App herunterladen
11.57% The Dangerous Love Zone / Chapter 22: The Dangerous Love Zone - 19

Kapitel 22: The Dangerous Love Zone - 19

Juza yang sedang menuruni satu persatu anak tangga menuju lantai satu, mengerutkan dahi heran saat melihat sosok Yuri yang sudah berpakaian rapih sedang terduduk diatas karpet dengan bersandar pada badan sofa bersama Hiro yang sedang berkreasi dengan rambutnya.

Juza melirikan matanya pada jam dinding yang berada di ruang santai dan menujukan pukul tujuh pagi. Tidak biasanya dirinya melihat Yuri sudah berpakaian rapih sepagi ini.

"Oh Niisan. Aku baru ingin datang ke kamar mu untuk memberitahu sarapan sudah tersedia di meja makan."

Juza menolehkan kepalanya kearah Goshi yang baru saja keluar dari dapur. "Ya, nanti aku akan memakannya."

Goshi menganggukan kepalanya dan kini berjalan menghampiri Yuri dan Hiro.

"Yu-chan, apa kau ingin membawa bekal kue untuk dirimu dan kakak mu makan siang nanti?"

Juza yang mendengar pertanyaan Goshi kepada Yuri mengerutkan dahinya heran.

"Euhm, apa aku boleh membawa kue?" Tanya Yuri kembali yang membuat Goshi terkekeh.

"Tentu, kegiatan kalian hari ini cukup padat bukan? Kau dan kakak mu akan mengunjungi beberapa sekolah di kota ini."

Yuri menganggukan kepalanya menjawab pertanyaan Goshi. "Terima kasih paman Goshi sudah mau menyiapkan kue untuk bekal ku dan niichan!"

Hiro dan Goshi yang mendengar perkataan Yuri terkekeh geli.

"Sama-sama, aku akan menyiapkannya untuk kalian."

Setelahnya Goshi pun berjalan meninggalkan Yuri dan Hiro menuju dapur.

Goshi yang melihat Juza sedang memakan menu sarapannya pun mengulaskan senyum kecil di wajahnya.

"Niisan, apa kau ingin aku menyiapkan beberapa kue juga untuk mu?" Tanya Goshi yang membuat Juza menatapnya dengan sorot mata heran.

"Tidak perlu. Siang ini aku akan pergi untuk bertemu klien lain."

Goshi yang mendengar jawaban Juza, mengulaskan senyum kecil di wajahnya. "Baiklah. Kalau begitu aku akan buatkan jus saja untuk niisan."

Juza hanya berdeham saja merespon perkataan Goshi. Setelahnya Goshi pun sibuk membuat kue yang akan dirinya siapkan untuk bekal makan siang Yuri dan Azami. Sedangkan itu dalam diam, Juza memperhatikan sang adik yang sedang membuat kue.

"Goshi-san, maaf jika kami merepotkan mu. Kau tidak perlu repot-repot membuatkan kami kue untuk bekal makan siang." Ujar Azami yang baru saja masuk kedalam dapur dan belum menyadari jika disana masih ada sosok Juza yang memperhatikan interaksinya dengan Goshi dalam diam.

"Kau tidak perlu meminta maaf Azami-kun. Aku hanya ikut merasa senang jika hari ini kalian akan mencari sekolah bersama." Balas Goshi denga seulas senyum tercetak diwajahnya.

"Apa ada yang bisa aku bantu Goshi-san? Setidaknya aku harus ikut membantu mu menyiapkan bekal makan siang ku bersama Yu-chan."

Goshi terdiam sesaat sebelum dirinya menunjuk keatas lemari. "Mungkin kau bisa memilih dan menyiapkan kotak bekal makan siang yang ingin kalian bawa."

Azami menganggukan kepalanya. "Baiklah. Mungkin aku akan memilih kotak bekal dengan ukuran sedang. Karena nanti aku dan Yu-chan akan pergi menggunakan kendaran umum."

Goshi membulatkan matanya terkejut. "Bukan kah aku sudah mengatakan padamu untuk menggunakan mobil yang ada dirumah ini Azami-kun? Lagi pula, hari ini kalian akan pergi mengunjungi beberapa sekolah bukan?"

"Tidak perlu Goshi-san. Lagi pula, Yu-chan juga setuju untuk menggunakan kendaraan umum. Dia bilang ini akan menjadi pengalaman pertamanya, jadi dia sangat senang."

Helaan nafas panjang Goshi hembuskan. "Kalian ini. Baiklah jika itu yang kalian inginkan. Tapi jika saat dijalan kalian tiba-tiba ingin di jemput, kau bisa menghubungi ku atau yang lain."

Azami menganggukan kepalanya merespon perkataan Goshi.

Azami masih belum menyadari keberadaan Juza sama sekali yang sesekali memperhatikan interaksi antara dirinya dan Goshi.

"Paman Juza, lihat! Bagaimana penampilan ku hari ini? Paman Hiro yang menguncir rambut ku. Bagus bukan?"

Azami yang mendengar pekikan Yuri tersentak kaget. Begitu juga dengan Goshi dan Juza yang menjadi ajakan lawan bicara Yuri.

Azami lebih terkejut lagi saat dirinya baru menyadari keberadaan Juza di dapur.

"Ya, penampilan mu hari ini telihat rapih dan bagus. Apa kau akan pergi kesuatu tempat? Tanya Juza pada Yuri yang tentu saja dijawab dengan penuh nada riang.

Sedangkan itu Azami mendekatkan diri pada Goshi untuk berbisik. "Sudah sejak kapan Juza-san berada di dapur? Aku tidak menyadari keberadaannya."

Goshi menahan tawanya mendengar bisikan Azami. "Kakak ku sudah berada di dapur sejak sebelum kau datang menghampiri ku, Azami-kun."

Azami membulatkan kedua matanya terkejut. "Kenapa kau tidak mengatakannya pada ku?"

Goshi mengulas senyum kecil diwajahnya. "Ku kira kau sudah menyadari keberadaannya, dah kau memilih menganggapnya tidak ada karena merasa gugup."

"Bukan begitu, aku sama sekali tidak menyadari keberadaannya, Goshi-san."

Goshi mengulurkan sebelah tangannya untuk menepuk pundak Azami. "Sudahlah, kakak ku tidak akan memarahimu jika kau mengabaikannya."

Azami menghela nafasnya, lalu menganggukan kepalanya pelan dan kembali membantu Goshi menyiapkan bekal makan siangnya dengan Yuri.

Saat sedang membantu Goshi, Azami jadi teringat jika hari ini dirinya cuti tanpa memberitahu Juza sama sekali.

Azami kembali mendekatkan dirinya pada Goshi untuk bertanya perihal dirinya yang belum meminta izin cuti kepada Juza.

Sedangkan itu Juza yang sudah dua kali melihat Azami mendekati Goshi dan berbisik pada adiknya seolah tidak ingin pembicaraan mereka berdua terdengar oleh nya pun entah mengapa membuat dirinya sedikit merasa jengkel.

"Paman Juza. Apa hari ini kau akan pergi keluar lagi?" Tanya Yuri yang tidak menyadari sama sekali jika tatapan Juza tengah mengarah kepada Azami dan Goshi.

Juza yang di tanya oleh Yuri pun mengalihkan tatapannya pada gadis itu. "Ya, hari ini aku akan bertemu dengan klien lagi."

Yuri mencebikan bibirnya mendengar jawaban Juza. "Aku kira hari ini paman Juza akan libur. Sebenarnya aku ingin mengajak paman juga untuk pergi melihat-lihat sekolah yang akan menjadi sekolah baru ku."

Azami yang mendengar perkataan Yuri membulatkan matanya terkejut. "Yu-chan, kamu tidak boleh berkata begitu. Paman Juza sudah memiliki rencana lain."

Mendengar perkataan sang kakak, Yuri menghela nafasnya panjang. "Ya Niichan. Tetapi kan aku rasa pergi bertiga dengan paman Juza akan menyenangkan."

Goshi terkekeh mendengar perkataan manja Yuri. "Mungkin kamu bisa mengajakan paman Juza jika kamu sudah mulai bersekolah di salah satu sekolah yang kamu pilih, Yu-chan."

Yuri terdiam sesaat, sebelum dirinya menganggukan kepala cepat. "Ah! Kau benar paman Goshi! Baiklah, nanti jika aku sudah mulai bersekolah, aku akan menunujukannya pada mu paman Juza! Dan juga pada paman-paman yang lainnya."

Azami yang baru saja ingin membalas perkataan Yuri, terurungkan saat Goshi menepuk sebelah pundaknya sambil menggelengkan kepala.

Azami pun hanya bisa menghela nafas. Melihat Juza yang membalas perkataan Yuri dan membuat adik bungsunya itu memekik senang.

Setelah bekal makan siang sudah siap, Azami dan Yuri pun berpamitan untuk pergi pada Goshi, Juza dan Hiro yang mengantar kepergian mereka sampai pintu utama rumah.

Yuri dengan semangatnya menggenggam erat jari-jemari Azami dengan seulas seyum cerah tercetak diwajahnya. Membuat Azami yang melihat ekspresi sang adik bungsu saat ini terkekeh geli. Semoga saja hari ini mereka berdua dapat menemukan sekolah yang sesuai dengan minat sang adik.

***

Azami yang melihat Yuri terduduk disalah satu bangku taman dengan raut wajah murung, menghela nafas panjang. Dirinya merasa bingung harus menghibur sang adik dengan cara apa lagi. Karena pihak pengurus sekolah yang sesuai dengan minat Yuri, tidak begitu memercayai jika dirinya adalah wali sang adik. Mereka menginginkan wali yang berusia sudah diatas tiga puluh tahun, karena wajah Azami menurut pihak pengurus sekolah tidak begitu meyakinkan untuk menjadi seorang wali.

Azami sudah menghubungi Renji, namun Renji tidak bisa menolong sama sekali karena saat ini dirinya sedang berada di luar kota untuk megurus kasus kliennya. Azami juga tidak ingin membebankan Renji sama sekali untuk urusan pribadi dirinya dan Yuri.

Azami juga sudah menghubungi Mei dan Hori, namun bibi dan manajer sahabatnya tidak bisa membantu saat ini. Karena Mei sedang menemani pamannya keacara pesta salah satu rekan kerja perusahaan, sedangkan itu Hori sedang menemani Joe melakukan pemotretan majalah di luar kota.

Meski Mei bilang akan mengusahakan untuk datang ke Yokohama, tapi tetap saja itu akan sangat berisiko jika pamannya curiga dan mengetahui keberadaan dirinya dan Yuri di Yokohama. Dirinya tidak ingin sang bibi berada dalam masalah karena dirinya dan Yuri.

Azami terdiam di tempatnya, sambil tetap memperhatikan wajah murung Yuri.

Dirinya ingin meminta bantuan salah satu anggota gangster yang memiliki usia diatas tiga puluh tahun, tapi dirinya merasa sungkan.

"Niichan.." Panggil Yuri yang membuat Azami berjalan menghampiri adiknya tersebut.

"Kenapa Niichan tidak menelepon paman Juza saja? Bukan kah usia paman Juza sekitar tiga puluh tahun?"

Azami membulatkan matanya terkejut. Dirinya tidak menyangka jika sang adik mengetahui perihal usia Juza.

"Kau tahu dari mana jika usia Juza-san itu tiga puluh tahun, Yu-chan?"

Yuri mengedip-ngedipkan kedua matanya menatap Azami.

"Eung. Waktu itu aku sempat bertanya pada paman Juza, aku harus memanggilnya apa. Karena menurutku jika memanggilnya Juza-san terlalu formal. Lalu, paman Juza memberitahu ku jika usianya sekitar tiga puluh tahun, jadi yasudah aku memanggilnya paman sampai sekarang. Begitu juga dengan para paman yang lain."

Azami terdiam, dirinya kehabisan kata-kata untuk menanggapi apa yang dikatakan oleh Yuri. Jadi itu alasan mengapa sang adik memilih untuk memanggil Juza dan anggota gangster yang lain dengan sebutan paman. Meski ada beberapa yang usia mereka yang lebih muda dari kakaknya sendiri.

"Tapi, bukankah tadi paman Juza bilang jika hari ini dirinya sedang ada pertemuan dengan kliennya? Pasti saat ini dirinya sedang sibuk, Yu-chan."

Yuri kembali memasang ekspresi wajah murung dan Azami kembali menghela nafas panjang lalu memikirkan siapa lagi yang dapat membantunya saat ini.

Drrrttt... Drrrttt.. Drrrttt..

Azami yang sedang fokus dengan pikirannya, tersetak kaget saat merasakan ponsel miliknya yang berada didala saku celana bergetar menandakan adanya panggilan masuk.

Azami pun merogoh saku celananya untuk melihat siapa orang yang menghubunginya saat ini.

'Goshi-san'

Terlihat nama Goshi memenuhi layar ponselnya. Tanpa menunggu lama pun Azami segera menjawab panggilan tersebut.

"Ya hallo Goshi-san?"

'Ah, Azami-kun!'

"Ya, ada apa Goshi-san?" Tanya Azami merasa khawatir jika Goshi membutuhkan bantuannya.

'Eng, aku menelepon hanya ingin memastikan saja. Apa kalian sudah mendapatkan sekolah yang sesuai dengan minat Yuri-chan?'

Azami terdiam sesaat mendengar pertanyaan Goshi, lalu dirinya melirikan mata kembali kearah Yuri yang masih terlihat murung.

Helaan nafas, Azami hembuskan sebelum dirinya menceritakan apa yang saat ini sedang terjadi dan sedikit meminta saran kepada Goshi.

'Ah, begitu rupanya. Seingatku diantara kami yang memiliki usia sekitar tiga puluh tahun ada Yuta-san, Daichi-san, Toshiro-san, Ichiro-san, Hiro-san, Naoki-san dan juga kakak ku. Tapi saat ini Daichi-san dan Toshiro-san sedang bekerja di kafe, lalu Yuta-san dan kakak ku sedang pergi menemui klien, Ichiro-san da Hiro-san sedang pergi mengunjungi keluarga mereka, lalu Naoki-san sedang berziarah ke makam mendiang kedua orang tuanya.'

Azami berdeham membenarkan apa yang dikatakan oleh Goshi. Azami dapat mendengar jika Goshi sedang berbicara dengan Daichi di seberang sana.

'Azami-kun, bagaimana jika kau menghubungi kakak ku saja? Seharusnya dia saat ini sudah selesai menemui klien dan sedang dalam perjalanan menuju rumah.'

Azami terdiam sesaat mendengar perkataan Goshi. "Apa tidak apa-apa? Mungkin saja setelah bertemu dengan klien, Juza-san memiliki acara pribadi lain. Mengingat hari ini adalah weekend."

Terdengar suara kekehan Goshi dari seberang sana. 'Kakak ku meski weekend ataupun tidak, dia tidak pernah memiliki acara pribadi lain, selain bertemu dengan klien.'

"Tapi Goshi-san, tetap saja aku meras-

'Pasti kamu akan mengatakan jika kamu merasa enggan dan sungkan untuk menghubungi kakak ku bukan?' Tanya Goshi di seberang sana yang membuat Azami terdiam membenarkannya di dalam hati.

'Kau tidak perlu merasa enggan ataupun sungkan pada kakak ku, Azami-kun. Apa kamu ingin aku yang menghubunginya terlebih dulu? Dia pasti akan membantu mu dan Yu-chan.'

Azami menggelengkan kepalanya, meski dirinya tahu jika Goshi pasti tidak akan tahu jika dirinya saat ini sedang menggelengkan kepala.

"Eng, kau tidak perlu repot-repot untuk menghubungi Juza-san terlebih dulu, Goshi-san."

'Kenapa? Tidak apa-apa, aku menghubunginya terlebih dulu hanya untuk memastikan posisinya saat ini sedang berada dimana. Jika dia sudah memberitahunya, maka aku akan memberi tahu mu.'

Azami kembali menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu, Goshi-san. Biar aku saja yang menanyakannya langsung."

'Eh? Apa kamu yakin? Jika tidak, tidak apa-apa aku yang akan bertanya terlebih dulu.'

"Tidak, tidak. Biar aku saja yang menghubunginya langsung. Karena ini kan permasalahan ku, jadi Goshi-san tidak perlu menghubungi Juza-san. Biar aku saja yang menghubunginya nanti."

Azami dapat mendengar suara kekehan dan juga helaan nafas lega dari Goshi.

'Baiklah kalau begitu. Aku tidak akan menghubungi kakak ku terlebih dulu.'

Azami berdeham merespon perkataan Goshi.

'Jangan khawatir, aku yakin kakak ku pasti akan menyanggupi permintaan mu, Azami-kun.'

Azami mengerutkan dahinya heran saat mendengar Goshi mengatakan perkataannya itu dengan nada riang.

"Jika, Juza-san tidak bisa menyanggupi juga tidak apa-apa. Aku akan mencari bantuan pada yang lain Goshi-san."

Terdengar decakan dari Goshi diseberang sana.

'Tidak, dia pasti akan menyanggupinya. Yasudah, sebaiknya kau menghubungi kakak ku sekarang. Aku harus kembali membantu yang lain disini. Karena hari ini weekend, kafe kedatangan pelanggan cukup ramai.'

Azami menganggukan kepalanya. "Baik Goshi-san, terimakasih atas saran mu. Maaf jika aku tidak bisa membantu di kafe saat sedang ramai."

'Bukan masalah, Azami-kun. Yasudah, pastikan kau untuk menghubungi kakak ku. Kami akan menunggu kabar gembira dari kau dan Yuri-chan di rumah nanti. Semangat!'

Setelah Azami membalas perkataan Goshi, sambungan telepon pun terputus.

Azami menghela nafasnya panjang, lalu menolehkan kepalanya kearah Yuri yang kini sedang menatapnya degan sorot mata berbinar.

"Baiklah, baiklah. Aku akan menghubungi Juza-san."

Yuri berseru senang mendengar perkataan Azami.

"Tapi, jika Juza-san tidak bisa menyanggupi permintaan mu, kamu harus menerimanya dan tidak memaksanya. Kau mengerti?"

Dengan penuh semangat Yuri menganggukan kepalanya. "Aku yakin paman Juza pasti akan menyanggupi permintaan ku dan niichan!"

Azami menggeleng-gelengkan kepalanya. Dirinya tidak menyangka jika Yuri memiliki tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi.

"Baiklah, aku akan menghubungi Juza-san."


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C22
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen