara sepatah katapun. Keheningan itu berakhir ketika handphone Eiverd berbunyi menandakan ada pesan masuk.
"Jangan lupa makan siang yah"
Sebaris kalimat itu membuat senyum mengembang di sudut bibir Eiverd.
"Dari Zia?" Tanya Nilam yang tak sengaja memperhatikan tingkah temannya itu. Eiverd hanya tersenyum penuh arti.
Suasana kantin masih ramai ketika mereka pergi. Bunyi dentingan pertanda pesan messenger masuk berasal dari handphone Nilam.
"Lam, Eiverd emang lagi sibuk banget yah? Udah dua hari dia ngak ngasih kabar. Dia baik-baik aja kan?"
Pesan itu cukup membuat Nilam tercengang bahkan bingung. Dia menatap temannya yang sekarang lagi sibuk sms-an itu.
Banyak hal yang masih menjadi rahasia! Batinnya.