App herunterladen
3.53% The Brother Love / Chapter 11: BERUSAHA CUEK PADA RAIN

Kapitel 11: BERUSAHA CUEK PADA RAIN

TIDAK ada pilihan lain, malam ini aku akan menginap di rumah Alex. Tekatku sangat kuat untuk membuat Rain bisa hidup mandiri tanpa aku. Jahat memang, tapi bagaimanapun ini demi kebaikan adikku juga. Dia tidak bisa terus-terusan mengandalkanku untuk menjalani hidupnya. Suatu saat aku akan menikah, dan diapun demikian. Tidak mungkin dia akan ikut tinggal bersama istriku nanti.

"Udah mulai gelap, tutuplah bengkelnya." Seru Alex yang dari tadi menemaniku di bengkel.

"Iya ini gua lagi beres-beres. Oh ya Lex, besok lu ada kegiatan?" Tanyaku.

"Hmmm...., sepertinya tidak. Besok gua gak ada mata kuliah. Kenapa?"

"Gak kenapa-kenapa, gua minta tolong lu besok mampir sebentar ke rumah gua melihat keadaan Rain. Lu bisa?"

"Ohh, bisa. Besok gua ke rumah lu dan nanti gua kabarin bagaimana keadaan adik lu."

"Terima kasih ya Lex."

Akupun menutup pintu bengkel dan mematikan semua lampu kecuali lampu luar. Hari mulai gerimis, kami pun bergegas masuk ke dalam mobil. Sepertinya mau turun hujan lebat.

"Wah, enak nih tidur cuaca seperti ini." Seru Alex.

"Tidur aja pikiran lu, gak ada yang lain apa?" Sahutku.

"Hahahaha, ya kan enak tiduran sambil peluk guling saat hujan deras gini."

"Ya, apalagi meluk cewek hmmm, nikmatnya. Kapan lu punya cewek, biar double date kita." Seruku mengejek Alex sambil menjalankan mobil.

"Ahhh, belum terpikirkan oleh gua masalah cewek. Umur gua masih muda, masih panjang waktu untuk gua menikmati hidup ini sebelum nikah." Sahut Alex dengan gaya soknya.

"Pacaran bedalah bro, hidup itu harus ada selingan."

"Alah, gaya lu Dit. Apa lu yakin Angel bakal jadi istri lu nanti?"

"Ya... gak juga sih, tapi... apa salahnya kan kita lebih mengenal dahulu sifat cewek yang mau kita ajak nikah."

"Gua mah gak mau pacaran, kalau udah waktunya nikah nanti baru gua cari. Gua gak mau jagain jodoh orang."

"Iya jiga sih, eh lu lapar gak?" Tanyaku pada Alex.

"Sedikit, yok lah kita makan." Sahut Alex.

Kami pun berhenti di sebuah warung nasi goreng. Warung nasi goreng tersebut lumayan terkenal enak. Tak heran kalau pengunjungnya rame sekali. Aku dan Alex pun memesan dua piring nasi goreng. Saat melihat pengunjung warung yang begitu rame, aku jadi teringat dengan Rain.

"Apakah dia sudah makan?" Seruku termenung.

"Apa? Lu ngomong apa?" Tanya Alex.

"Eh...., gua gak ngomong apa-apa." Sahutku.

"Alaaah, lu pasti kepikiran Rain kan? Kalau lu masih aja kepikiran sama adik lu, lebih baik pulang." Seru Alex.

Nasi goreng pun datang ke meja kami. Alex langsung dengan lahap memakannya. Sedangkan aku tetap saja terbayang wajah adikku yang sedang kelaparan. Tapi aku terus menahan perasaanku untuk mempedulikannya saat ini. Yang harus ku lakukan adalah, tetap membiarkan Rain sendiri dulu untuk beberapa hari. Kalau dapat 1 minggu dia menjalani hidup tanpaku untuk sementara.

Tidak mungkin juga dia membiarkan dirinya mati kelaparan. Dia sudah dewasa, pasti mau tidak mau dia akan membeli makan keluar. Setiap hari pun aku memberinya uang dan selalu dia simpan.

"Lu bermenung terus, gua udah mau habis nih." Seru Alex menyenggol tanganku.

"Eh..., iya." Seruku kembali menyuap makananku.

"KRIIIIIING KRIIIIIING" Hp ku berbunyi. Aku dengan cepat mengeluarkan HP dari kantong celanaku.

Ternyata panggilan dari Rain lagi. Dia menelponku terus. Aku langsung merijek panggilan dari Rain.

"Kenapa di rijek? Rain ya?" Tanya Alex seraya membersihkan mulutnya dengan tisu.

"Iya"

"Jangan lama-lama lu cuekin dia, nanti terjadi apa-apa beneran baru tau rasa lu. Ntar lu sendiri yang menyesal."

"Lu jangan menakut-nakuti gua dong."

"Ya setidaknya lu angkat, ngomong dan jelasin apa yang menjanggal dalam hati lu. Bukannya lu diam cuekin dia."

"Gua udah paham bagaimana Rain. Kalau gua angkat telpon pasti dia menangis suruh gua pulang. Ujung-ujungnya minta maaf dan baikan. Besoknya dia ngulang lagi apa yang gak gua suka." Jelasku seraya menghabiskan makananku yang tinggal satu sendok.

"Ya itu terserah lu sih, yang penting gua udah ingatin lu." Seru Alex.

Kami pun selesai makan dan aku membayar nasi gorengnya. Kami pun melanjutkan perjalanan ke rumah Alex. Aku melihat jam tangan sudah menunjukkan pukul 9 malam. Rumah Alex lumayan jauh dari bengkelku. Kira-kira membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam.

"Besok lu jangan lupa ya ke rumah gua lihatin Rain." Seruku seraya melihat ke arah Alex. Tapi ternyata dia sudah tertidur. "Dasar tukang tidur."

Hujan pun turun sangat deras, membuat jarak pandang sedikit kabur. Aku hanya bisa membawa mobil pelan-pelan, karena jalan di depanku tidak begitu jelas oleh hujan yang sangat deras.

Tiba-tiba kepala Alex jatuh ke bahuku. Aku melihat ke arahnya karena terkejut. Bulu kudukku seketika merinding saat Alex tertidur di bahuku.

"Ngapain lah anak ini bisa tertidur di bahuku." Gumamku.

Mau ku dorong kepalanya pun segan, takut dia terbangun. Mungkin Alex kecapean karena habis dari kampus langsung menemaniku di bengkel. Jadi ku biarkan saja kepalanya bersandar di bahuku.

Akhirnya kami sampai di rumah Alex. Bahuku terasa sakit karena beban kepala Alex yang begitu berat. Untung saja sudah sampai di rumah.

"Lex, Alex bangun kita sudah sampai." Seruku membangunkan Alex menggoyangkan kepalanya.

"Ahhh..., sudah sampai ya Dit, Hooooaaaeemmm...., cepat sekali rasanya. Padahal baru saja tidur." Sahut Alex mengucek-ngucek matanya.

"Ayo kita turun. Hujan deras nih, siap-siap untuk lari." Seruku.

Kami pun turun dari mobil dan langsung berlari masuk rumah. Walaupun jarak mobil ke teras rumah cuma 5 langkah, ternyata basah juga karena hujan deras itu.

Kami pun masuk kerumah dan langsung ke kamar Alex yang berada di lantai 2. Sepertinya orang tua Alex sudah tidur. Untung saja Alex selalu membawa kunci duplikat rumahnya.

"Ini handuk, keringkan badan lu. Pilih aja Pakaian dalam lemariku." Sahut Alex memberikan handuk.

Aku mengambil handuk dari tangan Alex lalu mengeringkan rambutku. Aku melihat Alex membuka semua pakaian basahnya hingga telanjang. Jantungku langsung berdebar, teringat saat Angel yang kulihat seperti Rain dalam keadaan telanjang saat di hotel kemaren.

"Kenapa begitu kali lihat lu, syur lu sama tubuh gua?" Seru Alex meledekku.

"Issshhh najis." Ketusku seraya membuang pandanganku.

Benar sih, Badan Alex sangat bagus karena dia rajin gym. Dibanding badanku, badan Alex jauh lebih bagus tepatnya seperti binaraga. Badannya berotot, dadanya bidang, dan perutnya sixpack tanpa ada lemak sedikitpun. Meskipun badanku juga berotot dan sixpack karena setiap hari kerja di bengkel, aku masih ada lemak di pinggangku.

Alex mengenakan singlet dan celana boxernya. Lalu dia langsung berbaring ke atas kasurnya yang empuk.

"Lu ambil aja baju gua dalam lemari ya." Seru Alex memandangku.

"Lu cuma pake singlet? Udah tau hujan, ntar masuk angin lu." Sahutku.

"Tenang gua kan ada selimut tebal." Seru Alex yang tetap memperhatikanku.

"Gua mau ganti pakaian, lu lihat ke arah sana." Ketusku.

"Alah, kenapa lu malu sama pun bentuknya." Seru Alex tersenyum dan membalikkan badannya.

Aku pun membuka pakaian basahku, lalu ku taruh di dalam ember pakaian kotor. Aku mengenakan handuk dan memilih baju di dalam lemari. Celana boxer Alex pendek-pendek, ukurannya sepaha semua. Celana panjang pun pasti gak muat, karena pinggangku lebih lebar dari Alex. Terpaksa aku memakai kaos dan celana boxer pendek milik Alex.

"Udah selesai lu?" Tanya Alex.

"Udah..., berbaliklah." Ketusku.

"Hahahhahah seksi juga lu ya Dit." Ejek Alex.

"Brengsek lu, masa celan boxer lu sepaha semua." Ketusku.

"Ya gua suka celana seperti itu. Yaudah tidur lagi, kalau lu merasa dingin masuk aja ke selimut ini ya. Muat kok berdua." Seru Alex mengangkat selimutnya.

Aku pun berbaring ke atas kasur. Memang dingin sekali cuaca hari ini, tapi aku malu satu selimut dengan Alex. Jadinya aku tidur tanpa selimut. Tak lama kami pun tertidur.

Hujan pun makin deras. Saat tidur, aku merasa kedinginan di seluruh tubuhku. Tiba-tiba tangan Alex berada di perutku. Aku terbangun dan melihat, ternyata Alex memelukku. Jantungku seketika berdegup kencang. Wajah Alex pun sangat dekat dengan wajahku.

"Sial...., perasaan apa ini. Kenapa jantungku berdetak kencang sekali." Gumamku.

Aku berusaha mengangkat tangan Alex dan menurunkannya ke atas kasur. Tapi Alex malah makin kuat memelukku hingga bibirnya mengenai pipiku. Hembusan nafasnya pun terasa hangat mengenai wajahku. Aku berusaha menjauhkan kepalaku agar bibir Alex tidak menempel ke pipiku. Aku pun berusaha mendorongnya, tapi karena badannya yang besar sulit sekali untuk melepaskan pelukannya.

Jantungku serasa mau pecah karena berdetak sangat kencang.


AUTORENGEDANKEN
Richard_Raff28 Richard_Raff28

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!

Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian!

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C11
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen