App herunterladen
9.81% RE: Creator God / Chapter 37: CH.37 Bertemu Lagi

Kapitel 37: CH.37 Bertemu Lagi

Yang ada di hadapanku benar-benar mengejutkanku. Panggilan darling, siapa yang tidak kenal dengan panggilan itu. Panggilan satu-satunya yang ditujukan kepadaku oleh, Marie. Pertanyaannya hanya satu, kenapa dia ada di sini, dan kenapa mengancam asistenku? Aku memang tau aku pernah mengajaki dirinya kemari dan ke rumah, tetapi kenapa tidak langsung ke rumah saja?

"Itu kah dirimu Marie-chan?" aku bertanya memastikan dari jarak aman.

Benar saja, dia menyandra asistenku dengan pedang miliknya. Benar-benar berbahaya, untung aku cepat tanggap. Apakah dia memancingku keluar dengan cara ini? Sungguh tak terduga hal ini dilakukan olehnya.

"Darling… akhirnya kamu datang juga." dengan muka yang sangat menjijikan Marie datang kepadaku.

Wanita ini, apakah hanya karena aku meninggalkan mereka dari Demonirya mereka langsung bertingkah seperti ini? Kalau dihitung-hitung aku meninggalkan Demonirnya sudah 150 tahun dunia sana. Pantas saja dia mulai mencariku lagi.

Aku tak tahu kenapa dia bisa seperti ini, tetapi yang buruk adalah ada Kiera di sini dan sedang mengamati dari kejauhan.

"Tenangkan lah dirimu Marie-chan. Apa yang membuatmu sampai seperti ini?" jujur saja, dia bertingkah seolah dia itu gila.

"Membuatku seperti ini? Ahahahahaha." dia tertawa sekeras-kerasnya dan memegang wajahnya dengan satu tangan.

Sekarang aku pasti, bukan bertingkah seolah gila lagi, dia memang gila. Walau aku bisa menebak alasan dia menjadi gila apa, tetapi aku tak mengira efek dari tindakanku bisa membuatnya jadi seperti ini.

"Kau bajingan! Setelah meninggalkanku selama 150 tahun dan kau katakan apa yang membuatku seperti ini!? Sungguh kejam dirimu itu." dia berteriak kepadaku.

Seumur hidupku walau sengsara macam apa pun itu, belum pernah aku mendengar kata busuk dan kasar itu dari siapa pun, tetapi Marie istri dari Alter Ego Lucifer ini, dia mengatakannya. Aku tak pernah mengira hari seperti ini ada dalam hidupku, tak secuil pun.

"Tenangkan lah dirimu. Aku memang sadar kalau meninggalkan Demonirya 150 tahun yang lalu adalah tindakan yang sembrono, tetapi kau terlalu gila Marie-chan. Jangan terhasut niat jahat atau sisi jahatmu." satu hal yang aku pelajari sewaktu masih di Demonirya.

Perpustakaan memiliki suatu buku tentang ras yang ada, dan salah satu ras yang ada adalah ras Marie, vampir. Ras vampir di sini bukan yang seperti mitos akan mati kalau terkena sinar matahari atau karena perak, tetapi yang kubaca itu mengejutkan sekali.

Ras vampir akan menjadi sangat tidak terkontrol ketika dia kekurangan asupan darah. Mungkin alasan Marie mencari diriku sewaktu aku masih umur 16 tahun juga itu. Asupan darah di sini bukan harus melewati gigitan pada leher, pundak atau tangan, tetapi dilakukan dalam bentuk hubungan badan. Sangat tidak menyenangkan harus menghadapi tindakan yang tidak terkontrol ini.

Mana lagi ras vampir akan memiliki batas waktu lebih singkat atau lebih lama dalam bertahan tanpa asupan darah tergantung emosi dirinya. Kurasa karena aku meninggalkan Marie dan istri Lucifer yang lain dengan tiba-tiba juga dengan alasan karena karena aku sudah tidak bisa tahan atas kebosananku.

"Kau suruh aku tenang!? Sialan juga ya kau!" Marie berlari mendekat kepadaku.

Dia, yang sedang membawa pedang itu menghunuskan pedangnya padaku. Karena aku terlalu lengah, aku tidak bisa menghindari atau bahkan menahannya. Arah pedang itu menuju ke jantungku. Walau aku immortal, tetapi ketika mana di dalam diriku tidak berjalan normal, maka immortal pun hanya lah sebuah fiksi belaka.

"Awas!" suara itu sangatlah mengejutkanku.

Ternyata Kiera berlari mendorongku mengantikan diriku yang ingin ditusuk itu. Aku sungguh terkejut atas tindakannya yang sangat berani. Tidak, bukan itu yang harus kupikirkan sekarang, Kiera tertusuk oleh pedang!

"Kiera!" aku begitu terkejut bahwa banyak sekali darah yang keluar darinya.

Benar saja, ketika dia ganti tertusuk saat melindungiku, dirinya terhujam oleh pedang, tepat di perutnya. Otomatis saja darah yang tak terbendung langsung keluar dari luka tusukan pedang itu.

"A-aku.. aku tidak membunuhnya, arghhh!" Marie yang menjadi sangat ketakutan itu lari kabur entah ke mana.

Seharusnya aku tidak membiarkan dia pergi, tetapi sekarang prioritas utamaku adalah Kiera.

"Asisten, cepat buat panggilan suara ke rumah sakit biasanya untuk menyiapkan UGD!" aku berteriak sambil membawa Kiera yang terluka itu.

"Ba-baik."

Menunggu ambulan sama saja cari mati, aku yang sudah tak peduli apa pun yang terjadi dengan reputasiku langsung berterbang keluar dari gedung perusahaanku dan pergi menuju rumah sakit.

"Sa-sayang." Kiera mencoba memanggilku tetapi terpatah-patah.

"Tahan lah sebentar, kau pasti akan selamat."

Kalau mobilku bisa berjalan dengan kecepatan 350 km/jam, aku bisa terbang dengan kecepatan 1000 km/jam. Gila? Tepat sekali, aku sudah gila membiarkan Kiera terluka.

"Ti-tidak apa-apa, a-aku baik… baik saja." ketika Kiera mencoba berbicara, dia memuntahkan darah.

Diriku begitu panik, kalau diriku yang terbunuh kurasa mungkin tidak akan membawa dampak besar untuk yang lain, tetapi kalau sampai orang yang kusayangi yang mati, aku tidak tau harus melakukan apa lagi.

"Kita sudah sampai, bertahanlah." aku langsung turun dari terbangku dan berlari mendapatkan UGD.

Untung saja asistenku sudah kuberitahu untuk memberi tahu rumah sakit, kalau tidak penanganannya akan terlambat pasti.

"Suster! Cepat tangani!" aku langsung berteriak kepada suster yang ada di situ.

Kiera langsung saja dibawa masuk ke ruang UGD dengan kasur dorong. Segala persiapan sudah siap, tahu dari mana? Karena seluruh staff rumah sakit langsung mengerti apa yang mereka lakukan tanpa berkomentar satu pun.

Setelah Kiera masuk ke UGD, aku tidak bertambah tenang, justru semakin panik. Kalau sampai terjadi apa-apa pada Kiera, aku akan menyesal, dan anak-anak akan sedih. Oh ya, aku harus memberi tahu anak-anak tentang hal ini dan menyuruh mereka tenang saja.

"//Pentarundum On: Call Children//." shortcut itu kubuat untuk diriku sendiri agar memudahkan diriku.

Panggilan suara itu langsung saja diangkat oleh semua anakku dengan tanggap karena mereka tau, panggilan suara dariku itu sangatlah penting. Aku tak pernah memanggil mereka hanya untuk basa-basi.

"Anak-anak, ada sesuatu yang papa harus beri tahu kepada kalian."

"Apa itu papa, papa kelihatan pucat sekali." Furisu menebak pikiranku.

"Mama… mama kalian… masuk rumah sakit, masuk UGD…." dengan tersendat-sendat dan terisak aku menyampaikan maksudku kepada anak-anakku.

Jujur saja walau Kiera yang tertusuk pedang, tetapi aku juga bisa merasakan rasa sakitnya, rasa perih hatiku ini. Pikiranku jadi kacau balau mengetahui hal ini.

"APA!? APA YANG TERJADI!?" Migusa dengan panik berteriak.

"Sa… saat papa hendak diserang, mama lah yang melindungi papa…." bagaimana aku dapat membayar dosaku ini?

"Kami akan segera ke sana, tunggulah sebentar."

"Tidak, kalian tunggu lah di rumah, ini akan memakan waktu yang sangat panjang, besok kalian masih harus ke sekolah."

Aku harus menghentikan mereka apa pun yang terjadi. Walau aku tau betapa mereka menyayangi dan mencintai mama mereka, tetapi kesehatan mereka juga lah penting.

"Apa pun yang papa katakan, kami tidak akan mendengarkannya. Persetan juga dengan sekolah, nilaiku sempurna selalu." Kyosei pun ikutan memaksa.

"Kalau papa tidak membiarkan kami, kami akan membencimu." akhirnya Shouko pun juga memaksa.

Aku tak ingin menyusahkan mereka, tetapi memang benar disaat-saat genting ini lah mereka harus ada. Kalau aku menghalangi mereka, aku pasti akan menyesal nantinya.

"Maafkan papa, papa akan mengatur supir untuk mengantarkan kalian." dengan hati yang sangat tersakiti ini aku hanya bisa mengiyakan.

"Kami akan tunggu."

Setelah menutup panggilan suara, aku langsung membuat panggilan lagi ke supir anak-anak untuk menjemput dan mengantarkan mereka ke rumah sakit ini. Dengan begitu, aku hanya bisa duduk, diam dan menunggu apa pun hasilnya.

"Sungguh diriku yang bodoh ini, kapan aku bisa berhenti melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak bisa dimaafkan?" aku berbicara pelan dan memukul wajahku sendiri.

Namun disaat seperti ini, hal buruk terjadi kepadaku. Ingat bahwa manaku dalam kondisi yang tidak stabil? Setelah terbang dengan kecepatan penuh yang tidak pernah aku lakukan, manaku berada di tingkat yang sangat berbahaya, dibawah batasan manaku yang seharusnya.

"ARGHHH!!" seluruh tubuhku menjadi sangat kesakitan.

Orang-orang di sekitarku pun menjadi sangat ketakutan. Manaku yang seharusnya digunakan untuk menekan guratan-guratan hitam hasil melakukan sihir terlarang di Demonirya sekarang tidak cukup kuat. Aku mengingat suatu hal disaat seperti ini.

Ryuuou pernah mengatakan, ketika aku tidak mempunyai kontrol atas tubuhku, Ryuuou akan kehilangan akal juga dan akan mengendalikan tubuhku. Dengan tubuh tak terkontrol ini, maka Ryuuou akan mengamuk dan bisa menghancurkan kota ini dalam sekejap, ughhh.

"Sakit… sakit…. Arghhh!" aku hanya bisa menahan rasa sakit ini sambil mempertahankan kontrol ini.

Kalau aku bisa, sebenarnya aku akan kembali ke dunia di mana kaya akan mana yang cocok denganku, tetapi sekarang pun tidak punya mana untuk membuka gerbang portal. Perbuatanku benar-benar bodoh, sangat bodoh. Kalau aku lepas kontrol aku hanya akan mengamuk menghancurkan, apakah ini saatnya aku membunuh diriku ganti nyawa banyak orang?

"Papa!" tiba-tiba anak-anakku datang dan memelukku.

"Pe-pergilah, aku tak ingin menyakiti siapa pun." aku berusaha berdiri dari posisi terjatuhku.

Aku harus segera pergi dari sini, setidaknya kalau aku menjauh maka tidak akan ada orang yang tersakiti ketika aku lepas kontrol. Dengan benar-benar memaksakan manaku, aku terbang sekali lagi dengan cepat pergi ke luar kota.

Kalau pergi ke tempat yang aman, lepas kontrol pun tidak masalah. Aku mulai kehilangan kontrol dan kesadaran, ayo sedikit lagi! Sampai! Akhirnya aku berhasil ke hutan dan pegunungan kosong. Ah.. aku sudah tidak kuat. Maafkan aku semuanya… maafkan papa anak-anakku… maafkan aku istri-istri tercintaku.

"This… is… the end…. – Ini… adalah… akhirnya…. –" aku terjatuh ke dalam hutan ini.

Tubuhku sudah tidak bisa digerakan. Tubuhku pun sudah mati rasa. Kurasa inilah akhir dari cerita hidupku. Sungguh tidak menyenangkan sama sekali, aku tersenyum.

"Ironis sekali…." aku tergeletak jatuh hanya dengan sebuah senyuman terakhir.

"Bertahanlah." suatu suara terdengar olehku sebelum aku pingsan totalitas.


next chapter
Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C37
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen