Benar-benar tak mereka sangka, seorang Yoshi mengidap kepribadian ganda! Awalnya Galaksi pikir Yoshi mengidap alter ego, tapi Nares menerangkan kalau kepribadian Yoshi yang lain bangkit akibat terkejut gara-gara Galaksi sendiri.
Pantas saja, setelah Galaksi menuduh Yoshi, Yoshi terlonjak sampai kepalanya terantuk dinding, cukup keras memang. Setelah itu dia linglung, baru tertawa.
"Lo kabur kemana pas kecelakaan hari itu? Kenapa polisi gak ketemu lo?!" Tanya Genta berprasangka buruk.
"Karena... gue dibawa orang," jawab Yoshi, ah tidak, Aarav maksudnya.
"Siapa yang bawa lo?" Tanya Aksa penasaran.
"Kepo."
"Lo minta ditonjok ya?" Tanya Evan tak santai. "Kita gak bisa percaya gitu aja sama lo, lo mencurigakan."
"Tonjok aja sini, nanti yang sakit juga Yoshi," tantang Aarav tak takut. "Buat apa juga gue kasih tau kalian, emangnya itu menjamin kalau pembunuhan bakal berhenti?"
"Lo aneh, kalau lo memang ada di lokasi kecelakaan, kenapa gak ada luka sedikitpun?" Tanya Aksa.
Aarav menyibak rambutnya kebelakang, memperlihatkan jahitan di pelipis kanan. Dia juga menggulung lengan baju kirinya, di sana juga terdapat jahitan memanjang di dekat siku.
Tama merabanya, itu jahitan nyata.
"Ini karena kena pecahan kaca," jelas Aarav. "Kalau kalian tanya ini ulah siapa, jawabannya gue gak tau. Kalian tanya ke Yoshi juga percuma, dia gak tau apa-apa. Kalaupun Yoshi tau, dia gak bakal berani jujur, beda sama gue yang bakal blak-blakan."
"Pantesan Kak Yoshi gak pernah jidatan lagi, ternyata ada lukanya," gumam Mashiho mengangguk-angguk.
"Kenapa cuma lo yang di bawa pergi, Gendra enggak?" Tanya Evan mulai mengintrogasi.
"Karena saat itu, Gendra udah meninggal. Gue selamat, karena itu gue dibawa pergi sebelum polisi dan pelakunya dateng lagi."
"Itu fakta atau hoax? Gue gak percaya sama penjelasan lo, aneh. Bisa aja Gendra mati karena lo. Lo beda sama Yoshi, kelihatan dari ekspresi muka lo."
"Lo 'kan anak teknik, Van, bukan psikologi. Sebisa itukah lo menilai ekspresi wajah? Woah, gue kagum."
Galaksi yang duduk di dekat Aarav langsung pindah karena takut. Jujur saja, dia mulai merasakan hawa baku hantam antara Evan dan Aarav.
Kan tidak lucu kalau dia kena pukul atau semacamnya, kasihan wajah tampannya.
"Tapi, lo sadar kalau ada yang mau bunuh lo dan Gendra hari itu?" Tanya Nares.
"Gak sadar."
"Loh, beneran?"
"Iya, 'kan malam itu gue, Genta sama Acio vidcallan pake hp gue. Gendra gak nimbrung karena fokus nyetir, dan gak lama... ada mobil nabrak dari belakang, bikin Gendra refleks banting stir hindarin mobil lain yang dateng dari arah kanan."
•••••
"Gue bingung deh, kenapa semuanya mencurigakan?" Tanya Tama tak tahu harus memikirkan apa lagi, semuanya abu-abu.
Yetfa menggeleng tanda tak tahu, mengayuh sepedanya pelan-pelan. "Walaupun semuanya mencurigakan, pasti pembunuh Kak Gendra sama Kak Asahi ada diantara kita."
"Dengan alasan?"
"Pelakunya tau lokasi Kak Gendra sama Kak Yoshi hari itu. Pelakunya tau kalau pintu di rooftop rumah Kak Asa macet."
"Kak Genta kali ya..."
Rem sepeda ditarik, Yetfa menatap Tama terkejut. Genta? Kenapa tiba-tiba Genta?
"Sifatnya aneh, dia selalu ngingetin untuk gak tau banyak. Dan juga, dia gak seaktif dulu orangnya."
"Iya juga sih... tapi gak mungkin Genta menurut gue. Masa iya anak kedokteran kayak dia jadi pembunuh?"
"Kak, di Film banyak dokter yang bunuh pasiennya. Jangan ketipu sama cover, gak semua sama seperti apa yang kita liat."
"Berarti, gue juga gak boleh ketipu sama lo dong?" Tanya Yetfa. "Bisa aja lo akting 'kan? Soalnya, tadi malam gue liat lo berdua sama Galaksi di jalan. Kalian ngapain sampai berdarah-darah gitu?"
•••••
"Genta, gue mau ngomong empat mata sama lo," cegat Nares setelah menghadang Genta menggunakan mobilnya.
"Ngapain? Lo mau kasih uang sogokan supaya Acio adik lo itu gak dituduh?"
"Waduh, sifat lo beneran berubah ya," kata Acio pura-pura kaget.
Nares keluar dari mobil, sengaja agar lebih nyaman berbicara. "Gen, makan mie ayam skuy! Sekalian ngobrol."
"Gue sibuk."
"Maklumlah Kak, anak kedokteran 'kan memang sibuk. Heran, kenapa Kak Genta enggak ya?" Celetuk Acio dari dalam mobil.
"Eits, dipastiin dulu dong, Len. Si Genta ini sibuk ngapain. Sibuk ngerjain skripsi atau sibuk ngelakuin hal lain," balas Nares memasang senyum misteriusnya.
"Res, kalau mau latihan jadi detektif bukan sekarang waktunya. Cari orang lain, gue `beneran sibuk," kesal Genta karena waktunya terbuang sia-sia.
"Oh, gitu ya kak." Acio mencondongkan badannya ke kaca jendela, kemudian menunjukkan sebuah foto di ponselnya. "Gak disangka, lo suka bunuhin anak anjing di halaman belakang rumah lo. Yang bikin aneh adalah kenapa tetangga gak ada yang denger? Oh iya, 'kan lo lakuin ini pas malem, disaat orang lagi tidur. Ternyata, lo psikopat ya..."
Nares mendongakkan kepala. "Gimana, Gen? Lo bisa gue laporin sekarang juga karena perbuatan lo itu, dan urusannya gak bakal sampe kantor polisi doang."
"Bukti apa yang lo punya? Ada lagi gak?" Tantang Genta menarik kerah baju Nares, tersulut emosi.
"Bukannya ini bisa jadi bukti walaupun bukti kecil?" Sahut Acio tak menggubris perlakuan Genta terhadap kakaknya.
"Lo itu gak tau soal hukum, gak usah sok tau."
"Mau lo bunuh Kak Gendra dan Kak Asahi atau gak bunuh, lo bakal tetep masuk penjara."
Genta terkekeh, melepas cengkramannya di kerah baju Nares, berjalan menghampiri Acio sebelum berbisik...
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
"Lo juga psikopat, Acio. Oh, jangan bilang Kak Nares gak tau? Anak yang baik, mending tutup mulut ya, Kakak lo bisa jadi korban loh."
anw, list orang yang kalian curigain berubah atau masih sama nih? :)