Sholat maghrib selesai, dan suara tadarus Dinda pun juga sudah selesai dan bahkan dia dan ibunya sudah tak lagi ada di sana.
"Jadi Pak Sutarja anaknya cuma ada satu ini kali ya?" batin Mas Huda.
"Kalau begitu, saya langsung permisi sekarang ya Pak Sutarja," kata Mas Huda.
"Pak ... tamunya diajak makan sekalian gimana?" tanya Bu Ani.
"Tuh, sama istri Bapak diajakin makan malam sekalian. Yuk!" ajak Pak Sutarja.
"Waduh ... gimana ya Pak? Saya ...," sahut Mas Huda yang langsung dibantah oleh Pak Sutarja.
"Sudah ayo! Nggak baik lho nolak rejeki. Ayo dicicip dulu masakan istrinya Bapak. Kapan lagi kan? Kamu kasih rejeki sama Bapak?" sahut Pak Sutarja.
"Kok saya kasih rejeki buat Bapak?" sahut Mas Huda.
"Lho iya benar kan? Namanya kita kalau bisa memuliakan tamu itu, artinya rejeki? Iya nggak?" sahut Pak Sutarja.
"Wah ... Bapak ini," sahut Mas Huda sembari melihat jam di tangannya.
Pak Sutarja kembali merangkul Mas Huda untuk tetap mengikutinya ke ruang makan.