App herunterladen
0.76% The Darkest Side Human / Chapter 3: Topeng Wayang

Kapitel 3: Topeng Wayang

(Ryandra Lim)

Percakapan keluargaku masih lama. Aku lupa ada barang-barangku yang tertinggal di kamar, aku ingin mengambilnya di kamar di lantai dua. Paman Jay menghampiriku, dia memintaku mengambilkan barang yang tersimpan di ruang koleksi, di bawah tanah.

"Riri, tolong ambilkan topeng wayang yang di simpan di kotak kaca. Ada di ruang bawah tanah."

Aku tidak tahu jika rumahku ini ada ruang bawah tanahnya. Setelah diberi arahan, melewati ruang lukis, tempat dulu aku tinggal di rumah. Aku selalu menghabiskan waktu melukis di ruangan ini. Tapi aku hanya melewatinya saja, tepat di depan dua buah pintu kayu jati bercat kecoklatan. Aku tidak tahu ada ruangan baru di sini.

Ku buka perlahan pintu itu yang tidak terkunci. Aku masuk ke dalam, ruangan ini berupa lorong panjang. Aku mencari ruangan koleksi yang menyimpan barang-barang budaya. Di ujung lorong, ada sebuah pintu di kiri, pintu itu bertuliskan aksara yang tidak aku ketahui. Aku membuka pintu itu, tetapi tidak bisa. Sepertinya pintu itu terkunci dan bagaimana caranya agar aku bisa membukanya? Paman Jay dan papa tidak memberiku kunci masuk ke ruangan ini, hanya memintaku mengambilkan barang di dalam. Aneh sekali.

Aku mencoba mencari-cari keberadaan kunci ruangan ini. Mataku tertuju pada sesuatu berkilau di balik lubang kayu di atas pintu. Aku meraba-raba lubang kayu di atas. Merasakan sebuah benda logam, berbentuk seperti kunci. Aku mengambil kunci itu dari atas lubang. Mungkinkah ini kunci pintu ruangan di depanku?

Mencoba memasukkan kunci ke dalam lubang, memutarnya ke kanan. Suara kunci terbuka, pintu itu terbuka. Kepalaku menyembul ke dalam ruangan itu. Apa yang aku lihat adalah barang-barang koleksi budaya dari beberapa daerah. Aku masuk ke dalam dan menyalakan lampu agar ruangan ini semakin terang.

Melihat lebih jelas isi di dalam ruangan ini. Berbagai macam artefak budaya tersimpan rapih di rak maupun rak kaca. Ada berbagai macam boneka wayang yang tersimpan di rak, alat musik gamelan, satu buah kostum. Kostum berkepala singa, dan beberapa hiasan bulu merak disekitaran kostum kepala. Aku mengingat kostum ini. Saat aku bersama keluarga berlibur ke Belanda, aku melihat orang-orang dari Jawa membuat pertunjukkan di jalanan. Beberapa orang penari dan ada salah satunya memakai topeng besar ini, namanya 'Tari Reog'.

Aku sangat menyukai tari itu. Apa bila keluargaku berlibur ke luar negeri, tidak sengaja melihat pertunjukan jalanan maupun festival yang menampilkan budaya Indonesia. Selain itu, papa termasuk donatur tetap dan pengkoleksi artefak budaya.

Di ujung ruang, aku melihat beberapa benda terpajang di kaca jendela. Di sebelah kiri, sebuah kostum dan topeng yang sangat mengerikan sekali. Topeng itu bermata besar, gigi-gigi yang runcing ke atas dan ke bawah, dan lidah menjalar panjang ke bawah, terakhir, rambut-rambut yang menutupi kepala. Tertulis di dalam kaca, kostum itu menggambarkan sosok 'Leak', penyihir jahat dari mitologi Bali.

Aku menatap lamat-lamat kedua bola mata besar itu, seperti ada sesuatu yang hidup di dalam kostum itu. Tanpa sengaja, tanganku menyentuh kaca pembatas, di dalam kaca itu tersimpan kostum Leak. Aku merasakan kepalaku berdenyut sakit dan tanganku seperti tersengat panas. Aku tarik lagi tanganku yang menyentuh kaca itu.

Tiba-tiba perasaan tidak nyaman dan hawa dingin yang entah datang dari mana.

Aku hampir lupa dengan tujuan awalku. Mengambil topeng wayang di kotak kaca, mungkinkah yang dimaksud Paman Jay, topeng wayang di dalam rak kaca ini?

Aku beralih ke lemari kaca di sebelah, tersimpan topeng wayang. Di dalam lemari kaca ada tiga manekin memakai jubah berbeda-beda sesuai dengan topeng yang di pakai. Jubah putih dan topeng wayang dengan wajah menyerupai orang, jubah merah dan topeng wayang dengan wajah menyerupai orang, tetapi topeng merah itu memiliki lubang mata yang besar. Dan terakhir, jubah hitam dan topeng wayang menyerupai wajah orang itu berwarna merah, dengan mata sipit dan ada gambaran berwarna hitam di atas. Aku membuka lemari kaca, mengambil asal salah satu topeng wayang. Setelah itu aku menutupnya lagi. Topeng wayang yang aku pegang, topeng itu seperti gambaran wajah manusia, berkulit putih, bibir yang merona merah dan mata sipit seperti bulir padi.

Aku bergegas kembali ke atas, memberikan benda ini pada Paman Jay. Baru satu langkah aku berjalan, lampu di dekatku dan lampu yang menerangi dua rak kaca itu mati seketika. Awalnya merasa biasa-biasa saja, saat itu juga, aku merasakan bulu kudukku berdiri. Hawa dingin yang menembus ke dalam kulitku. Deru napasku yang tak teratur. Aku mencari saklar lampu dan menyala kembali area di dekat dua lemari kaca.

Sekali lagi, pandangan mata kecilku tertuju pada dua benda yang tersimpan di lemari kaca. Aku pandangi 'Leak' yang tersimpan di lemari kaca. Meski ada sesuatu yang sangat menakutkan dari sosok itu, aku masih bisa merasakan bahwa semuanya aman. Tetapi tidak dengan dua topeng wayang yang tersimpan di lemari kaca. Di dalam lemari itu ada tiga topeng wayang dan aku mengambil salah satunya.

Aku mengamati topeng di tanganku dan mengamati topeng berwajah merah di hadapanku. Perasaan yang tidak enak menyeruak di dalam diriku. Sama seperti dimimpi, saat aku mengikuti sosok wanita bergaun merah dan sosok lain yang aku lihat di cermin.

Yang aku pikirkan, tempat ini tidak baik-baik saja. Aku bergegas keluar secepatnya. Baru beberapa langkah menuju pintu keluar. Pintu itu tertutup sendiri, tertutup dengan suara keras. Aku menghentikan langkah kakiku.

Detak jantungku kali ini berdetak sangat cepat. Mata kecilku membulat saat melihat sosok bayangan keluar dari boneka peraga yang memakai pakaian pria khas adat Jawa. Postur tinggi sosok bayangan itu seperti orang dewasa menyerupai laki-laki. Berjalan di sepanjang dinding. Aku tahu yang berjalan di dinding itu bukan manusia. Bagaimana bisa manusia berjalan di dinding?

Mata kecilku menatap waspada sosok bayangan yang terus berjalan di dinding, aku pun ikut melangkah. Sosok bayangan itu menghilang di balik manekin berjubah merah dan memakai topeng wajah manusia yang memerah. Ada sesuatu yang bergerak di balik lengan jubah itu. Mataku tidak salah lihat. Di balik dua lubang topeng wayang itu, terlihat sorot mata merah menyala.

Yang paling aku takutkan terjadi. Lemari kaca itu pecah. Manekin berjubah merah dan bertopeng wajah manusia berlari ke arahku. Sepontan aku berjalan mundur secepatnya. Tangan manekin itu seperti hidup, mendorongku ke dinding. Bukannya aku terbentur dinding, aku malah menembus dinding dan terjatuh ke lantai dingin. Aku tidak tahu aku berada di mana. Ruangan ini luas sekali. Yang paling membuatku bingung, tempat ini tidak begitu gelap, cahaya remang dari lampu-lampu di atas langit. Aku melihat ke jendela, merasakan sesuatu yang aneh. Padahal aku berada di ruang bawah tanah, tetapi mengapa aku berada di tempat yang tinggi?

Angin sepoi masuk ke dalam lewat jendela yang terbuka. Aku mencari-cari sosok berjubah merah dan topeng wayang berwarna merah, tetapi tidak ada. Mataku berkeliling mencari sesuatu dan terhenti, tepat di depan mataku. Siluet seseorang yang aku kenal. Sosok itu menundukkan kepalanya. Sosok itu seperti mirip sekali denganku. Postur tubuh dan rambut sosok itu yang sama denganku. Saat sosok itu menampakkan wajahnya di balik remang-remang cahaya. Mataku makin membulat terkejut. Tentu saja kenapa bisa aku terkejut melihat wajah sosok itu. Sosok itu adalah diriku sendiri.

Yang membuatku bingung. Diriku yang lain, wajah diriku itu memancarkan kesedihan yang mendalam, dan aku bisa melihat jejak air mata yang tertinggal diwajah lusuku. Diriku yang lain menengok ke arah lain, tepatnya ke arah kiri. Aku melirik diriku yang menatap ke arah lain.

Aku melihat seorang wanita dengan postur ramping dan tidak begitu tinggi, wajah wanita itu mengenakan topeng wayang berwarna merah. Aku tidak tahu siapa wanita itu.

Wanita itu mengangkat seseorang yang tidak begitu aku kenal, mengangkat di pinggir balkon. Mataku menyipit, memperhatikan sosok itu yang akan di lemparkan wanita bertopeng wayang. Aku hanya mendengar suara sosok itu memanggilku.

"Ryan."

Sebelum otakku memproses, siapa suara itu. Wanita bertopeng wayang itu melempar sosok itu dari balkon. Aku berteriak histeris, berlari ke jendela. Dari balik jendela, aku melihat tubuh sosok manusia terjun bebas dari ketinggian yang entah berapa meter. Terdengar suara benturan dan sosok manusia itu tergeletak mengenaskan di bawah sana.

Aku semakin berteriak histeris. Perasaan takut, melihat sosok manusia yang tergeletak di bawah sana. Aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Terbesit rasa khawatir pada kekasihku, orang tuaku dan kedua kakak perempuanku. Orang-orang yang aku cintai sedang dalam bahaya.


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C3
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen