Abdul menyibukkan dirinya di kamar Yolanda dengan pekerjaan kantornya yang lumayan banyak. Sekertarisnya mengirimkan laporan perjalanan bisnis di perusahaan selama dirinya pergi untuk menemui istrinya.
Sedangkan Yola dan Fatih sudah berangkat ke kampus sejak pagi tadi diantar oleh sopir pribadi mereka.
Namun berbeda dengan Martin, Laki – laki dewasa ini sedang santai menyesap kopi hitam miliknya di dalam rumah pribadi miliknya yang hanya berjarak beberapa langkah saja dari rumah pribadi Yola dan Abdul.
"Aku benar – benar sudah gila, bagai mana mungkin aku mencintai gadis kecil seperti Yola, apa lagi dia gadis bersuami. Oh Astaga!" Martin menyandarkan dirinya di kursi ruangan pribadi miliknya.
"Selamat pagi, Tuan." Sapa Jason asistennya.
"Pagi Jason."
"Apa hari ini anda tidak ke kantor?" Tanya Jason yang merasa heran karena jam dipergelangan tangannya sudah menunjukkan jam 10 pagi namun sedari tadi bosnya itu tak bergerak sedikit pun dari ruang kerjanya bahkan pakaian yang dikenakan bukanlah pakaian kantor melainkan pakaian santai.
"Tidak."
"Baiklah, saya akan mengatur ulang jadwal anda."
"Hm."
"Bagai mana dengan tugas yang aku berikan padamu kemarin? Apa kah sudah kamu jalankan?"
"Sudah Tuan, saya sudah menyuruh orang – orang kita untuk mengintai pergerakan mereka."
"Bagus, aku yakin mereka saat ini sedang mengintai Fatih dan Yola, dan itu bisa membuat kita mempermudah menangkap mereka semua."
"Tapi kini yang menjadi taruhannya adalah nayawa Nona Yola dan Fatih."
"Mereka bisa mengatasi hal itu, aku sangat yakin."
"Apa kita harus menyuruh bodyguard kita menjaga mereka berdua?"
"Tidak perlu Jason, aku bahkan sangat yakin, mereka sangat kompeten, dan bisa menjega diri mereka sendiri."
"Tapi waktu itu?"
"Mereka hanya syok."
"Baiklah Tuan."
"Hm."
Martin kembali menikmati kopi miliknya, kemudian segera bangkit dan segera keluar dari ruangan pribadinya itu.
"Jason! Ikut aku sekarang!" Titah Martin.
"Baik Bos!" Tan pa banyak bertanya Jason me ngikuti langkah bosnya yang telah menggunakan jaket kulit dan celana jeans serta kaca mata hitam.
Sosok yang lain dari seorang Martin selain menjadi seorang pemimpin perusahaan raksasa, Ia juga seorang kepala Interpol, dan itu telah Ia tekuni sejak di bantu kuliah.
"Kita mau kemana bos?"
"Markas."
"Baik."
Sementara di kampus Yola dan Fatih mengikuti perkuliahaan dengan tenang tanpa ada gangguan sedikitpun. Hingga ponsel Fatih dan Yola bergetar menandakan pesan masuk di ponsel mereka.
[Kalian berhati – hatilah saat kembali dari kampus!] Martin.
Yola menarik nafas panjang, teringat pembicaraan mereka di markas Interpol beberapa hari lalu jika target para mafia itu adalah dirinya dan sepupunya fatih.
"Ya Allah, berilah kami keselamatan dan perlindunganmu."
"Yola!" Panggil Tania teman satu kelas Yola.
"Hai Tania."
"Apa kamu ada acara nanti malam? Aku ingin mengajakmu ke pesta ulang tahun temanku, kamu tahu temanku itu sangat mengangumi mu."
Yola tersenyum lembut, "Maaf aku tidak bisa, aku sudah ada janji."
"Yah, dia pasti kecewa karena kamu tak bisa datang ke acara ulang tahunnya."
"Maaf, aku benar – benar tidak bisa, bahkan sekarang ini aku haruspulang cepat."
"Kamu sudah ada janji ya?"
Yolanda tersenyum, "Ya begitulah."
"Boleh aku tahu kamu janjian sama siapa? apa jangan – jangan kamu sudah punya kekasih ya?" tebak Tania.
"Lebih dari sekedar kekasih." Jawab Yola lalu mengendong tas pungung miliknya.
"Hah! Yang benar saja, lebih dari sekedar kekasih? Apa kalian akan menikah? Apa kamu sudah punya tunagan?" cecar Tania.
"Aku sudah mengatakan padamu Tania, aku sudah menikah. Tapi kamu tak pernah percaya padaku."
"Bukannya tidak mau percaya. Tapi selama ini setiap kali aku bermain ke rumah mu, tak ada laki – laki lain selain Fatih, saudara kamu itu."
"Memang benar, suamiku tidak tinggal disini."
"Jadi kalian jarak jauh?"
Yola mengangguk mereka terus saja mengobrol hingga tak terasa mereka telah sampai di parkiran kampus.
"Baiklah, aku pulang dulu ya."
"Ok."
Yola segera menaiki mobil pribadinya setelah sang sopir membukakan pintu untuk dirinya, sedangkan Fatih masih ada kelas hingga sore, jadi terpaksa Yola pulang terlebih dahulu.
Yola tak sabar ingin segera sampai di rumahnya, tentu saja karena ada suami yang sedang menunggunya di rumah.
"Lebih cepat ya pak." Ucap Yola pada sang sopir.
"Baik, Non."
Yola kembali menatap ke luar jendela, awalnya Ia hanya ingin melihat pemandangan musim gugur yang sangat indah, dimana banyak daun beraneka warna berjatuhan di sekitar jalanan yang Ia lewati. Namun semakin lama Yola semakin curiga dengan mobil yang ada di belakangnya.
'Perasaan mobil itu dari tadi ngikutin aku, atau Cuma kebetulan kita searah ya?' Gumam Yola.
"Pak, dipercepat lagi pak." Perintah Yola pada sang sopir.
"Siap."
Yola kembali memperhatikan mobil yang ada do belakangnya dan benar saja, mobil itu mempercepat laju kendaraannya mengikuti gerak mobil yang ia naiki.
"Pak, sepertinya kita diikuti sama mobil di belakang." Ucap Yola pada sopirnya.
Sang sopir menatap mobil di belakangnya dan benar saja, mobil itu sedari tadi tak beranjak dari belakang mobil yang ia kendarai.
"Benar Non, kita sepertinya sedang di ikuti."
"Kita berhenti saja di depan."
"Tapi non…"
"Sudahlah, kamu ikuti saja perintah ku."
Sreettt.
Sopir Yola langsung mengerem mendadak saat ada mobil lain yang menyalip di depan mereka lalu sengeja berhenti mendadak. Terpaksa sopir Yola langsung mengerem mendadak.
"Kita di kepung, non."
Yola menyalakan alarm darurat yang langsung tertuju ke markasnya. Dan kebetulan saat itu Martin memang sedang berada di sana untuk meeting bersama anak buahnya.
"Kode darurat dari agen R001." Ucap salah satu anggota Interpol yang bertugas di bagian monitor darurat.
"Yola!" Martin langsung bangkit dan menyuruh anak buahnya untuk bersiap membantu Yola.
Sementara Yola turun perlahan dari mobil, namun tidak dengan sopirnya yang memang di suruh Yola untuk tetap berada di dalam mobil.
"Hati – hati, non." Ucap sang sopir lalu menekan nomor ponsel Abdul.
"Siapa kalian?" Tanya Yola dengan wajah tenang.
Para komplotan yang terdiri dari dua mobil itu hanya menyeringai.
"Kami hanya di perintahkan untuk membawamu, jadi bekerja samalah dengan kami dengan tidak melawan jika nyawamu ingin selamat." Kata laki – laki itu,
Yola tersenyum kecil, "Siapa yang memerintahkan kalian? Sampai aku harus ikut dengan kalian semua."
"Nanti juga kamu akan tahu siapa yang menyuruh ku."
"Tidak semudah itu kalian bisa membawa ku." Ucap Yola sinis.
Karena Yola terus menolak terjadilah baku hantam diantara mereka, Yola nampak santai menghadapi mereka, hingga Ia merasa kelelahan karena memang kondisi tubuhnya yang masih dalam perawatan.
Yola mundur ke belakang beberapa langkah namun Ia juga bersiap – siap untuk kembali menyerang.
"Ayo maju." Ucap Yola namun tak disangka, salah satu dari mereka menodongkan pistol kearah sang sopir yang sudah mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.
"Sial!" Guamam Yola.
"Sebaiknya kamu menyerah saja."Ucap salah satu anggota komplotan.
Yola terdiam sambil menatap tajam kearah anggota komplotan satau – satu dengan nafasnya yang memburu.
"Apa tidak ada cara lain selain menyerah?" Gumam Yola.
BUGHHH.
Sebuah kayu besar tepat mengenai sang sopir dan penodong dari arah tak terduga. Lalu sedetik kemudian terjadilah baku hantam, Yola menyeringai melihat siapa yang datang menyelamatkannya.