App herunterladen
5.35% POLIGAMI / Chapter 15: Terpesona

Kapitel 15: Terpesona

Latifah mengangguk pasti, lalu ia pun tersenyum sambil menatap Aisyah yang masih saja menunduk. Sepertinya Aisyah memang tidak tertarik untuk mendengarkan masalah itu, ia masih menjaga dirinya untuk tidak ikut campur dalam masalah pribadi orang lain.

"Sudah bu, dan sepertinya ibu juga menyukainya." Jawab Latifah dengan senyum tipisnya.

Bu Rahima sudah menduga siapa yang Latifah maksud itu, dan ia pun ikut tersenyum jika memang dugaan itu benar adanya.

"Ibu percaya pada pilihanmu nak, ibu yakin kamu bisa menentukan yang terbaik." Ungkap bu Rahima dengan senyumnya.

Latifah mengangguk paham, lalu ia melirik Aisyah yang hanya diam saja sejak tadi. Dan tiba-tiba terdengar adzan Ashar berkumandang, baik Aisyah, Latifah, atau bu Rahima mereka sama-sama mengucapkan syukur.

"Alhamdulillah, sudah adzan Ashar" ucap Aisyah, Latifah, dan bu Rahima.

Lalu mereka sama-sama terdiam, sambil menunggu adzan selesai di kumandangkan. Setelah suara adzan benar-benar reda, baru mereka membuka suaranya lagi.

"Bagaimana jika kita solat berjamaah saja?" Usul bu Rahima pada Latifah dan Aisyah.

Latifah mengangguk setuju, begitu juga Aisyah. Lagipula solat berjamaah kan pahalanya lebih besar, tentu saja mereka setuju untuk melakukannya.

"Ya sudah kalau begitu, kita wudhu dulu. Setelah itu berkumpul di kamar tamu ya, kita solat di sana." Jelas Latifah.

Aisyah dan bu Rahima sama-sama mengangguk paham, lalu mereka pun mulai berpencar ke tempatnya masing-masing.

Latifah ke kamarnya untuk berwudhu dan mengambil alat solatnya, begitu juga dengan bu Rahima yang memang memiliki kamar khusus di rumah itu. Sedangkan Aisyah ia sudah terbiasa solat di kamar tamu, jadi ia lebih dulu berwudhu lalu melaksanakan solat sunah sebelum Latifah dan Bu Rahima datang.

Setelah selesai bu Rahima dan Latifah pun datang, lalu mereka bersiap untuk solat Asharnya. Tapi tiba-tiba mereka saling melirik bingung, karna ketiganya berada di barisan yang sama.

"Siapa yang menjadi imamnya?" Tanya Latifah bingung.

"Loh, ibu pikir kamu." Jawab bu Rahima heran.

"Aku belum bisa bu, malah aku pikir ibu yang akan menjadi imam." Balas Latifah sama herannya.

"Tidak, ibu belum bisa untuk memimpin solat." Jawab bu Rahima ragu.

"Jadi siapa yang akan memimpin solatnya?" Tanya Aisyah akhirnya membuka suaranya.

Latifah dan bu Rahima menatap Aisyah, lalu mereka tersenyum lebar. Sepertinya Aisyah mengerti dengan arti tatapan mereka, ia pun memastikan arti tatapannya itu.

"Apa mba dan ibu yakin, ingin saya yang memimpin solatnya?" Tanya Aisyah memastikan.

Latifah dan bu Rahima mengangguk yakin, lalu Aisyah pun menghela nafas panjang dan memajukan sajadahnya hingga membelakangi Latifah dan bu Rahima.

"Maaf ya mba, bu, saya membelakangi kalian." Ucap Aisyah lebih dulu.

"Tidak apa nak, kami mengerti." Jawab bu Rahima.

"Iya Aisyah kami tidak apa, ya sudah kita mulai saja solatnya." Sambung Latifah.

Aisyah mengangguk setuju, lalu ia pun mulai mengambil posisi.

"Tolong Iqamah" pinta Aisyah.

Lalu Latifah pun berdiri dan membacakan ayat-ayat Iqamah, lalu semua berdiri dan bersiap untuk solat.

Takbir solat berkumandang, mereka bertiga pun fokus pada bacaan solatnya. Dan hanya ada satu suara di sana, yaitu suara Aisyah yang mengisi keheningan ruangan itu.

Suara yang indah dan lembut menggema ke seluruh kamar tamu, bahkan sedikit terdengar keluar. Hingga membuat seseorang yang baru saja masuk menghentikan langkahnya, dan melihat pada celah pintu yang terbuka.

Matanya sedikit melebar saat tau siapa yang memiliki suara indah nan merdu itu, sekali saja dia merasa terpana pada sosok gadis yang berdiri di depan itu.

'Masya Allah seindah ini ternyata suara gadis pemalu itu, sungguh mempesona sekali.' puji pria itu dalam hatinya.

Tapi sesaat kemudian ia tersadar akan kesalahannya itu, ia pun langsung melewati ruangan itu dan melangkah menuju ke kamarnya sendiri.

'astagfirullah hal adzim, apa yang aku lakukan? Sadarlah, kau sudah memiliki istri.' batin pria itu mengingatkan.

Pria itu langsung masuk ke kamarnya dan membersihkan dirinya, ia mengguyur kepalanya dengan air dingin untuk menghilangkan pikiran-pikiran aneh yang mulai merasuk ke dalam otaknya.

'aku tidak boleh seperti ini, aku tidak mau menyakiti Latifah. Dia istriku, hanya dia yang terbaik bagiku.' batin pria itu memaksakan dirinya untuk tetap beranggapan seperti itu.

Akhirnya ia melanjutkan mandinya, tidak lupa ia juga berwudhu setelahnya. Lalu ia keluar dari kamar mandi, dan solat Ashar lebih dulu.

Di sisi lain, para wanita baru saja menyelesaikan solatnya. Mereka sama-sama merapikan alat solat, dan menaruhnya di sana.

"Subhanallah Aisyah, aku tidak menyangka jika suaramu bisa sebagus itu." Puji Latifah pada Aisyah.

"Alhamdulillah" balas Aisyah dengan senyumnya.

"Latifah benar Aisyah, suara kamu itu benar-benar menenangkan. Rasanya ibu benar-benar khusyu sekali mendengar bacaannya, hingga tidak terpikirkan yang lain." Sambung bu Rahima.

"Alhamdulillah jika begitu, setidaknya solat kita tidak terganggu dengan hal duniawi." Jawab Aisyah dengan tenang.

Lalu ketiga wanita itu sama-sama keluar dari kamar tamu, dan berpisah arah. Aisyah melangkah ke dapur, karna harus menyiapkan makan malam sebelum ia pulang nanti. Sedangkan Latifah dan bu Rahima kembali ke ruang keluarga, mereka akan melanjutkan obrolan yang belum selesai tadi.

Tapi tanpa di duga, mereka kedatangan satu anggota lagi yang merupakan pemeran utama dari pembahasan mereka kali ini.

"Assalamualaikum mah" ucap Rafka pada Rahima sambil mencium tangan sang ibu.

"Waalaikum sallam nak, kapan kamu pulang? Ibu tidak tau." Jawab Rahima heran.

Rafka duduk di samping Latifah, lalu Latifah mencium tangannya.

"Saat kalian solat tadi, jadi aku langsung ke kamar." Jawab Rafka seadanya.

"Pantas kamu sudah segar seperti ini mas" balas Latifah sambil merapikan rambut Rafka yang sedikit berantakan.

Rahima tersenyum melihat perhatian Latifah pada Rafka, ia jadi kembali merasa bersalah karna mendesak pasangan itu untuk melakukan hal yang paling menyakitkan untuk keduanya.

"Sekali lagi maafkan ibu ya, ibu benar-benar merasa begitu buruk karna meminta kalian melakukan hal ini." Ucap Rahima dengan sedih.

Latifah dan Rafka mengalihkan perhatian mereka pada sang ibu yang tertunduk bersalah, mereka juga jadi ikut merasa sedih karna mengingat kembali masalah hidup mereka yang terasa sulit itu.

"Sudah bu tidak apa, ini juga demi kebaikan kita semua. Aku ikut saja apa kata istriku, karna aku percaya dia tau yang terbaik untuk keluarga kami." Balas Rafka menenangkan Rahima.

"Iya bu, sudah jangan menyalahkan diri sendiri lagi. Kami sudah memutuskannya, ini juga demi masa depan kami. Kami tau ibu melakukannya untuk kebaikan kami juga, jadi jangan berkata seperti itu lagi." Sambung Latifah meyakinkan.

"Terima kasih karna kalian sudah mengerti ibu, ibu bersyukur memiliki kalian." Ungkap Rahima sambil menghampiri Rafka dan Latifah lalu memeluk mereka.


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C15
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen