App herunterladen
1% Rahasia dibalik mata / Chapter 4: Bagian 4

Kapitel 4: Bagian 4

Waktu menunjukan pukul 23.59, Arsil yang masih berpikir runyam saat ini hanya bisa duduk terdiam meminum teh hangat miliknya sambil menunggu sang suami pulang dari pekerjaannya.

"Assalamualaikum daddy pulaang.." Sapa teo saat pulang kerumahnya yang sudah sunyi.

"Loh mi,belum tidur?ini tengah malem loh sayang. Kasian dede bayi nya pengen tidur." Ucap teo,suaminya menghampiri arsil disofa yang masih termenung meminum teh hangat digenggamannya.

Sambil mengusap lembut perut buncit sang istri, ia bertaya keadaan putra putrinya.

"aleya dan kevin sudah tidur?" Teo menatap pintu kamar anaknya dari kejauhan.

"Hem,mereka sudah terlelap. Kenapa pulang jam segini? Kamu tahu kan ini jam berapa?" Tanya arsil menatap lurus kedepannya.

"Kenapa kamu tanya begitu sayang, aku kelelahan pulang bekerja sampai aku ketiduran dikantor. Kamu tahu sendiri pekerjaanku tak bisa ditunda." Jawab Teo.

"Aku tahu jadwal kantor mu, kantor ditutup dua jam yang lalu." Arsil menatap suami disampingnya.

Teo yang merasa aneh dengan istrinya sedikit memberi jarak mereka berdua. Entah apa yang dipikirkan istrinya.tapi, hatinya merasa akan ada masalah besar datang menjumpainya.

"Kenapa diam? Kemana kamu dua jam yang lalu?"

"A-ak_"

"Tak usah mengelak, kamu pikir selama ini aku diam dan tak tahu apa apa?" Arsil berdiri menatap muak dengan suaminya.

Teo menenangkan istrinya, ia menduga pasti situasi ini akan hadir seiring waktu berjalan dalam rumah tangganya.

"T-tahu apa yang kamu maksud sayang?"

Tanpa basa basi arsil memperlihatkan sebuah jepretan poto dihandphone nya. Teo sedikit terkejut dari mana istrinya mendapat poto itu. Arsil tersenyum licik dengan aib suaminya yang sedikit demi sedikit terbongkar berselingkuh dengan ibu dari teman anaknya sendiri.

"Jangan salah paham dear,itu semua hanya.."

"Hanya apa? Hanya rekayasa? Maksudmu jika aku sendiri yang melihat mu berduaan dengan wanita lain dihotel itu semua rekayasa?" arsil menatap nyalang teo dengan mata nya yang mulai memerah.

"...."

"Kenapa kamu diam teo? Apa kurang nya kecantikanku sampai kamu harus bermain dengan wanita lain? Semua aku berikan termasuk keturunan. Apa yang kamu lihat dari janda itu? Atau anak yang bernama witta itu juga hasil dari perselingkuhanmu?!JAWAB?!"

"Itu.." Teo menunduk tak berani melihat wajah sang istri yang tampakmurka dengan sikapnya.

"A-aku merasa hanya dipermainkan oleh mu,selama ini aku sabar dengan sikap mu yang selalu menunda eniversery kita atau selalu menolak bermain dan berkumpul Bersama putra putri kita. Jadi,ini alasannya?" Arsil bersikap tegar menatap suaminya yang diam dan menunduk dihadapannya dengan mengusap linangan air mata dipipinya.

"Maap."

"Anak itu..? anak itu anak mu dan si jalang itu..hiks." Arsil menutup mulutnya menahan gejolak amarah dan sakit dengan kenyataan yang baru saja ia simpulkan.

"Kamu..hiks, membuat ku kecewa teo." Arsil memejam membelah rambutnya kebelakang tanda prustasi dan membelakangi suaminya.

"Maap arsil,aku bersalah padamu. Maapkan aku, aku janji tidak akan pernah mengulanginya lagi.tapi, tolong maapkan aku,maap arsil maapkan aku, kumohon maap." Teo bersingkuh dibawah kaki arsil sambil menangis meminta maap.

Arsil terdiam menetralkan perasaan dan wajahnya,ia menatap kembali suaminya tegas. Ia hembuskan napasnya teratur hendak berbicara.

"Aku tak perduli apa yang akan kamu lakukan sekarang, jika kamu memilihku tinggalkan mereka berdua dan jangan sesekali mengakui anak itu anak itu milikmu." Arsil menatap langit langit dinding ruangan itu.

"T-tapi,"

"Dan jika kamu memilih mereka..,jangan harap kamu bisa melihat bayi ini lahir." Setelah mengatakan itu Arsil pergi menaiki tangga lalu mengunci pintu kamarnya dari dalam meninggalkan teo yang masih terduduk dilantai ruang tamu rumahnya.

Teo menangis terseguk sebisa mungkin suara tangisannya tak terdengar siapapun.tapi,naas. Terdapat seorang anak kecil sedari awal menguping dan melihat pembicaraan orang tuanya dari atas tangga.

"Kak aleya sedang apa?"

"Eh?levin? kenapa kamu belum tidur?" Aleya dikejutkan dengan suara adiknya Levin menepuk pundaknya.

Leya kembali menatap sang ayah dibawah sana,kondisinya masih sama.levin melihat kakak nya yang selalu memandang kearah bawah pun ikut menengok.tapi,dicegah sang kakak.

"Dibawah ada apa kak?" Tanya Levin penasaran.

"Dibawah ada badut,mau liat?"

Seketika Levin pucat dan tanpa basa basi menarik tangan kakak nya kembali kekamar. Leya tersenyum melihat tingkah adiknya, Levin tidak suka badut,menurutnya badut itu tidak lucu dan justru menyeramkan.

Dikamar leya menatap cermin,ia melihat wajah nya ada bekas luka yang cukup dalam akibat kecelakaan bus tempo hari. Ia tahu akan banyak rintangan saat ia dewasa nanti yang dikarenakan wajah jeleknya kini.tapi,ia tak perduli, selama ia masih bisa dekat dengan witta ia tidak akan menghiraukan cacian orang.

"Kakak kok belum tidur sih? Ini kan udah malem, kalo mommy tahu kita bisa disuruh angkat kain jemuran lagi kak." Seru Levin menegur leya. Leya berbalik menatap Levin lalu tersenyum.

"Dasar Aneh." Levin kembali keranjang miliknya dengan boneka powerball ditangannya.

Aleya menatap adiknya terbaring diatas ranjang,ia tidak boleh sampai membuat Levin dijauhi oleh teman temannya suatu saat nanti. Ia akan menyembunyikan fakta bahwa leya adalah keluarga getana dari orang orang disekitarnya sebisa mungkin.

Malam telah berganti pagi,levin dan aleya ditempatkan disekolah yang berbeda,itu karena semata ingin mendidik mereka menjadi lebih mandiri. Levin disekolahkan disekolah putra sedangkan leya disekolahkan disekolah khusus putri.

Dikelas leya duduk sendiri dibangku paling belakang,witta yang asalnya duduk disebelahnya kini lebih memilih duduk Bersama teman barunya bernama nayeon,murid blasteran korea selatan dan Indonesia. Nayeon anak dari Menteri perhutanan,tidak akan ada yang bisa menolak pesona nayeon untuk menjadi temannya ditambah ia cantik, pintar dan ramah.sudah beberapa kali leya diajak bergabung oleh nayeon tapi leya secara halus menolak dengan alasan ia lebih suka sendiri.

Perundungan mulai terjadi, witta dirundung oleh teman temannya karena kabar meluas disekolah nya bahwa ibu witta adalah seorang jalang, ibu witta sudah merusak kebahagiaan aleya hingga aleya harus mendapat luka diwajahnya yang mengakibatkan wajahnya terlihat jelek dan kaki aleya yang masih terlihat pincang karena menyelamatkan witta saat kecelakaan.tapi, witta malah membencinya.

Semua anak murid disekolahnya tidak menyukai witta termasuk nayeon yang perlahan mendekati aleya dan menjauhi witta. Witta marah karena menganggap aleya lah yang menyebarkan berita itu.

Dikantin sekolah, nayeon dan aleya sedang berada disalah satu warung dan memesan makanan berat.tapi, secara tiba tiba witta mendatangi meja mereka dan menggebrak meja mereka.spontan semua murid terkejut. Aleya menatap witta.

"Ada apa witta? Kenapa kamu terlihat marah?" aleya kecil kebingungan dengan sikap witta yang tidak biasa.

"Kamu yang kenapa,apa gak cukup rebut kebahagiaan keluargaku dan sekarang kamu rebut teman teman ku juga?" tanya witta tersulut emosi.

"Aku gak ngerti maksud witta, yang rebut kebahagiaan witta siapa?" tanya balik aleya berdiri menatap sedih witta.

Secara tiba tiba witta menarik tangan aleya untuk menikutinya.tapi, dicegah oleh nayeon dan teman temannya.


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C4
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen