App herunterladen
100% Rimei di Negeri Clobusow / Chapter 2: 2. Pertemuan

Kapitel 2: 2. Pertemuan

Pagi-pagi sekali Rimei sudah berangkat menuju gua. Dia yang paling muda diantara kaumnya tetapi sudah dipercaya untuk memegang peranan penting dalam pekerjaan. Gua terlihat ramai pagi ini. Rupanya udara segar membuat para pekerja semangat untuk bekerja. Pintu masuknya yang sempit membuat yang mau masuk harus sabar mengantri.

Setelah mengantri cukup lama akhirnya Rimei bisa memasuki gua. Jangan bayangkan kalau gua sempit dan pengap. Dinding gua dihiasi oleh kristal-kristal beraneka warna. Kristal itu membiaskan cahaya obor yang terpasang di dinding. Meskipun sudah bekerja selama setahun tapi tetap saja kagum ketika memasuki gua. 

Rimei melihat pekerja yang hilir mudik mendorong gerobak menuju ruangan-ruangan. Dia berbelok ke kanan dan memasuki salah satu ruang penciptaan. Rimei adalah seorang Kemasan yang bertugas sebagai pembuat perhiasan. Ini sebuah prestasi yang membanggakan karena seorang Kemasan harus melewati berbagai ujian yang rumit untuk membuktikan kemampuannya.

Rimei segera tenggelam dalam pekerjaan. Ruangan sangat sunyi karena Kemasan terbiasa bekerja dalam diam. Mereka jarang ngobrol saat bekerja sehingga dapat berkonsentrasi penuh dalam menciptaan. Hari ini Rimei membuat banyak liontin sesuai dengan tugas kerja hari ini. Pekerja tambang menemukan banyak bebatuan dan juga permata berwarna cantik.

"Ah indahnya." Rimei mengamati sebuah batu opal yang berwarna pelangi.

"Buat sebagai liontin dan bawalah pulang," kata pengawas Dio.

"Ini untukku?" Rimei tidak percaya dengan pendengarannya.

"Tentu saja kamu boleh memilikinya. Hari ini kamu membuat banyak liontin dengan cepat. Bahkan lebih banyak dari pekerja yang lain. Anggap saja sebagai bonus. Kerjakan liontin itu dan segeralah pulang." Dio tersenyum melihat Rimei yang masih bengong.

"Aku juga boleh pulang cepat?" Rimei semakin tidak percaya dengan pendengarannya karena selama bekerja dia tidak pernah dapat bonus dan diperbolehkan pulang cepat.

"Ya. Jangan bertanya lagi atau aku akan mencabut keputusanku." Perintah Dio dengan tegas.

"Baik, Pak." Rimei segera tenggelam dalam pekerjaan terakhirnya hari ini. Dia tersenyum senang saat membayangkan wujud akhir liontin yang akan melingkari leher.

Liontin yang sedang dikerjakan Rimei dibentuk seperti daun semanggi berhelai empat. Rimei berharap kalau keberuntungan selalu bersamanya. Rimei sangat bahagia karena ini adalah hadiah pertamanya dan tidak akan dijual. Kapan lagi dia bisa mendapatkan batu warna pelangi yang indah, secemerlang batu yang sedang dikerjakannya.

"Liontinmu indah, sungguh sangat cocok kamu kenakan," puji pekerja yang ada di dekat Rimei.

"Terima kasih pujiannya Bu Meri. Saya permisi pulang dulu." Rimei berpamitan sebelum meninggalkan tempat kerja.

Rimei menuju tempat favoritnya yaitu duduk di atas batu besar di bawah pohon beringin. Dia asik mengamati petani yang bekerja menggarap sawah dan juga kebun. Mereka terlihat sehat, muda, dan bersemangat saat bekerja jadi Rimei juga merasakan semangat yang sama. Selain kutukan jadi kurcaci kalau matahari terbenam, mereka juga dikutuk panjang umur dan awet muda saat berwujud manusia. Mereka akan berhenti tumbuh dan menua saat berusia 24 tahun. Rimei masih berumur 14 tahun jadi dia masih bisa tumbuh lebih tinggi lagi.

Rimei meraih sebuah kerikil dan melemparkannya sejauh mungkin. Dia merasa amat marah pada Pandu. Dulu waktu dia masih berumur enam tahun, anak gendut itu selalu mengganggu ketika dia sedang menemani orang tuanya dalam misi menjual perhiasan dan berbelanja untuk desa.

Rimei ingat betul kalau dia selalu sembunyi saat Pandu melintas. Anak itu suka menarik rambutnya yang dikucir kuda hingga dia merasakan sakit kepala.

Pandu juga pernah menaruh cincin perak curian ke dalam saku bajunya lalu meneriakinya sebagai pencuri. Orang tuanya terpaksa membayar ganti rugi kepada penjual. Rimei mendapat hukuman tidak boleh ikut ke desa Fuli kalau belum memetik 100 keranjang beri. Cincin itu masih Rimei simpan agar dia ingat membalas dendam pada Pandu. Sayangnya saat Rimei kembali ikut ke desa Fuli, Pandu sudah tinggal bersama neneknya. Sekarang anak itu sudah beranjak besar dan kembali membuat ulah. Ini saat yang tepat untuk pembalasan.

"Liontin yang bagus," puji Abe yang tiba-tiba sudah ada di samping Rimei.

"Terima kasih. Ini adalah bonus karena aku bekerja dengan baik hari ini." Kehadiran Abe selalu membuat suasana menjadi senang dan bahagia.

"Selamat, Mei. Aku juga punya hadiah untukmu. Aku harap kamu menyimpan dan membawanya kemana-mana." Abe menyerahkan kantong kain kecil pada Rimei.

Rimei yang penasaran segera menarik tali untuk membuka kantong itu tapi dengan cepat Abe mengambil dan mengikat kembali dengan erat. Abe mengatakan kalau kantong itu berisi serbuk hitam yang berbahaya dan hanya boleh digunakan saat terdesak saja. Abe mendekatkan mulut ke telinga Rimei dan membisikkan mantra untuk mengendalikan serbuk.

"Jangan sekali-kali membuka kantong kalau kamu belum membutuhkan serbuk ini." Abe memberi peringatan keras.

Rimei berbinar senang menerima hadiah berharga itu. "Terima kasih."

"Sekarang kamu bisa menceritakan kesulitanmu." Abe memandang wajah Rimei yang berubah cemberut.

Rimei tidak heran dengan kemampuan membaca pikiran Abe karena mereka sudah berteman lama. Dia akhirnya berbicara tentang bahaya yang sedang dialami desa Gon, tentang ulah Pandu yang meresahkan.

"Aku bertanya-tanga, mengapa kamu tidak hadir saat pertemuan?"

Abe tersenyum simpul. "Aku mengasingkan diri untuk mendapatkan ketenangan jadi aku lebih nyaman kalau tidak berkumpul bersama orang banyak."

Abe sudah sering mengatakan hal itu tetapi Rimei masih tidak mengerti karena dia sering melihat Abe duduk di tempat duduknya saat ini, memandang sekitar tanpa berkata apa-apa. Sering kali Rimei bergabung dengannya dan ikut duduk tanpa suara.

"Kalau Kalia yang mengutuk warga desa Gon itu berarti dia jugalah yang bisa mencabut kutukannya," ujar Abe.

"Tapi kami tidak tahu di mana Kalia dan masih hidupkah dia," keluh Rimei.

"Tentu saja Kalia masih hidup. Dia tinggal di kota Clobusow yang merupakan ibu kota dari negeri Clobusow. Untuk sampai di kota Clobusow maka kamu harus mendapatkan serbuk pelangi dari Mejikuhibiniu." Abe bercerita sambil matanya menatap lurus ke depan.

"Mejikuhibiniu?" tanya Rimei.

"Mereka adalah para penjaga serbuk pelangi. Mintalah serbuk pada mereka lalu gunakan untuk memasuki kota. Seingatku, Gilang menyimpan peta menuju Clobusow." Abe berdiri dan membersihkan celana dari debu yang menempel.

"Hari sudah menjelang sore. Aku harus bergegas sebelum matahari terbenam. Kamu juga harus pulang. Lihatlah, para petani sudah mulai bersiap-siap pulang." Abe meninggalkan Rimei yang masih duduk sambil mencerna cerita Abe.

Para petani memanggil nama Rimei keras-keras untuk mengingatkan Rimei agar segera pulang. Rimei menyimpan kantong serbuk hitam ke dalam kantong besar yang berisi serbuk lainnya agar dia bisa selalu membawa pemberian Abe lalu segera berlari untuk menyusul serombongan petani . Dia tidak ingin berubah di jalan dan semakin terlambat sampai di rumah. Jangan sampai berubah jadi kurcaci karena jarak dari sini menuju rumah sangat jauh untuk seorang kurcaci. Rimei bergidik saat membayangkan hal itu.

Pagi harinya, Rimei tidak membuang-buang waktu. Dia menghadap tetua dan menyampaikan maksudnya untuk pergi mencari Kalia dan memohon agar Kalia sudi mencabut kutukan atas warga desa Gon. Orang tua Rimei merasa berkeberatan karena Rimei masih muda, perjalanan hidupnya masih panjang.

"Bisakah aku berbicara berdua dengan Rimei?" Gilang meminta ijin orang tua gadis itu.

"Tolong beri pengertian pada Rimei. Aku rasa semalam dia bermimpi hingga bingung membedakan mana yang nyata, mana mimpi."

Gilang menutup pintu ruang tetua dan mempersilahkan Rimei untuk duduk. Ruang tetua berisi sebuah meja oval dan 12 kursi pendek, sesuai jumlah para tetua. Rimei hanya memandang kursi-kursi itu hingga akhirnya Gilang menarik sebuah kursi untuknya.

Gilang menanyai Rimei tentang siapa yang sudah memberi tahu cara menuju kota Clobusow karena hanya dia saja yang mengetahui tentang hal itu.

Rimei menceritakan tentang Abe tetapi Gilang tidak mengenal Abe. Gilang bukan merupakan orang yang pelupa jadi dia sangat yakin kalau tidak ada warga Gon yang bernama Abe.

"Dia senang hidup menyendiri jadi mungkin Tetua sudah melupakannya." Rimei mengingat-ingat sosok Abe yang misterius.

"Dia bukan warga Gon tetapi apa yang dikatakannya sungguh benar adanya." Gilang mengambil sebuah gulungan kertas lalu membentangkannya di atas meja oval.

"Ini adalah peta menuju kota Clobusow dan juga peta menuju Mejikuhibiniu. Kamu harus berangkat karena kamu adalah yang paling muda dan paling gesit.

...

Wira menyentuh panah dan juga belati kecil yang tersimpan rapi terikat di pinggangnya untuk memastikan dia siap melakukan hal ini. Wira mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Matanya melihat jauh ke dalam hutan seolah menggambar rute yang akan dilewati.

Beberapa hari lalu Wira mendengar tentang gadis yang sering keluar masuk hutan dengan semangat . Ini menandakan kalau hutan ini tidak berbahaya seperti yang selama ini dipikirkan oleh warga desa. Buktinya adalah gadis itu selamat dan sehat saat keluar dari hutan.

Ada yang bilang kalau gadis itu bukan manusia karena setiap orang yang masuk ke hutan Kesunyian pasti tidak kembali tetapi gadis itu beberapa kali terlihat masuk dan keluar hutan dalam keadaan sehat, tak kurang satu apapun.

Wira melangkahkan kaki dengan hati-hati memasuki hutan. Dia memasang telinga agar tetap waspada jika ada yang menyergapnya. Beberapa meter memasuki hutan tapi tidak terdengar atau terlihat sesuatu yang aneh, sungguh sangat mencurigakan. Jangan-jangan ada rampok di hutan, itu sebabnya tidak ada warga yang kembali saat memasuki hutan.

Wira menghentikan langkah dan mulai memperhatikan sekitar. Suasana sepi yang aneh karena tidak terlihat hewan sama sekali. Wira bersiul untuk memanggil burung untuk memastikan ada hewan di sini. Dia tidak tahu kalau siulannya membuat sesuatu yang lain terbangun.

Sulur tumbuhan pemakan daging bergerak merambat mendekati Wira dari segala arah tetapi Wira tidak menyadari hal itu karena dia masih mendongak untuk mencari burung. Wira jatuh berdebum. Suara teriakan Wira terdengar sampai jauh. Tubuhnya sudah terseret oleh sulur yang melilit pergelangan tangan, pinggang, serta kaki.

"Tolong!" Wira berteriak berkali-kali meminta bantuan.

Wira sama sekali tidak bisa menguasai tubuh karena sulur-sulur itu melilit erat. Dia bahkan tidak bisa meraih belati atau pun busur panah untuk melepaskan diri. Wira sudah putus asa dan kesakitan. Sulur-sulur ini tak ubahnya seperti ular yang membelit semakin kencang.

Wira sudah hampir tak sadarkan diri tapi sayup-sayup dia masih bisa mendengar suara nyanyian seorang gadis. Ikatan terasa lebih longgar. Dia merasakan kalau tubuhnya dipaksa bangun oleh seorang gadis. Gadis itu berlari kencang ketika Wira sudah bisa berdiri tegak. Wira tersandung-sandung akar tanaman saat mencoba menyesuaikan dengan irama lari gadis penolong hingga keluar hutan.

Gadis berambut pendek itu melepaskan tangan Wira. Mereka sudah sampai di padang rumput, ini tandanya kalau mereka sudah keluar dari hutan. Dia terlihat mengatur napas dan mulai duduk serta meluruskan kakinya. Wira mengikuti perbuatan gadis itu. Jangan-jangan yang dibicarakan oleh warga desa Fuli adalah gadis ini.

Wira menatap gadis itu lekat-lekat lalu mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri. "Wira."

Gadis itu menatap Wira dengan garang. "Apa yang kamu pikirkan sampai nekat masuk ke dalam hutan? Apa kamu tidak sayang dengan nyawamu? Hutan Kesunyian sangat berbahaya."

"Tapi kamu bisa melewatinya dengan selamat." Wira mencoba membela diri.

"Itu aku, bukan kamu." Gadis itu memalingkan wajahnya, terlihat sangat marah.

"Maafkan aku. Lain kali aku tidak akan mencoba memasuki hutan lagi." Wira mencoba menarik perhatian gadis itu.

"Rimei." Gadis itu akhirnya mau menjabat tangan Wira.

"Aku pergi duluan." Rimei bangkit, mengibas-kibaskan celana agar bersih dari rumput dan pasir.

"Kamu mau ke mana?" tanya Wira ingin tahu.

"Bukan urusanmu." Rimei segera berlari meninggalkan Wira.

Wira bukan tipe orang yang gampang menyerah oleh karena itu secara diam-diam mengikuti Rimei. Wira harus tahu rahasia Rimei untuk dapat keluar masuk hutan dengan bebas. Walau pun begitu, Wira sedikit kesulitan mengejar Rimei yang gesit.

Tanpa curiga, Rimei terus melakukan perjalanan. Dia berdendang dengan ceria sambil melompat-lompat kecil. Rimei sangat semangat melakukan perjalanan ini meski orang tuanya sempat marah karena tidak rela melepas kepergiannya.

Rimei berjalan memutari pinggiran hutan Kesunyian untuk mencari sebuah gua yang tertutup oleh batu besar. Dia bersorak kegirangan saat menemukan gua yang tertulis di dalam peta. Dia menggeser batu besar yang tampaknya sangat berat tapi pada kenyataannya sangat ringan. Segera saja Rimei menghilang dalam kegelapan saat memasuki gua, tak lama kemudian dia muncul dari sebuah lubang di bawah pohon besar.

Rimei gembira karena sudah memasuki negeri Clobusow. Dia selangkah lebih dekat menuju Kalia. Rimei mencari tempat duduk lalu membuka peta dan mempelajarinya. Dia harus menuju ke desa Merah untuk mencari Meri agar dapat meminta serbuk merah.

Suara jeritan minta tolong membuat Rimei bergegas bangun dan mencari sumber suara. Rimei merasa dejavu saat menemukaan orang yang membutuhkan pertolongan. Ini benar-benar kebetulan yang aneh. Dalam satu hari ada dua orang yang berteriak minta tolong padanya.

Nb :

Kemasan : tukang yang bekerja mengukir atau membuat perhiasan emas dan intan


next chapter
Load failed, please RETRY

Bald kommt ein neues Kapitel Schreiben Sie eine Rezension

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C2
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen