App herunterladen
20% Tongkrongan Tengah Malam / Chapter 1: Prolog
Tongkrongan Tengah Malam Tongkrongan Tengah Malam original

Tongkrongan Tengah Malam

Autor: Kattapulto

© WebNovel

Kapitel 1: Prolog

Sebutan orang-orang yang punya kekuatan 'spesial' sepertinya sudah akrab di kehidupan kita. Ada yang menyebut indigo, paranormal, cenayang, atau apapun itu. Aku sendiri baru sadar dengan kemampuan ini, sepanjang yang bisa aku ingat. Waktu itu umurku 3 tahun, aku sering melihat sosok pasangan tua di rumah kami. Ketika aku bertanya pada orangtuaku, mereka kerap kali memberiku pandangan aneh.

Pernah ketika waktu liburan panjang dulu, ayah dan ibu membawaku ke eyang buyut dari keluarga ibu. Waktu itu, mungkin umurku sekitar 6 tahun, dan orang tuaku berkata bahwa aku sering bercengkerama sendiri, atau melamun ke sudut ruangan.

Aku masih ingat ketika aku disuruh duduk di pangkuan eyang. Bau minyak telon, kulit keriput, dan suara paraunya ketika dia melihatku dalam-dalam. Setelahnya, dia berkata pendek:

"Anak ini bisa 'ngelihat'."

Tentunya 'ngelihat' disini maksudnya adalah melihat sesuatu yang tidak kasat mata. Orang-orang biasanya takut akan hal-hal ini, dan seringkali jadi materi buat kisah-kisah horor.

Ya, aku bisa melihat arwah.

Aku agak lupa apa yang terjadi setelah kata-kata eyang waktu itu. Tapi pesan setelahnya, rasanya masih terngiang di telinga.

"Kamu hati-hati ya le. Arwah-arwah itu ada yang baik, namun ada juga yang usil, bahkan yang jahat. Bagi mereka, kamu itu jembatan antara dua alam. Kalau hatimu tegar dan kuat, kamu bisa menghalau arwah-arwah jahat yang bisa menyakitimu."

Maka sejak hari itu, aku, Bayu Akasia, menerima nasibku sebagai seorang 'indigo' yang bisa melihat arwah.

Awalnya memang bikin takut sih. Karena aku sadar kalau yang aku lihat itu berbeda dengan orang-orang lain. Apalagi ketika aku bertemu 'yang usil', mereka itu hobinya nakut-nakutin, tiba-tiba muncul pas aku balik badan, ngeluarin suara-suara yang bikin kaget, sama ngeluarin bau-bauan aneh gitu.

Tapi nggak semuanya nakutin dan usil. Contohnya adalah hantu pasangan tua yang sebelumnya aku sebut. Ternyata, mereka adalah arwah leluhur kami, yang rela nggak masuk ke alam baka karena mengkhawatirkan keturunannya.

Eyang pernah bilang kalau dia juga bisa merasakan kehadiran mereka. Walau nggak sekuat pengelihatanku, mereka tahu kalau arwah leluhur keluarga kami selalu hadir untuk menuntun keturunannya di jalan yang benar. Mereka juga menghalau keluarga kami dari arwah-arwah jahat, yang dikirim orang maupun yang tidak sengaja datang ke keluarga kami.

Seiring aku bertambah besar, aku mulai merasa terbiasa dengan kehadiran 'tamu-tamu' ini. Bahkan bisa dikatakan, aku sudah berteman dengan mereka.

Salah satu contohnya, adalah Mbak Merah. Arwah yang sudah aku kenal sejak kelas satu SD. Ia adalah arwah anak perempuan berumur 12 tahun, dengan rambut panjang, serta kemeja dan rok serba merah. Aku tidak tahu nama aslinya, makanya dia kupanggil Mbak Merah.

Awal pertemuan kita cukup lucu. Mbak Merah awalnya adalah tipe arwah yang usil, dan kadang-kadang bikin kaget. Mbak Merah muncul tiba-tiba ketika aku sedang membuka peti kotak mainan. Saat itu, entah bagaimana tubuhku spontan menampar wajah Mbak Merah tepat di hidung.

PLAKKK!

Pasti tamparanku waktu itu kencang sekali, sampai suaranya menggema ke seluruh ruangan.

Oh iya, untukku, hantu itu tidak tembus pandang. Aku bisa menyentuh mereka, sehingga tamparanku ke wajah Mbak Merah waktu itu tentunya sakit sekali.

Sejak hari itu, Mbak Merah nggak mau muncul terlalu dekat. Dia menjaga jaraknya, sekitar dua atau tiga langkah dariku.

Suatu hari, aku memberanikan diri, dan mendekatinya.

"Mbak, masih marah ya kemarin aku pukul?"

Si Mbak Merah, nggak berkata apa-apa. Dia cuman menggeleng pelan. Aku bisa melihat wajah pucat di balik rambut hitamnya yang kusut.

"Aku minta maaf ya, soalnya waktu itu Mbak bikin aku kaget. Kapan-kapan kita main bareng ya."

Aku memberikan salah satu mainanku ke tangannya, sebuah mobil-mobilan kecil seukuran genggaman tangan.

Sejak hari itu, Mbak Merah nggak menjaga jaraknya lagi ketika muncul. Tapi dia juga nggak lagi membuatku kaget seperti sebelumnya. Mbak Merah, merupakan teman arwahku yang pertama.

Seiring aku dewasa, aku juga bertemu dengan arwah-arwah lain. Kebanyakan dari mereka juga adalah arwah usil, hingga aku peringatkan mereka, dan kemudian berkenalan. Setelahnya, mereka jadi arwah yang muncul sewatu-waktu, dan menjadi teman ngobrol.

Anyway, inilah kisah keseharianku bersama teman arwah-arwah penasaran yang masih nggak bisa move on dari kehidupan.


next chapter
Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C1
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen