Keesokan hari nya
Jam istirahat pukul 10.20
Raine kembali duduk di bangku yang sama saat dia bertemu dengan cowok cantik bersama buku bergambar yang sangat indah, kali ini Raine membaca sebuah novel dongeng percintaan.
"Lo sering duduk disini?"
Suara berat dan renyah yang selalu diingatnya sejak beberapa hari lalu, menyapanya hari ini, kaget dan sedikit tak percaya melandanya begitu memandang wajah cantik didepannya itu kini duduk berhadapan dengannya, sedetik tadi Raine merasakan udara disekitarnya berhenti sejenak.
"Ada masalah?"
Tanya Raine sedikit jutek, mencoba mencari sedikit udara disekitarnya ketika mata cowok cantik itu menatapnya tajam menyelidik.
"Nggak ada sih." Jawab cowok itu santai, memandang kesamping tempat duduk Raine yang kosong lalu memandang Raine lagi, sedangkan Raine masih mencoba menyibukkan dirinya untuk membaca buku ditangannya. Cowok itu tersenyum melihat gadis didepannya yang terlihat sekali salah tingkah dengan kehadirannya, tapi entah mengapa hal itu justru menyenangkan hatinya.
"Lo punya hubungan apa sama Bagus?"
Raine berhenti membaca, di pandanginya cowok cantik itu, mencoba mencari sesuatu, entah apa, yang dipandangi hanya tersenyum melihat ekspresi wajah Raine yang berhati-hati.
"Kenapa lo nanya Bagus? Lo kenal?"
"Peraturan nomor satu dalam percakapan. Dilarang menjawab pertanyaan dengan pertanyaan."
Raine menggigit bibirnya, gerakan itu tak luput dari jangkauan tatapan cowok cantik itu, Raine merasa kalimat yang di ucapkan cowok itu adalah kalimatnya, tapi dia tidak ingat kapan, dimana dan dengan siapa dia mengucapkan kalimat tersebut. Raine berdeham, mencoba melancarkan tenggorokannya yang tercekat karena tidak bisa mengingat dengan jelas.
"Kita pernah sekelas, waktu kelas satu."
"Cuma itu?"
Pertanyaan si cowok cantik itu menyinggung perasaan Raine, karena jelas sekali dia tidak percaya dengan jawaban yang diberikan Raine padanya.
"Maksud lo apa sih? Kenapa lo nanya hal itu ke gue.!"
Cowok cantik itu tersenyum senang mendengar nada suara Raine lebih tinggi.
"Sorry, gue cuma penasaran."
Raine mendengus kesal, di tatapnya kembali novel yang tadi dibacanya, tapi dia tidak bisa berkonsentrasi membaca buku tersebut, ada sesuatu tentang cowok itu yang membuatnya sangat penasaran dan gelisah. Raine membanting bukunya ke meja, sehingga menimbulkan suara berdebam, petugas perpustakaan menengok kearah Raine duduk, Raine memandang kearah si penjaga perpustakaan dan meminta maaf tanpa suara, si penjaga perpustakaan menatap tajam kearah Raine memberi peringatan untuk tidak berisik kepadanya. Cowok cantik itu tertawa kecil melihat kejadian langka dari gadis manis didepannya, Raine membesarkan matanya yang sudah besar kepada cowok cantik itu, tanda ketidak sukaannya mendapat ejekan secara tidak langsung dari cowok cantik itu, yang dipandang berdeham sekali, mengetahui tindakannya yang menyinggung gadis manis didepannya itu.
"Kita belum kenalan," Raine melengos mendengar perkataan cowok cantik itu padanya, seolah tidak perduli dengan nama si cowok walau hatinya sangat penasaran. Lama jeda yang diberikan si cowok cantik itu, membuat Raine melirik kearahnya, hanya untuk mendapati cowok itu tersenyum manis mencoba menahan tawa melihat ekspresi gadis manis didepannya yang berubah-ubah tiap menit.
"Nama gue, Dewa."
Raine mematung mendengar nama si cowok cantik yang ada di depannya, lama dia terdiam, hanya memandang kosong kearah cowok itu, refleks Raine berdiri terburu-buru dari tempat duduknya dan meninggalkan ruang perpuskataan, diluar pintu perpustakaan tangan Raine ditarik hingga badannya memutar, memaksa matanya untuk mendongak menatap pupil mata cowok cantik itu, namun, fikirannya kosong, merasa bingung dengan dirinya sendiri, Raine hanya bisa memandang mata cowok cantik itu.
"Raine ?"
Raine menelan ludahnya mencoba membasahi tenggorokannya yang kering, saat mendengar suara Dewa yang seperti bisikan, nafas Dewa membelai lembut anak rambut di pelipis Raine.
"Sorry,"
Bibir Raine bergetar, hanya kata itu yang bisa dia katakan. Dewa yang menyadari getaran halus dari bibir Raine, segera melepaskan tangan Raine dari genggamamnya.
"Maaf"
Raine melihat penyesalan dimata Dewa, namun ada perasaan lain yang menyelimutinya kini, sesuatu yang sudah lama dilupakannya. Raine memutar tubuhnya dan berlalu dari pandangan Dewa yang kini menyembunyikan kepalan tangannya di kantong celana panjangnya, dia hanya bisa memandang kepergian Raine sampai sosoknya menghilang di tikungan menuju tangga naik lantai 3.
***