App herunterladen
68.42% Watashi no kowareta jinsei / Chapter 12: #13 KABUR DARI KENYATAAN

Kapitel 12: #13 KABUR DARI KENYATAAN

Di kota ini tidak ada 1 pun yang mengenal ku sebagai iblis. Aku bisa hidup tenang di kota ini. Tapi itu tidak berlangsung lama.

Saat ini aku membunuh teman ku sendiri. Aku yang membunuh, bukan karena kecelakaan.

Aku tidak bisa berhenti menyalahkan diri ku sendiri.

Saat ini aku tidak dapat menangis lagi. Entah kenapa aku tidak dapat mendengar diri ku sendiri menangis.

Tapi...saat Fujita mati. Apakah aku menangis?

Bila diingat ingat. Sepertinya aku menangis.

Sial! Bodohnya aku. Apakah ini kutukan atau apa? Kenapa sampai aku tidak bisa mengeluarkan suara tangisan seperti orang normal biasanya.

Kenapa? Kenapa aku tidak menahan rasa sedih ku. Mereka berdua meninggal di depan mata ku. Darah mereka muncrat ke badan ku. Darah yang mengenai badan ku itu menandai bahwa aku bersalah.

Di kamar yang gelap, aku duduk di kasur sambil menyalah nyalah kan diri ku sendiri. Suasana kamar menjadi sangat dingin dan suram. Tubuh ku mulai menggigil sedikit demi sedikit.

Tok..Tok..Tok...

Suara pintu kamar diketuk. Suara itu menggema di seluruh kamar. Aku tau itu pasti ibu mau minta maaf. Itu semua salah ku. Ibu sama sekali tidak bersalah.

Tapi... kenapa aku melampiaskan kemarahanku ke ibuku? Padahal itu semua salah ku.

"Kato.. ibu masuk ya!"

ucap ibu ku dengan suara yang cukup keras. Dia berfikir kalau suaranya di keraskan akan terdengar oleh ku dengan jelas. Memang benar itu terdengar jelas. Tapi itu terdengar terlalu jelas.

Suaranya terlalu besar hingga membuat telinga ku sakit.

"pergilah..."

"Kato?"

"pergilah...."

"Ibu boleh masuk kan?"

"jangan kesini...."

Ibu pun perlahan lahan membuka pintu kamar ku.

Sial... aku lupa mengunci nya. Dia membuka pintu kamar ku dengan seenaknya saja.

"Kato..."

Aku yang sedang menunduk menggerakkan mata ku perlahan lahan ke kiri. Aku mencoba melihat wajah ibu ku walau aku sebenarnya tidak menginginkannya.

Dari bawah kaki sampai ke kepala aku mengamati tubuh ibu ku. Saat aku melihat wajah nya aku sedikit terkejut. Rasanya seperti pertama kalinya aku melihatnya murung.

Rasanya ini sangat berbeda saat dia menangis di mobil. Saat dia menangis di mobil dia terlihat seperti sedang bercanda. Tapi saat ini dia terlihat sangat serius akan hal ini.

Dia terlihat sedang menundukkan wajahnya seperti ku. Sepertinya dia mendapatkan pukulan yang sangat keras saat aku memukul meja hingga bisa sesedih itu. Padahal setiap harinya dia selalu terlihat bahagia.

Bahkan di saat kematian ayahku dulu dia selalu menunjukkan wajah bahagianya. Walau dia nangis pun dia tidak pernah terlihat semenyedihkan ini. Sudah kuduga ini semua salahku.

"Kato..maaf kan ibu. Ini salah ib--"

"BUKAN! INI BUKAN SALAH IBU!"

Ibu ku pun terlihat terkejut saat aku membentaknya.

"Ibu ga bakal tau rasanya jadi aku. Aku ini 'Iblis' loh, 'Iblis'."

Saat aku berkata 'Iblis' yang kedua kalinya, Ibu ku mendobrak pintu kamar ku dan berlari ke arah ku sambil meneteskan air mata yang cukup banyak.

Saat dia mendobrak, aku cukup terkejut sampai aku menoleh kan kepalaku yang awalnya sedang menatap ke bawah seperti orang depresi.

Aku melihat ibu yang berlari ke arah ku. Di matanya terdapat banyak air mata yang menetes.

Dia langsung memelukku dengan sangat erat.

Saking eratnya aku sampai sesak.

"Ah! Ibu sakit!" ucap ku yang mencoba untuk melepaskan pelukkan ibu ku.

"Tidak!"

"Lepasin!"

"Tidak!"

"Apa maksud ibu 'Tidak'?"

"Tidak! Kamu salah! Dulu ibu juga merasakan hal yang sama dengan mu."

"Hah? Aku ga ngerti! Pokoknya lepasin!!" ucap ku dengan cukup keras.

"dulu..."

"Hah?!"

"dulu, ibu juga melihat kematian ibu ku di depan mata ibu sendiri. Ibu sangat takut saat itu. Ibu tidak bisa apa apa. Sejak lahir, ayah sudah tidak ada. Dan Ibu meninggal di depan mata ibu."

Mendengar itu aku sangat terkejut. Yang awalnya aku mencoba melepaskan ibu ku dari pelukannya, aku pun mulai mengalah dan membiarkan ibuku.

"Sejak saat itu ibu selalu mencoba menyembunyikan kesedihan ibu. Hingga kematian bapakmu juga aku sama sekali tidak menunjukkan kesedihan ibu sama sekali. Sejak saat itu juga ibu dapat julukan 'Ibu dari seorang Iblis' karena sama sekali tidak terlihat sedih saat bapakmu meninggal. Maaf Kato.. maafkan ibu."

Oh iya benar. Saat itu tidak hanya aku yang di beri julukan iblis. Ibu ku juga mendapat julukan yang sama. Yaitu 'Ibu Iblis'.

karena sangat takut dari orang orang, aku memeluk ibu dengan sangat erat di depan makam ayah ku. Dan di saat aku memeluk ibu dan menahan nangis, ibu ku berkata sambli tersenyum:

"Kamu keren dan ganteng kato, mirip dengan ayah mu. Ibu melihat kamu saja sudah bisa tenang."

Dan disaat itu aku kebingungan antara kesal atau sedih.

Kenapa ibu sama sekali tidak sedih akan kematian ayah? Kenapa dia malah selalu tersenyum dan tidak sama sekali bersedih? Jangan jangan dia malah senang akan kematian ayah?

Beberapa banyak kesalahpahaman masuk ke dalam kepala ku. Aku tidak berani menanyakan langsung pada ibu. Aku juga tidak tau apakah itu benar atau hanya kesalahpahaman.

Bertahun tahun berlalu. Aku selalu saja sulit melupakannya. Hingga akhirnya hari itu tiba. Ya.. benar. Itu adalah hari ini.

Reaksi aku saat mendengar ibu berkata, "ibu selalu mencoba menyembunyikan kesedihan ibu" itu tidak hanya datar saja. Aku benar benar terkejut. Tidak kusangka Ibu sangat ingin aku tidak melihat kesedihan Ibu.

"Kato, selama ini Ibu hanya lari dari kenyataan. Sebenarnya Ibu sama dengan mu. Selama ini Ibu tenggelam dalam kesedihan yang mendalam. Maaf kan Ibu yang seperti itu. Sekarang, ayo kita lupakan apa pun yang sudah terjadi dan maju ke depan. Lupakan tentang kematian teman mu atau ayah mu. Mereka meninggal karena kecelakaan, bukan karena kita yang membunuhnya."

Mendengar itu, rasanya aku ingin menangis dan berteriak sangat keras. Tapi saat ini waktu sudah malam. Jika aku melakukan itu aku hanya dapat mengganggu tetangga.

Rasanya semua beban ku hilang setelah medengar perkataan ibuku. Ibu ku jago ceramah juga ya. Hahaha...

"eee....Ibu? Mau sampai kapan meluk aku?"

Aku pun menggoyangkan tubuh ibu ku.

"i..bu?"

Saat aku mencoba melepaskan diri, ternyata pelukan ibu sekarang ini lebih mudah untuk di lepaskan. Jangan jangan?!

Saat aku menggerakkan tubuh ibu, tubuh ibu sama sekali tidak bergerak. Saat aku mulai panik, aku mengetes nafas ibu ku.

Dan ternyata hanya tertidur.

Baju ku basah karena ibu menangis di baju ku. Tidak kusangka dia sampai menangis.

Saat aku menyentuh pipi ku, "loh? Kenapa aku menangis? Hahaha ini pasti cuma bercanda kan."

Saat aku mengelap air mata ku, air mata ku terus saja mengalir. dari detik detik, air mata ku semakin deras.

Aku terus saja mengelap ngelap air mata ku. Namun tetap saja mengalir.

"loh?? kenapa dengan aku? Seperti anak kecil aja. Huh memalukan."

Beberapa menit berlalu. Air mata ku sudah tidak mengalir lagi. Aku pun menidurkan ibu ku di kasur ku dan memberinya selimut.

"haha, muka ibu saat tertidur mirip anak kecil."

Aku pun keluar untuk minum karena haus. Saat aku membuka pintu...

"kya!"

"kya?"

Ternyata selama ini, adikku juga ikut mendengarkan percakapan aku dan ibuku. Tentu saja aku merasa malu.

"sejak kapan kamu mendengarnya?"

"dari awal ibu masuk." jawab adikku dengan wajah yang memerah.

"jangan jangan kamu melihat aku saat menangis juga?"

"i..iya"

Ah, Aku malu pisan :(

"Sudahlah lupakan itu. Tidurlah, besok masuk sekolah." ucap ku sambil mengusap ngusap rambut adikku.

Yahaha aku bersikap keren disaat malu malunya. Padahal wajahku juga memerah.

[....]

Saat aku kembali kekamar abis minum untuk mengambil selimut, aku melihat ada kertas di bawah pintu. Saat aku buka kertasnya, kertas itu berisi tulisan 'saat kakak menangis aku ingin tertawa loh :v'

AAAAH MALUNYA!!


next chapter
Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C12
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen