App herunterladen
13.44% The Secret of Bad Boy / Chapter 25: RAMALAN

Kapitel 25: RAMALAN

"i love erik 3000♡

hehe.."

Mulut gue menganga sempurna.

"Seriusan lo nulis ini?"

Pete mengangguk mantap.

"Besok auto ditembak lu, haha!" dia ketawa renyah.

Sedangkan gue cuman berdesis kesal sebagai jawaban.

Agak menjijikan, sih, status gue. Tapi gapapa lah dari pada harus bilang ke Erik kalau gue suka sama dia dari kelas 11.

Mending yang ini. Cuman 24 jam juga. Followers gue pun dikit, 125 orang aja.

# # #

"Uwahh.. Segerr!"

Abis mandi, gue lanjut rebahan lagi di kasur. Mata gue terpejam sambil menikmati alunan musik yang barusan gue setel.

Waktu lagi enak enaknya dengerin musik. Tiba tiba HP gue bunyi, tanda notif masuk

Tring

Tring

Gue berdecak kesal. Merasa terganggu.

Tapi walaupun begitu, gue tetep ambil HP gue yang letaknya ga jauh dari tempat gue tiduran. Rasa penasaran gue lebih besar. Siapa tau aja itu Carol yang ngechat. Hihi..

Tanpa pikir panjang, gue langsung buka notifikasi yang barusan masuk. Dan itu menjadi penyesalan terbesar gue.

(Erik.o)

Erik.o *replied to your story

Erik.o : I love you too, Cillya..

Erik.o : Udh lama ya kita ga chattan. Hehe

Gue terdiam beberapa saat. Bersamaan dengan berbagai macam kata yang mengutuk Pete dalam hati.

"Duhh. Ini harus gue bales apaan?" panik gue.

Gue ga bisa bilang ini cuman tantangan dari Pete Sengah. Karena peraturannya, 24 jam. Jadi gue baru boleh kasih tau ke Erik setelah 24 jam.

Parah banget kan.

Dengan ragu, jari gue mulai mengetikkan sesuatu.

(Erik.o)

Ciliya : Iya, hehe

Jangan salah paham. Ini gue iyain bagian kami udah lama ga chattan. Kalau bagian 'i love you too' nya ga mau gue bahas. Anggap aja itu ga pernah terjadi.

Tapi sialnya. Saat gue ga mau bahas itu. Erik justru yang mau ngebahas itu.

Dia beneran suka sama gue, kah?

Erik.o : Kamu beneran tulis itu di story?

Eh, kok-ngomongnya jadi aku kamu?

Sekali lagi, dengan terpaksa gue harus iyain dia. Sampai akhirnya, chattan kita berdua terhenti karena ada telepon yang masuk. Dan parahnya, diakhiri dengan emot love dari Erik. Apa apaan, nih, weh?

"Halo," kata gue ketus.

Kalian pasti sudah bisa tebak siapa yang nelpon gue. Orang yang selalu bikin gue naik tensi. Pete.

"Halo. Jutek amat mbak. Haha."

"Bomat, salah lo? Lo tau tadi barusan Erik chat gue woy!?.."

Lalu, dimulai lah sesi curhat..

Dari sini gue bisa dengar dengan jelas Pete yang lagi ketawa dengan super ngakak sehabis denger cerita dari gue.

Bahkan, menurut penerawangan gue. Saking kencengnya dia ketawa, satu komplek bisa denger kali, ya, tuh?

Bahagia banget kayanya liat gue menderita.

"Tanggung jawab lo! Besok ga mau tau, bilangin ke dia kalau ini cuman tantangan!"

"Eits. Dua puluh empat jam dulu woi!"

Gue menarik napas dalam dalam.

"IYA! DUA PULUH EMPAT JAM!" Gue sengaja teriak. Biar kuping dia pengang.

Tapi bukannya kesel karena suara gue. Pete justru ketawa di sana.

"Ketawa aja teros!"

"Ngapain lo nelpon?" Gue teringat sesuatu.

"Oh iya. Buat jadwal tambahan besok, lu bawa buku tambahan kaga?"

"Kalau gue, sih, pakai buku Kimia biasa. BTW sejak kapan lo niat sekolah?" ucap gue memberitahu sekaligus menyindir.

"Hahaha. Oke, thanks ya Cabe!"

"Ya."

"Bye Cabe! Besok jangan lupa bangun, ya! Skolah lagi, jan molor!" kata dia sebelum telepon dimatiin. Persis kaya orang pacaran.

Eh.

Apa sih gue?

# # #

Kalian mau tau, apa yang ada di otak gue selama satu hari ini?

Bangun tidur.

'I love you too'

Waktu pelajaran.

'I love you too'

Chattan gue sama Erik kemarin terus terbayang bayang di otak gue.

Pokoknya, 1 jam lagi gue harus cepet cepet kelarin ini masalah.

Gue harus klarifikasi sebelum semuanya jadi makin ruyam. Harus.

Sekarang udah jam pulang sekolah. Yang artinya gue dan Pete harus ikut jadwal tambahan, persiapan Olimpiade Kimia. Sebentaran doang, sih, cuman 40 menit. Tapi kami harus ikut setiap hari.

Gue baru aja keluar kelas, mau nyusul Pete yang duluan. Tapi tiba tiba ada tangan yang cegat gue.

"Cill."

Reflek gue menoleh ke Erik yang entah sejak kapan beridiri di depan pintu kelas gue.

"I-ya?"

Duh, kenapa harus ketemu sekarang?

Erik tersenyum.

Kalau dulu mungkin gue akan klepek klepek liat senyumnya Erik.

Tapi sekarang udah beda.

Sampai kapan pun itu, ternyata yang bisa terus bikin gue klepek klepek itu cuman Carol seorang. Huaa.

"Ada yang mau gua bicarain," kata dia tanpa menghilangkan senyumnya.

"Apa?"

"Woy cabe, nanti dulu PDKT nya! Udah ditungguin sama Pak Handoko. Mau diomelin lu?"

Gue dan Erik sama sama menoleh ke Pete yang lagi diri tak jauh dari kami.

Gue natap Erik lagi. Nunggu dia ngomong.

"Nanti aja deh. Lu ke lab Olimpiade aja dulu. Gua tungguin sampai selesai."

"Eh, besok aja. Lumayan lama lho.."

"Gapapa. Penting soalnya. Belajar dulu aja. Semangat ya..!"

"Cabe! Buruan! Gua tinggal, nih!" teriak Pete lagi.

Gue berdecak kesal.

"IYA IYA, SABAR!"

Gue menatap Erik. Matanya penuh keyakinan seolah mengatakan kalau dia bener bener bakal nungguin gue sampai selese.

"Oke deh," putus gue ga mau nyari ribet.

Gue lantas berbalik arah, lalu berlari kecil menyusul Pete.

"Lama banget lu! Buang buang waktu gua aja."

Pete ngedorong tas ransel gue dari belakang. Biar gue jalannya agak cepet, karena kami emang udah diuber sama Pak Handoko.

"Cepetan dikit jalannya."

Gue menatap Pete sebel.

"Santai donk, Bang!"

Gue lalu menatap kaki Pete yang terbilang cukup panjang, eh, ga, sangat panjang!

"Lo, mah, enak. Kaki panjang gitu," cibir gue.

"Makanya, tumbuh, tuh, keatas. Bukan di tempat!"

Lagi lagi gue cuman bisa berdesis kesal, ga bisa membantah ucapan dia. Bener, sih, gue sendiri juga heran kenapa tubuh gue ini super pendek.

"Ekhem. Cie yang tadi ngobrol sama gebetan."

Gue menoleh ke Pete. Kok, rasanya gue pengen tonjok dia ya?

"Bukan gebetan ih!"

"Oh iya. Mantan gebetan." Pete lalu mengedipin sebelah matanya ke gue. Buat gue bergedik jiji.

Pandangan Pete lalu beralih lurus ke depan.

"Gua ramal. Nanti lu bakal ditembak Erik."

Deg!

Ga tau kenapa, tapi jantung gue tiba tiba berpacu kencang saat Pete bilang gitu.

Gue tau itu cuman bercanda. Tapi, kok, rasanya-kaya.. Kaya-bener, ya?

# # #


next chapter

Kapitel 26: JADI KENYATAAN

"Baik, Peter dan Cillya. Hari ini kita cukup sampai di sini. Semangat ya, jangan lupa istirahat yang cukup. Terima kasih, Tuhan Yesus memberkati," kata Pak Handoko menutup kelas persiapan Olimpiade gue dan Pete.

Minggu depan gue dan Pete memang akan mengikuti OSK, alias Olimpiade Sains Kabupaten. Kalau kami lolos, kami akan mengikuti OSN, Olimpiade tingkat Nasional. Sampai sekarang, belum ada satu kali pun SMA Foxie ga lolos OSK.

Dan begitupun gue yakin, kalau susah payah gue dan Pete akan terbayarkan ketika kami berhasil lolos OSK.

Sesuai apa yang dibilang sama Erik tadi. Sehabis belajar khusus Olimpiade gue langsung nerima telpon dari dia.

Gue sendiri ga tau Erik tau dari mana gue baru aja selesai belajarnya. Atau jangan jangan gue selama ini dimata-matai sama Erik ya?

Oh, maafkan pikiranqu yang terlalu sinetron.

"Halo?"

"Halo, ke taman belakang sekarang, ya."

"Oke, deh!"

Habis itu telepon singkat itu dimatiin. Cuman durasi 11 detik, sangat hemat pulsa.

Gila, ternyata gue beneran ditungguin sama Erik. Sepenting apa, sih, yang harus dibicarain? Jantung gue jadi deg degan sekarang.

"Ga pulang lu, be?"

Be?

Cabe?

Oke, sip.

"Ke Erik dulu gue. Lo duluan aja."

"Sip."

Pete lalu berjalan mendekat ke gue.

"Tiati, tiba tiba jadian aja," bisik Pete tepat di telinga gue. Malah bikin gue merinding.

"Ish, apaan sih lo!"

"Bay cabe!"

Pete melambai lambaikan tangan dia ke gue dan hanya gue balas seadanya.

Gue jalan ke taman belakang, sesuai apa yang disuruh sama Erik tadi.

Ada bagusnya juga Erik mau nungguin gue. Jadi gue bisa ngasih penjelasan tentang yang status IG gue kemarin itu.

"Halo."

Erik menoleh sebentar, lalu menepuk nepuk nyamuk, eh maksudnya bangku panjang yang lagi ia dudukin. Minta gue untuk duduk di situ juga.

Gue nurut. Ikut duduk di samping dia.

"Erik."

"Ya?"

"Ada yang mau gue kasih tau," kata gue hati hati.

"Iya, bilang aja. Habis itu gua yang mau ngomong."

Gue aja baru mau ngasih tau soal status IG itu. Tapi langsung ga jadi.

"Eh, ga jadi, deh. Lo duluan aja. Kan lo yang tadi bilamg mau ngomong."

Erik ngiyain gue.

"Cillya..," panggil Erik lembut. Tapi gue merasa ga ada yang salah.

"Iya?"

"Gua suka sama lu."

"Hah?"

Gue kaget bukan main. Jantung gue seketika berpacu cepat.

Jangan bilang kalau Erik mau nembak gue. Gue balas natap Erik dengan ga percaya. Mencari kebohongan di situ.

Tapi nyatanya, dia beneran serius.

"Rik, gue,--" Erik ga ngasih kesempatan gue ngomong, dia langsung motong omongan gue.

Sekarang tangan Erik ngegenggam tangan gue. Tentu saja gue berontak, tapi percuma. Gue kalah tenaga.

Entah kenapa, tapi gue malah jadi ngerasa takut.

"Rik, lep,--"

"Sebentar aja, Cill. Biarin gua ngomong dulu."

Gue mengangguk patuh. Pengen cepat cepat selesai, lalu gue jelasin semuanya.

"Gua suka sama lu, Cill. Gua udah suka sama lu dari kelas 11. Lu juga suka sama gua, kan?" tanya Erik tapi kedengerannya lebih seperti memaksa.

"Erik---"

"Gua suka sama lu. Kita sama sama suka. Lu mau, kan, jadi pacar gua?"

DWAR!

Reflek tubuh gue tersentak dengar dia bilang gitu.

Sama sama suka? Maaf, kayanya jauh banget.

Sekarang gue mengerti 100% kalau Erik lagi nembak gue. Jadi ini artinya ramalan Pete tadi itu bener? Jadi kenyataan?

"Erik, sakit..," lirih gue. Emang, tadi tiba tiba Erik jadi kenceng pegang tangan gue.

"Maaf."

Lalu Erik lepasin tangannya dari gue.

"Erik, sebenarnya---"

"Jawab dulu pertanyaan gua," tegas dia menandakan ga mau dicela untuk saat ini.

Dih, dia aja ga mau dicela. Tapi dari tadi nyela gue terus.

Sebenarnya gue mau jelasin semuanya dulu. Tapi karena Erik maksa, jadi gue ga punya pilihan lain selain jawab pertanyaan dia.

"Gue ga bisa Erik," ucap gue hati hati tapi yakin. Gue emang ga ada rasa apa apa lagi sama dia.

"Kenapa? Lu, kan, suka sama gue. Kita udah sama sama suka dari kelas 11. Lu sendiri juga yang bilang di status IG kemarin."

Erik ngeluarin ponselnya. Kasih liat gue, status IG gue yang udah dia screenshot.

Dia gila apa, ya, nge screenshot gituan?

Oke. Ini udah ga ada waktu lagi buat basa basi. Gue harus segera meluruskan semua ini secepatnya.

"Erik, itu cuman tantangan dari Peter." gue menjeda, "Gue ga suka sama lo."

Gue berdiri, pengen pergi dari sini. Pulang ke rumah.

Tapi Erik juga ikut berdiri. Bahkan sekarang dia berdiri di depan gue dengan tangan kiri yang di taro ke tembok. Menghalangi gue. Kalau yang kaya gitu Carol, gue pasti udah seneng bukan main sambil berfantasi liar ke drama drama korea yang pernah gue tonton.

Sayangnya ini Erik, bukan Carol. Suasananya malah jadi horor.

Gue ga bisa pergi ke mana mana sekarang. Gue meneguk ludah susah payah.

"Tantangan? Peter? Gua ga peduli. Intinya sekarang gua suka sama lu."

Gue melotot sempurna.

Ingin gue berkata, "Gue juga ga peduli, Bangsul! Lo kata gue peduli? Hilih, ketek lo!" Tapi sayangnya cuman bisa terucap dalam hati.

"Erik. Maaf, gue ga suka sama lu. Gue pulang, ya?" ucap gue masih berusaha santai. Justru ini lah yang keluar dari mulut gue.

"Bohong. Gua tau lu suka sama gua dari kelas 11. Trus kalau bukan suka sama gua, lu sukanya sama siapa? Peter?"

"Apaan, sih, Rik!" gue udah mulai kesal campur takut. Gue berusaha pergi, tapi selalu gagal. Malah sekarang tangan kiri gue di pegang sama Erik.

Tenggorokan gue rasanya semakin kering.

"Cill, gua suka sama lu..," kata dia super lembut. Tapi gue justru jiji, muak liat muka dia.

Apaan maksa gini?

"Tapi gue enggak!" tolak gue.

"Lu mau, kan, jadi pacar gua?" tanya dia lagi seakan ga denger pernyataan gue barusan.

Asli, kali ini gue naik tensi. Lebih emosi dari ngadepin Pete.

"Gak! Gue ga mau jadi pacar lo! Gue mau pulang!" kata gue dengan marah, bahkan udah hampir ngebentak.

"Lepasin!" Gue menghentak kasar tangan gue, tapi tetep aja tangan Erik engga bisa lepas.

Erik menatap gue dalam. Masih mencari harapan.

"Cill. Kalau lu ga suka sama gua. Lu ada suka sama cowok lain?"

"Iya! Sekarang gue mau pulang!" emosi gue bertambah. Gue asal jawab aja pertanyaan dia, yang penting gue mau pergi.

"Pasti semua gara gara Peter itu kan? Lu suka sama dia, kan? Gara gara dia, lu jadi ga suka sama gua, kan?" Dari suaranya gue bisa tau Erik emosi waktu nyebut nama Peter.

Lah, apa apaan, nih, jadi ngebahas Pete? Apa hubungannya sama dia?

Erik semakin kencang megang tangan gue. Dia mendekatkan wajahnya ke gue. Tapi gue langsung buang muka.

Baru tau, ternyata Erik cowok tipe yang maksain kehendaknya.

"Liat mata gua."

Gue masih aja ngalihin muka. Ga mau liat sama sekali.

Sekarang, dengan sangat ga sopan, Erik langsung pegang pipi gue. Ngarahin biar gue ngeliat dia.

Mata kita ketemu. Jantung gue berpacu 2X lebih cepat dari sebelumnya. Posisi kita sekarang terbilang sangat dekat.

Tapi detak jantung ini bukan tanda tanda suka. Tanda tanda sakau kali yang ada. Gue takut bukan main.

"Semua itu gara gara Peter kan? Lu sering jalan bareng dia! Kemana mana selalu berdua! Bahkan lu selalu sebangku sama dia!" tuduh dia lumayan ngegas.

Sip. Sekarang gue udah tahu kenapa negara gue kagak maju maju. Kebanyakan rakyat kaya Erik sih, mulut asal dipake padahal ga tau faktanya. Orang gue sama Pete emang diatur Bu Letta buat sebangku. Kalo situ pengen protes, ya bilang lah ke Bu Letta.

Gini nih situasi yang paling gue keselin, ketika semua kalimat dan kata sudah tersusun rapi di otak. Tapi justru lidah gue yang kelu ga bisa ngomong.

Erik semakin mendekatkan wajahnya. Bikin tubuh gue langsung bergetar hebat karena takut.

Sekarang jarak kita sisa 1 jengkal. Dan dia masih terus mendekat. Bahkan hembusan napasnya udah kerasa di muka gue. Bahkan tatapan Erik berubah.

"Rik..," lirih gue ketakutan. Tapi ga direspon sama dia.

Tubuh gue tiba tiba jadi lemes. Tenaga gue yang tadi hilang seketika.

Gue coba memberontak tapi ga bisa. Apalagi dengan posisi tangan dia yang megangin pipi gue.

Mata Erik turun ke bibir gue.

Gue semakin ketakutan.

Dia mau ngapain ini, njir?

Mata gue memanas. Rasanya gue pengen nangis saking takutnya.

"Lepasin, Rik.. Ga lucu!" gue masih terus mencoba berontak.

Tapi Erik justru tersenyum aneh.

"Mungkin habis ini lu bakal berubah pikiran."

Siapapun tolong gue..

# # #


AUTORENGEDANKEN
GraceLynne_Prc GraceLynne_Prc

#LuvLuvAuthor

Heyoo! Dengan Elin di sini!

Ada yang ngeship Erik sama Cillya di sini?

Wahai para readers Elin, keluarkan kemampuan cenayang kalian sekarang! Huaaaa! Ramaikan kolom komentar!

Kira kira yang akan terjadi selanjutnya?

Butuh xpoiler? Follow Instagram @cerita.elin dan @grac38 yaw!

Jangan lupa kasih votenya biar Elin makin semangat nulisnya. Kalau mau kasih Elin balon atau gift apa pun itu juga boleh. Akan Elin terima dengan senang hati, ihihi

Oke, cukup sampai di sini.

Ya, dadah bubye!

Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C25
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank 200+ Macht-Rangliste
    Stone 0 Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen

    tip Kommentar absatzweise anzeigen

    Die Absatzkommentarfunktion ist jetzt im Web! Bewegen Sie den Mauszeiger über einen beliebigen Absatz und klicken Sie auf das Symbol, um Ihren Kommentar hinzuzufügen.

    Außerdem können Sie es jederzeit in den Einstellungen aus- und einschalten.

    ICH HAB ES