Setelah menghadapi kekuatan yang mengancam itu, Smile berusaha tak melihat wajah di balik tudung secara tidak sadar, seakan ada lubang jahat tersembunyi di baliknya. Dia bahkan berpikir kalau si penyihir di depannya mungkin pengguna sihir hitam.
Setelah memakai Ice Revenger, cincin itu terus memasukkan aliran dingin secara stabil ke tubuh Lucien. Aliran dingin ini memperkuat tekadnya. Di saat yang sama, Lucien juga dapat merasakan ketegangan di udara yang dihasilkan oleh cincin ini.
Dengan Ice Revenger, Lucien dapat kebal terhadap semua sihir level murid yang bekerja di pikirannya. Pada saat yang sama, orang yang memakai cincin ini dapat memiliki kekuatan Frightful Presence. Ini membuat orang-orang disekitarnya merasa takut. Kekuatan tersebut biasa dimiliki oleh kesatria.
Tanpa meminta izin, Lucien memasuki ruangan dan menutup pintu di belakangnya. Di bawah tatapan waspada Smile, Lucien menarik kursi dengan santai dan duduk di atasnya. Dia lalu mulai berbicara lagi dengan suara parau yang dibuat-buat.
"Aku kenal si murid penyihir secara tidak sengaja. Dia membuatkan janji untukku agar bertemu dengan penyihir dari kantor pusat Kongres Sihir Kontinental. Aku harap bisa bertemu dengannya untuk menemukan negeri para penyihir. Negeri di mana penyihir dapat belajar sihir dengan bebas. Tapi sebelum pertemuan itu, dia meninggal, dan aku tak pernah punya kesempatan untuk bertemu penyihir itu. Aku berencana untuk bertanya pada pemuda bernama Lucien dengan pertanyaan yang sama juga, tapi burung hantumu sudah mendahuluiku."
Setelah dia tahu penyihir di depannya ini bukanlah musuh, Smile akhirnya tenang. Dia menggosok kedua tangannya dan mulai menjelaskan kenapa dia mencari si penyihir misterius.
"Aku bertemu dengannya beberapa bulan lalu dan aku mengundangnya ke pertemuan rahasia kelompok murid penyihir kami. Kemudian dia memberitahu kami jika dia bertemu seorang penyihir hebat dari Kongres. Menurut gambarannya, di negeri di mana Kongres diadakan, semua penyihir tidak perlu bersembunyi lagi. Sehingga kami sangat ... terdorong ..."
"Aku paham." Lucien mengangguk, "Kita penyihir, bukan tikus. Kita pantas menerima yang lebih baik dari ini."
Smile mengangkat kepalanya dan mulai merasa akrab pada pengunjung yang tak diduga ini. Para penyihir selalu paham perjuangan dan ketakutan yang sama-sama mereka rasakan. Karena menghadapi musuh yang sama, kebanyakan penyihir akan bersatu untuk saling membantu dan kabur dari pengejaran gereja.
"Ya, Pak. Kau pasti mengerti kegembiraan kami." Smile menundukkan kepala dan melihat tangannya lagi, "Kita juga memintanya mengundang penyihir hebat itu untuk datang ke pertemuan kami. Meski penyihir hebat itu tidak datang awalnya, si penyihir wanita membawa jurnal yang dinamakan Arcana dari si penyihir hebat untuk kami."
Lucien ingat jurnal itu. Itu pasti jurnal yang sama yang disebut di catatannya.
"Arcana?" Lucien berpura-pura tak pernah mendengar jurnal tersebut.
"Ya, Pak. Ketika dia pertama kali menyebutkan soal Kongres, beberapa dari kami tidak percaya. Setelah membacanya, kami semua mulai ingin pergi ke tempat itu. Jurnalnya tua, sangat tua ... Jurnal itu diterbitkan sekitar 25 tahun lalu. Tapi gagasan-gagasan dalam jurnal tersebut menakjubkan. Gagasannya di luar imajinasi kami ... seperti dunia baru." Wajah Smile tampak terlihat sedikit gembira.
Beberapa detik kemudian, Smile meneruskan dengan suara murung, "Tapi dia ditangkap gereja sebelum pertemuan kami selanjutnya. Aku tahu itu bahaya, tapi aku masih tidak ingin menyerah. Aku pindah dari Lily Ungu ke bar ini dengan harapan aku dapat menemukan petunjuk lain yang berhubungan tentang Kongres. Sebelumnya, aku takut jika gereja masih mengawasi tempatnya, jadi aku menunggu hampir sebulan, dan akhirnya mengirim Doro ke sana malam ini."
Lucien melihat ekspresi Smile berubah-ubah – gembira, heran, sedih, dan putus asa. Dia sangat yakin Smile tak bohong. Setelah mendengar penjelasan Smile, Lucien merasa sedikit kecewa. Dia tadi berharap kalau Smile mungkin tahu sesuatu mengenai Kongres itu.
"Kematiannya membuat kami sedih." Lucien berkata perlahan, "Aku takut penyihir hebat yang kau bicarakan mungkin tertangkap bersama si penyihir wanita itu di saat yang sama. Seorang penyihir di kantor pusat dapat menarik perhatian gereja dengan mudah."
"Kurasa begitu ..." Smile mengangguk dengan sedih.
"Sungguh tragedi!" teriak Doro, si burung hantu.
"Smile, boleh aku lihat jurnalnya?" Lucien ingin lihat apa dia bisa menemukan informasi di dalamnya.
Smile menggelengkan kepala dan menjawab, "Maaf, Pak. Jurnalnya tidak di sini sekarang. Kami bergiliran membaca. Jurnal itu sangat sulit dipahami oleh murid penyihir seperti kami. Tapi kurasa untuk penyihir sejati sepertimu, itu tidak akan jadi masalah."
Kekuatan cincin membuat Smile mengira Lucien adalah seorang penyihir—setidaknya—lingkaran pertama atau kedua, bukan seorang murid seperti dia. Mengenai asumsi Smile, Lucien tak mengakui atau menyangkal, karena rasa hormat Smile mungkin bisa memberikan keuntungan baginya.
"Jadi ... Jika kau tak keberatan, Pak," Smile bertanya dengan sedikit ragu, "Kau bisa bergabung dengan kami. Jurnal tersebut akan diteruskan kepada murid lain di pertemuan selanjutnya."
Lucien memikirkan kemungkinan resiko yang ada, tapi dia juga tak mau kehilangan kesempatan untuk menemukan kelompok murid penyihir di Aalto.
"Apa yang biasa kalian lakukan selama pertemuan?" tanya Lucien.
"Aalto adalah kota terakhir dari Kerajaan Sihir Sylvanas kuno. Masih banyak penyihir yang mengajar murid mereka diam-diam. Para murid berkumpul bersama untuk bertukar informasi, bahan sihir, dan sudut pandang. Kita bekerja bersama dan membantu satu sama lain." Smile menjelaskan.
"Oh, begitu ... Tapi gereja mengawasi kita sepanjang waktu. Bagaimana para pendiri bisa memulai kelompok ini awalnya?" Lucien ingin bertanya lebih banyak untuk memastikan ini bukan jebakan.
"Yah ... Ada beberapa kelompok murid penyihir. Kebanyakan murid di sini bergabung ke dalam salah satu kelompok, sedangkan ada beberapa yang bergabung ke lebih dari satu kelompok. Para pendiri dari kelompok kami awalnya bertemu secara tidak sengaja di hutan Hitam Melzer, saat mereka mencari bahan sihir yang sama." Smile menjawab dengan sabar, "... Aku tahu kau sangat hati-hati, Pak. Aku sangat mengerti. Kami semua merasakan hal yang sama saat kami pertama kali bergabung pertemuan kelompok. Kau akan tahu kalau kelompok ini sangat rahasia. Kecuali orang yang memberitahumu tentang pertemuan ini, kau hampir tidak bisa mengenali orang lain di sana. Karena kami semua berpakaian seperti caramu berpakaian saat ini."
"Jika kau bergabung, Pak, kami akan senang. Aku cukup yakin kau juga bisa menemukan apa yang kaubutuhkan di sana, setidaknya kami bisa coba bantu," tambah Smile.
Meski suara pria itu terdengar kasar, Smile merasa pria berjubah hitam ini bukan penyihir jahat, sebaliknya, dia terlihat cukup tenang dan pengertian. Jika kelompok murid bisa punya penyihir sejati sebagai anggota tetap, para murid, termasuk Smile, akan dapat banyak keuntungan darinya. Bahkan jika pria ini ternyata tak sekuat kelihatannya, Smile tak berpikir dia akan membahayakan kelompoknya.
Lucien terbujuk. Dia tahu kalau cepat atau lambat, dia harus menemukan kelompok daripada selalu bekerja sendiri. Ramuan sihir dan reagan itu juga terlalu menggoda bagi Lucien untuk menolak, "Baiklah ... Laboratoriumku rusak beberapa hari lalu, jika kelompokmu dapat menyediakan set lengkap peralatan laboratorium, aku akan sangat bersedia untuk pergi ke sana."
"Aku pikir itu bukan masalah, Pak." Smile menyeringai.
"Terima kasih, Smile. Lalu kapan pertemuan kelompoknya dan di mana?"
"Sabtu malam nanti," jawab Smile, "Pertemuannya akan diadakan di saluran pembuangan, tapi kami belum menyepakati lokasi spesifiknya. Tolong beritahu saya bagaimana cara menghubungimu saat kami sudah memutuskan tempatnya, Pak."
"Jangan adakan pertemuan di saluran pembuangan." Lucien memperingatkan Smile dengan serius, "Belakangan ini, gereja mengawasi tempat sangat ketat, jangan bertanya apa yang terjadi di sana dan kenapa aku tahu ini. Langsung katakan pada semua anggota kelompokmu untuk tidak ke sana akhir-akhir ini."
"Apa?!" Smile terkejut. Bahkan membayangkan apa yang terjadi pada kelompok penyihir murid jika dia tak bertemu penyihir misterius ini membuat jantungnya berdegup sangat kencang.
"Kita bisa membuat satu set kode terlebih dahulu. Saat kau sudah memutuskan kapan dan dimana pertemuan diadakan, cari rumah kedelapan yang berseberangan dengan bilik si penyihir yang telah dihancurkan. Tinggalkan kode rahasia di sudut dinding. Itu lebih mudah dan lebih aman bagi kita," ujar Lucien.
Rumah itu berada di sebelah tempat Bibi Alisa. Dengan cara ini, Lucien akan mudah untuk melihat kode tersebut saat berjalan menuju rumah Bibi Alisa.
Setelah menyetujui kode rahasia, Lucien berdiri dari kursi dan hendak pergi. Smile menghentikannya dan bertanya,
"Pak, bisakah kau memberitahuku nama samaranmu? Kami tidak menggunakan nama asli selama pertemuan."
Lucien berpikir selama beberapa detik dan menjawab, "Baiklah ... panggil aku 'Professor'."
Lucien membersihkan sedikit jubah hitamnya yang berdebu dan berjalan menuju pintu. Sebelum dia pergi, dia menoleh ke Smile, "Aku hampir lupa ... Aku mengerjakan percobaan baru-baru ini yang membutuhkan Jamur Mayat dan Revenant Dust. Aku kehabisan dua bahan ini. Jika kau bisa menyediakan beberapa, aku akan sangat senang."
Dia lalu membuka pintu dan melangkah keluar ruangan, "Selamat malam, Owl." Lucien mengangguk dengan sopan. 'Owl' adalah nama samaran Smile.
Smile menyaksikan si penyihir misterius menutup pintu dengan lembut dan mendengar langkah kakinya yang ringan menuju lantai bawah. Seperti mimpi, ruangannya sunyi kembali, seolah pria itu tak pernah ke sana.