App herunterladen
96.24% TIKAM SAMURAI / Chapter 256: Masukkan mereka ke lobang….

Kapitel 256: Masukkan mereka ke lobang….

Itulah sebabnya ketika tentara Vietnam itu melempar kan gari ke arahnya, Cowie segera menyambutnya. Kemudian ketika diperintah untuk membelenggu si Bungsu, Cowie segera mendekati orang Indonesia itu, untuk melaksanakan perintah yang diberikan kepadanya. Si Bungsu juga faham bahwa tentara Vietnam tak suka dibantah. Maka ketika Cowie mendekatinya dengan belenggu di tangan, yang diperbuat si Bungsu adalah menjulurkan kedua tangannya ke arah Cowie. Dia bisa memahami dan bersyukur bahwa Cowie memasangkan pula gari itu dengan baik.

Sebab, jika misalnya belenggu itu tidak terkunci dengan benar, maka kemungkinan yang terjadi setelah diperiksa di atas adalah si Bungsu langsung ditembak. Atau yang ditembak justru Cowie. Bukannya hal yang mustahil pula bahwa yang ditembak bukan salah seorang di antara mereka, melainkan kedua mereka sekaligus. Mereka berusaha untuk tidak saling memandang ketika memasang belenggu itu, agar tidak ditafsirkan sebagai memberi isyarat atau apapun yang bisa diartikan sebagai usaha persiapan melarikan diri.

Usai belenggu dipasangkan, tali nilon sebesar empu jari kaki dilemparkan ke bawah. Tali tersebut adalah tali nilon yang biasanya dipergunakan untuk menarik mayat dari lobang sekapan itu ke atas.

"Ikat kedua pergelangan tangannya yang dibelenggu itu…" ujar tentara Vietnam yang melemparkan belenggu ke pada Cowie.

Cowie kembali mengambil ujung tali nilon tersebut. Lalu membuat jeratan, sebagaimana beberapa hari yang lalu dia juga membuat jeratan di ujung tali yang sama, untuk di kalungkan ke leher Sersan Mike Clark yang sudah mati. Jerat itu kemudian dia kalungkan ke tangan si Bungsu yang dibelenggu. Setelah itu tali plastik tersebut dia lilitkan di tengahnya. Ikatan seperti itu mencegah tangan si Bungsu tidak terluka atau terlalu sakit ketika tubuh si Bungsu ditarik ke atas.

"Tarik…!" ujar tentara Vietnam yang berpistol, begitu melihat Cowie selesai mengikat kedua pergelangan tangan si Bungsu.

Tiga orang tentara Vietnam segera menarik dengan kasar tali tersebut. Tarikan kuat dan tiba-tiba itu membuat tubuh si Bungsu terputar dan wajahnya menghantam dinding lobang.

Hal itu terjadi sebelum dia sempat mengantisipasi dengan menekankan kakinya ke dinding. Benturan diikuti tarikan yang menyebabkan wajahnya tergesek dengan keras ke dinding, mengakibatkan hidung dan kening si Bungsu berdarah.

Sesampai tubuhnya di atas dia segera digelandang menuju ke perkampungan. Sementara dua tentara lainnya segera pula menutup lobang tempat menyekap para tawanan tersebut.

Si Bungsu tiba-tiba merasa tubuhnya dijalari rasa hangat yang alangkah nikmatnya. Hal itu disebabkan cahaya matahari yang selama ini tak pernah menyentuh tubuhnya, kini hal itu langsung dia rasakan. Dia terkejut tatkala sambil melangkah dia melihat ke arah kakinya. Kakinya pucat bukan main. Selain pucat juga berkerut karena lama didisekap dalam lobang tersebut. Barangkali sudah lebih dua bulan. Selama itu pula tubuhnya terendam. Dia menjadi semakin faham kenapa banyak tahanan yang mati perlahan dalam lobang sekapan itu. Untunglah selama dalam penyekapan itu dia tetap menjaga kondisi dengan mengatur pernafasan, kemudian melakukan gerakan-gerakan seperti senam. Sehingga kendati kaki, pinggang dan tangannya mengkerut karena air, namun reaksi dan gerak bahagian-bahagian tubuhnya tersebut tetap normal. Apalagi kini tubuhnya mendapat cahaya panas matahari secara langsung.

Keningnya berkerut tatkala terpandang pada kedua pergelangan tangannya yang digari. Lobang gari itu ternyata terlalu besar bagi tangannya yang sudah mengecil. Bahkan jikapun tangannya dia kepalkan, dia yakin kepalan tangannya itu tetap saja bisa lolos dari lobang gari tersebut.

Rasa hiba terhadap dirinya, terhadap tawanan yang masih disekap dalam lobang, berangsur-angsur berobah menjadi marah. Dengan sedikit menggoyang tangan, gari di tangannya itu meluncur turun. Gari yang di tangan kanannya saat meluncur ke bawah dia tahan dengan telapak tangan. Digenggamnya erat-erat. Gari yang di tangan kiri terhenti di punggung buku-buku jarinya yang dia kepalkan. Dia mempelajari situasi di mana dia kini berada.

Jalan yang mereka tempuh ternyata melintasi hutan bambu. Lalu dia mempelajari jumlah tentara Vietnam yang menggiringnya. Hanya ada empat orang. Dua milisi yang tadi menodongkan bedil ke lobang saat dia akan ditarik, ternyata petugas yang menjaga di pondok dekat lobang penyekapan tersebut. Kini mereka tetap tinggal di sana. Dua orang tentara, termasuk si komandan yang berpistol, berjalan di depannya. Dua orang lagi di belakang.

Namun hatinya mulai bimbang. Masih tetap cepatkah reaksi tangan dan kakinya? Masih sekuat dulukah pukulan dan tendangannya? Dia mencoba mengepalkan tengannya kuat-kuat. Kepalan tangannya tetap terasa kuat dan kukuh. Urat-urat darahnya mengencang dan darahnya terasa berjalan normal.

Langkahnya menjadi lambat saat dia terbatuk keras. Dia berjalan lagi, dan tiba-tiba batuk keras dan panjang kembali menyergapnya. Langkahnya terhenti. Dia sampai terbungkuk dengan tangan menahan dadanya dan terasa sakit akibat batuk tersebut. Dua tentara yang di belakang dengan bedil tetap ditodongkan, terhenti pada jarak sedepa.

Saat itulah gari yang sudah lepas dari pergelangannya dia hantamkan ke tentara terdekat. Bersamaan dengan itu tangan kirinya menepis sekaligus merenggutkan ujung bedil tentara Vietnam tersebut. Belenggu berwarna putih itu menghantam bahagian belakang telinga si tentara. Dia rubuh pingsan bersamaan dengan berpindah tangannya bedil yang dia todongkan ke tangan si Bungsu. Tentara yang seorang lagi belum sempat mengetahui apapun, ketika dadanya dihantam popor bedil yang dihentakkan oleh si Bungsu dari posisi berlutut. Tentara itu mengeluh, matanya mendelik. Lalu dia jatuh berlutut dan terlentang di jalan.

Kejadian itu amat cepat, hanya dalam hitungan detik!

Saking cepatnya peristiwa itu terjadi menyebabkan dua tentara yang berjalan di depan, yang menoleh ke belakang karena mendengar ada keluhan, tak segera bisa menyadari apa sesungguhnya yang sedang dan telah terjadi. Sesaat mereka hanya tertegun. Mereka tiba-tiba aja melihat tawanan yang mereka giring itu, yang kini masih dalam posisi berlutut di kaki kirinya, sudah menodongkan ujung bedil kepada mereka.

Dalam gerakan yang amat cepat, orang itu sudah melakukan dua gebrakan yang langsung melumpuhkan dua teman mereka berada di belakang. Padahal kedua teman mereka itu mengawal dengan telunjuk siaga di pelatuk bedil. Sungguh-sungguh tak pernah mereka bayangkan tawanan yang mereka giring ini bisa bergerak secepat dan setangguh itu. Kini semuanya terlambat sudah.

"Taruh senjata kalian, di tanah. Letakkan perlahan. Saya sudah membunuh lebih dari seratus tentara, karenanya jangan bunuh diri dengan mencoba melakukan tindakan bodoh…" ujar si Bungsu perlahan dalam bahasa Inggris.

Kedua tentara itu tak memiliki pilihan lain. Tatapan mata dan kata-kata yang keluar dari bibir tawanan di depan mereka menggambarkan sikap yang amat profesional. Mereka menuruti perintah si Bungsu, meletakkan senjata di tanah.

Dengan tangan kiri di pelatuk bedil, tangan kanan si Bungsu meraih belenggu yang tergeletak di tanah. Kemudian melemparkannya dengan kuat dan cepat ke arah si komandan. Gari itu menetak kening si komandan, matanya juling. Tanpa sempat mengeluh, tentara itu rubuh, pingsan! Yang seorang lagi ternganga dan menggigil.

Si Bungsu melangkah ke arahnya, kemudian tangannya bergerak. "Pletak!' Si Bungsu mendaratkan ruas-ruas jari tengahnya lewat sebuah pukulan melingkar ke belakang telinga tentara yang tegak seperti kehilangan semangat itu. Pukulan tersebut menotok urat darahnya dan membuat dia rubuh dalam keadaan pingsan.

Si Bungsu menyambar tali nilon sebesar empu jari kaki, yang tadi dipergunakan untuk menarik dirinya dari dalam sekapan. Dia bergerak cepat, merampas bedil dan sebuah pistol milik ke empat tentara itu. Kemudian kembali ke lobang penyekapan.

Menjelang sampai ke tempat penyekapannya dia masuk ke hutan bambu. Dan mendekati pondok penjagaan dari sisi kanan. Kedua milisi Vietnam itu ternyata sedang berjudi dengan kartu ceki. Dinding pondok kecil itu hanya dibuat sekitar tujuh puluh lima sentimeter.

Dengan demikian, jikapun pengawal duduk, dia masih bisa melihat langsung ke lobang penyekapan yang terletak sekitar empat meter dari pondok. Selain itu, dengan dinding yang hanya separoh tersebut, mereka yang dipondok juga bisa mengawasi seluruh penjuru sekitar pondok itu.

Namun, jika sial lagi datang ada-ada saja kesalahan yang dibuat. Saat berjudi itu, mereka menyandarkan bedilnya ke dinding pondok. Tengah asyik memperhatikan kartu ceki di tangan, tiba-tiba saja ada bayangan orang tegak di depan tangga pondok yang tingginya hanya semeter dari tanah. Mereka menoleh, dan tiba-tiba muka mereka menjadi pucat.

Mereka melihat di sana tegak tawanan yang tadi baru ditarik ke atas dari lobang penyekapan. Kini lelaki itu tegak menodongkan bedil kepada mereka. Bagaimana mungkin mereka bisa melakukan perlawanan, bedil mereka tersandar di dinding.

Bedil itu memang bisa diraih, tapi telunjuk lelaki yang menodong itu siaga di pelatuk. Buat sesaat mereka menatap si Bungsu dengan melongo.

"Turun dan buka penutup lobang itu…" perintah si Bungsu.

Untuk sesaat mereka masih berdiam diri. Namun si Bungsu segera menukar bedil dengan tali plastik besar itu. Sebelum kedua pengawal di pondok tersebut faham apa yang akan diperbuat si Bungsu, tangan si Bungsu bergerak. Di tangannya, tali plastik itu berubah menjadi senjata yang tangguh.

Entah dengan cara bagaimana, kedua orang itu terpekik tatkala daun telinga mereka robek dan berdarah kena sabet cambuk tali nilon tersebut. Salah seorang yang bertubuh kurus, memanfaatkan waktu yang sesaat itu untuk menyambar bedil di kanannya. Namun dia kalah cepat. Ujung cambuk di tangan si Bungsu menghajar lengannya. Lengan baju kain mereka yang berwarna hitam itu robek, dan daging lengannya juga ikut robek. Dia terpekik.

"Turun dan buka tutup lobang itu cepat…!" perintah si Bungsu.

Kini kedua orang Vietnam tersebut benar-benar tak berani untuk tidak mematuhi. Karena di tangan kiri orang yang memerintah mereka teracung bedil dengan telunjuk di pelatuk.

Mereka bergerak turun dari pondok. Kemudian memindahkan kayu-kayu besar yang berfungsi sebagai penghimpit 'pintu' yang menutup lobang. Usai itu mereka segera membuka salah satu bahagian yang berfungsi sebagai 'jendela' tempat memasukkan atau mengeluarkan tawanan. Ketika pintu lobang itu terbuka, dengan tangan kanan menodongkan bedil, si Bungsu melemparkan tali nilon ke dalam lobang tersebut.

Cowie, Smith dan Jock Graham yang semula merasa heran kenapa tutup lobang tahanan mereka dibuka, pada ternganga tatkala melihat ke atas. Di tepi lobang terlihat si Bungsu tengah menodongkan bedil.

"Tarik mereka satu demi satu ke atas…" perintah si Bungsu.

Kedua Vietnam itu kelihatan berusaha mencari celah untuk melakukan perlawanan. Namun melihat telunjuk kanan si Bungsu bergerak menarik pelatuk, mereka cepat-cepat memegang ujung tali. Lalu menanti. Si Bungsu memberi isyarat pada Letnan PL Cowie. Letnan Negro itu segera menyambar ujung tali. Lalu tubuhnya ditarik ke atas. Dengan cepat dia menerima salah sebuah senjata yang diberikan si Bungsu. Senjata yang baru saja dirampas dari keempat tentara yang tadi menggiringnya.

Kini Cowie mengawasi kedua tentara Vietnam itu menarik Tim Smith. Smith juga menerima sepucuk senjata. Kemudian dia bergerak ke bahagian kanan, berlutut di dekat pohon kayu mengawasi jalan yang menuju ke arah kampung. Cowie memberi isyarat kepada Jock Graham, yang segera menyambar tali tersebut. Dia segera ditarik ke atas. Di atas Graham juga menerima sebuah bedil dari si Bungsu.

"Masukkan mereka ke lobang…." ujar si Bungsu kepada Cowie.

Cowie dan Jock Graham memerintahkan kedua Vietnam itu membuka sepatu dan celana mereka. Kemudian dengan hanya berkolor dan berbaju, hampir secara bersamaan keduanya kena hantaman pada tengkuk oleh popor bedil di tangan Cowie dan Smith. Entah mati entah hidup, yang jelas keduanya tercebur dengan suara agak keras ke dalam air kuning berlumpur itu. Baik Cowie maupun Smith memang tidak menembak kedua milisi itu, karena suara tembakan akan mengundang tentara yang ada di perkampungan.


next chapter
Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C256
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen