Selesai sholat berjamaah, Abdul dan Yola serta keluarganya duduk di ruang makan, untuk makan malam. Danil duduk di kepala meja, diikuti oleh Jelita dan Yola disisi kirinya, dan Abdul, Pak Karim serta Yusuf disamping Abdul.
"Silahkan dimakan, Abdul, Pak Karim, Yusuf jangan malu-malu. Anggap saja lagi makan di rumah sendiri." Ucap Danil.
"Lagi ga sayurnya?" Tanya Yola pada Abdul.
"Sudah cukup, terimakasih." Balas Abdul sambil tersenyum.
"Kemarin, ayah dengar dari Yola, katanya pesantren sedang membangun asrama putri. Bagaimana kelanjutannya?" Tanya Danil pada Abdul yang sedang mengunyah makanannya.
"Baru pondok putra yang sedang berjalan pembangunannya, untuk asrama putri sedang pengukuran tanah dan mencari desain yang pas." Jawab Abdul setelah menelan makannya, lalu kembali menyedokan nasi kemulutnya.
"Oh, besok ayah akan tambah uang untuk pesantren, agar bisa digunakan untuk membantu pembangunan asrama putri." Kata Danil.
"Terimakasih, ayah. Sebenarnya uang dari pada donator danjuga dari ayah sudah cukup untuk membangun asrama putri."
"Tidak apa-apa, Abdul. Ayah senang kok bisa membantu pesantren, semoga bisa menjadi bekal ayah dan bunda nanti di akhirat, Ya bun."
"Iya Ayah. Amiin." Jawab jelita.
"Amiin, Terimakasih ayah."
"sama-sama, Abdul."
"Oya, Kata istri saya, Pak Kari mini adik kelasnya dia sama Rey, benar kah itu?" Tanya Danil pada Pak Karim, yang langsung menatap Danil dan Jelita.
"Benar pak." Jawab Pak Karim, sambil nyengir.
"Wah, berarti Pak Karim kenal dekat sama Rey?" Tanya Danil lagi.
"Ya, saya kan ikut sama Almarhum Pak Kyai dulu, ayahnya Abah Sofyan, jadi lebih sering pergi mengikuti beliau, dan jarang bergaul dengan teman-teman di asrama, kalau pak Rey lebih dekat dengan Pak Sofyan, malah dekat banget."
"Pernah dengar kabar Farida ga, Pak?" Tanya Jelita pada Pak Karim.
"Ning Farida, sekarang ada di pinggiran kota, mengajar di sebuah pesantren yatim piatu disana, tapi sayangnya hingga kini dia belum menikah lagi." Terang Pak Karim.
"Kenapa ya?kasian sekali Farida."
"saya juga tidak tahu pastinya kenapa, tapi kata istri saya dia selalu menjauh dan menolak jika disuruh menikah."
"Ya Allah, ada masalah apa gerangan hingga Farida tidak mau menikah lagi?"
"Farida bukannya dia yang katanya dulu pernah dekat sama Rey bukan?" Tanya Danil.
"Iya Ayah, dulu orang tuanya menolak Rey, lalu Rey menikah dengan Humaira beberapa bulan kemudian."
"Oh, pantas Abah Sofyan dulu mencari-cari alamat Pak Rey tapi setelah didatangi katanya sudah pindah."
"Iya, dulu kami sempat pindah rumah karena rumah yang lama di renovasi, tapi setelah selesai kami pindah lagi kerumah itu kok."
"Pantas saja tidak ketemu, lha pas ketemu malah Pak Rey sudah menikah sama Bu Humaira malah sedang hamil, kala itu."
"Takdir dan jodoh itu sebuah misteri ya pak, tidak ada yang tahu." Ucap Danil sambil melirik Jelita, karena dulu Danil tak pernah mengira akan bertemu lagi dengan gadis pujaan hatinya, dan menikahinya.
Tak terasa acara makan malam telah selesai dengan selingan percakapan ringan mereka, kini mereka duduk di ruang keluarga, kecuali Yusuf yang mohon diri ke kamar untuk istirahat.
"Ngomong-ngomong Yusuf itu kelas berapa?"
"Sama kayak Mbak Yola, hanya saja umurnya lebih muda Yusuf satu tahun. Dia anaknya cerdas, Pak Danil." Jawab Pak Karim.
"Sudah kelihatan dari wajah dan sikapnya." Kata Danil.
"Iya, Pak Danil, kalau begitu saya permisi istirahat dulu pak." Kata Pak Karim mohon diri.
"Oya, silahkan Pak karim." Jawab Danil sopan.
Kini tinggal mereka berempat yang menempati ruang keluarga.
"Ayah, Abdul ingin menyampaikan sesuatu." Kata Abdul sambil menunduk.
"Katakan Abdul."
"Yola sudah menyetujui untuk berobat di negara A sembari melanjutkan kuliahnya disana, semoga saja besok ada kabar baik tentang hasil ujian akselerasinya."
"Alhamdulilah, tapi saya lihat kamu sedang sibuk sekali Abdul, apa kamu bisa meninggalkan pekerjaan kamu dan pesantren? Kasian juga Abah kamu kalau tidak ada kamu yang membantunya." Kata Danil sambil menatap Abdul.
"Maaf Ayah, ini yang akan saya sampaikan pada ayah, saya mohon maaf karena tidak bisa ikut tinggal di negara A, karena kesibukan saya yang tidak mungkin saya tinggalkan."
"Lalu Yola?"
"Yola tidak apa-apa ayah, nanti Yola disana sama Fatih, dia juga akan kuliah kedokteran di sana." Kata Yola.
"Fatih?" Tanya Danil.
"Ya, Fatih juga kuliah disana, kami berlima ikut ujian akselerasi, semoga kami bisa menyelesaikan kuliah kami dengan baik ayah., ayah doakan kami ya."
"Berlima?"
"Iya, Bang Jhon, Fatih, Fahri, sama Abdul juga ikut." Jawab Yola.
"Berarti tahun ini kamu kuliah juga Abdul?" Tanya Danil.
"Iya ayah."
"Semoga kalian dimudahkan dalam segala urusan." Ucap Danil.
"Amiin." Jawab Mereka serempak.
"Ya sudah tidak apa-apa Abdul, kalian memang waktunya untuk berjuang, meski harus berjauhan semoga kalian bisa tetap menjaga hubungan kalian dengan baik. Saling jujur dan saling percaya itu kunci utama hubungan jarak jauh." Pesan Danil.
"Iya ayah, semoga kami bisa melalui semua ujian dengan baik. Dan semoga Allah menjaga kami berdua dari fitnah,"
"Amiin."
"Ayah akan tetap membantu untuk biaya pengobatan Yola selama di negara A, Abdul. Tolong jangan di tolak." Kata Danil penuh harap, karena Ia juga kasihan dengan Abdul yang harus berjuang untuk dirinya sendiri, pesantren dan juga untuk Yola.
"Baik ayah, terimakasih. Ayah dan Abah sangat berbaik hati membantu kami."
"Itu salah salah satu kewajiban orang tua, Abdul. Melihat anaknya kesusahan mana ada orang tua yang tega membiarkannya."
"Terimakasih ayah."
"Sama-sama Abdul, ayah sudah sangat bangga denganmu, karena kamu benar-benar menjaga Yola, dan bertangung jawab penuh terhadap Yola, padahal perjanjian ku dan abahmu kamu dengar sendiri kan? Jika kami tetap akan membiayai biaya hidupmu dan Yola sampai kalian benar-benar bisa mandiri, tapi ayah tak menyangka jika kalian berdua sangat mandiri dan tak mau menyusahkan orang lain. Ayah benar-benar salut pada kalian, terutama padamu Abdul."
"Itu semua karena bimbingan orang tua Abdul, dan juga ayah." Jawab Abdul.
"Semoga kalian selalu bahagia, dan kelak di beri anak yang lucu-lucu dan pintar-pintar."
"AMiin." Ucap Jelita mendahului yang lain. Membuat semua jadi menoleh pada Jelita.
"Masih kelak bun, bukan besok." Ucap Danil sambil merangkul pundak Jelita yang duduk di sampingnya.
Yola dan Abdul hanya saling tatap, lalu sama-sama tersenyum malu, karena orang tua mereka selalu mengatakan perihal cucu.
"Besok juga ga apa-apa," Ujar Jelita sambil melirik pada Yola dan Abdul.
"Kalian masih tidur terpisah?" Tanya Danil.
Keduanya mengeleng "Tidak boleh sama Abah."
"Ya memang begitu, suami istri harus tidur bersama, agar rasa sayang it uterus terjaga."
"Iya Ayah." Jawab Abdul dan Yola.
"Sudah waktunya sholat isya, ayo kita sholat, lalu kalian istirahat, pasti kalian capek habis perjalanan jauh." Kata Danil. Lalu mereka mengikuti Danil kemushola untuk bergantian wudhu dan sholat berjamaah.