Aku membuka mataku perlahan, melihat sekeliling dan menemukan anak lelaki yang tengah tersenyum kepadaku. Senyumnya sangat menyejukkan hati.
Brak!
Tiba-tiba, mobil yang kami naiki menabrak pembatas jalan dan aku pun kehilangan kesadaran.
"Bertahanlah Kei ..." ucapnya lirih.
Aku pun tersadar dari tidurku.
"Ah aku memimpikan itu lagi."
Ya, sudah sebulan ini aku memimpikannya. Sejujurnya aku tidak tahu bagaimana wajah anak lelaki itu dan dengan siapa aku di mobil. Hanya satu yang aku tahu, bahwa mimpiku adalah kecelakaan yang aku alami saat kecil. Begitulah kata ibu.
"Selamat pagi Kei," sapa ibu begitu melihatku.
"Pagi juga Ibu," sapaku balik.
"Ini nasi gorengnya dan ini bekalnya," ujar ibu sambil memberikan makananku.
"Pagi anak Ayah," sapa ayah sambil duduk.
"Pagi Ayah," sapaku riang.
"Tidurnya nyenyak?" tanya ayah.
"Nyenyak Yah," bohongku. Aku hanya tidak ingin mereka khawatir.
"Syukurlah ... Ibu takut kamu mimpi buruk lagi," ucap ibu.
"Tenang saja Bu, aku sudah tidak pernah mimpi buruk. Saat itu aku hanya kecapean saja," bohongku lagi.
"Sekarang jangan cape-cape ya, Ibu ngga mau kamu mimpi buruk lagi," jelas ibu.
"Baik Bu," jawabku tersenyum.
"Udah selesai sarapannya?" tanya ayah.
"Sudah Yah."
"Yuk berangkat, jangan sampai awal semester baru kamu sudah terlambat," ucap ayah mengejek.
"Tidak akan ... karena Kei adalah murid yang rajin," ucapku bangga.
"Iya Ayah percaya," ucap ayah berlalu.
"Jaga kesehatan ya Kei ... sekarang kamu udah kelas 2 SMA, pasti tugas kamu makin banyak," nasehat ibu.
"Siap Ibu!" Jawabku.
Ibu hanya terkekeh mendengar jawabanku.
"Kei berangkat ya," pamitku.
"Iya, hati-hati," jawab ibu.
***
"Kei!" panggil Farel, sahabatku.
Aku menengok dan segera berlari memeluk Farel.
"Masih aja suka meluk, udah besar juga," ucapnya.
"Hehehe ... habis kangen sama Farel," balasku.
Farel tersenyum dan mengacak-ngacak rambutku.
"Kebiasaan deh!"
"Makannya pagi-pagi jangan meluk, jadi gemeskan!"
"Aduh, jangan pacaran dong! Panas nih liatnya," ujar Mia. Teman sekelasku.
"Eh ada ketua kelas, apa kabar?" sapa Kei basa-basi.
"Ketua kelas apaan sih? Belum tentu aku jadi ketua kelas lagi," jawabnya buru-buru.
"Percaya deh sama aku, Mia pasti jadi ketua kelas lagi!" ucapku meyakinkan.
"Ah terserah Kei saja, aku duluan. Bye!" ucap Mia.
"Aish Mia itu, mau tapi malu," gumamku.
Tak!
"Apaan sih? Mukul-mukul kepala orang?" omelku seraya cemberut.
"Lagian, seneng banget godain orang!"
"Hehehe ...."
"Udah sana ke kelas, beda kelas juga!" peringat Farel.
"Ok, sampai bertemu saat makan siang," ucap Kei sambil melambaikan tangan.
Farel membalasnya.
"Wah ... hebat juga ya, kalian berdua masih berteman," ucap Nadine.
Senyum Farel menghilang begitu melihat Nadine.
"Kaget ya?" ucap Nadine.
"Ngapain kamu disini?" tanya Farel penasaran.
"Sekolahlah," jawabnya santai.
"Bukannya kamu di Jakarta? Aku dengar juga kamu ngga pernah mau menginjakkan kakimu di Bogor lagi," Farel masih terheran-heran.
"Yang kamu katakan tidak salah, hanya saja nenekku sudah tiada dan keluargaku memutuskan untuk balik lagi ke Bogor,"
"Terus kamu sekolah disini?"
"Perlu dijelaskan lagi?" ucapnya sambil menunjukkan Bet Lokasi Sekolah.
SMA RAYA INDONESIA
Farel sampai membacanya dua kali. Takut-takut salah baca, namun Farel tidak salah baca.
"Udah lihatkan? Udah ya, mau ke kelas dulu. Kebetulan nih aku kelas 11 IPS 5," ucap Nadine berlalu.
"Sekelas sama Kei? Aku harap Kei baik-baik saja." gumam Farel.
***
"Selamat pagi anak-anak," sapa bu Maya. Wali kelas 11 IPS 5.
"Selamat pagi Bu ..." balas seluruh anak kelas.
"Mulai hari ini, Ibu adalah wali kelas kalian. Jadi tidak usah ragu untuk meminta bantuan Ibu. Ibu sebisa mungkin membantu kalian dalam menentukan masa depan! Ibu harap kita semua dapat bersama-sama belajar dengan baik!"
"Siap Bu!"
"Baik Bu!"
"Bu Maya terbaik!"
Begitulah sorak sorai anak-anak kelas.
"Baiklah, kalau begitu Ibu serahkan pemilihan ketua kelas kepada kalian. Ibu permisi dulu," ucap bu Maya.
"Baiklah Bu," jawab anak kelas serentak.
"Aku mau merekomendasikan Mia untuk menjadi ketua kelas!" teriakku seraya mengangkat tangannya.
"Kei!" panggil Mia malu.
"Ayolah Mia tidak usah malu-malu. Waktu kelas 10 aku sekelas dengan Mia dan Mia adalah ketua kelasnya," jelasku semangat.
"Kalau ngga ada yang keberatan sih ngga masalah," ucap salah satu anak kelas.
Sunyi, tidak ada yang protes satu orang pun.
"Baiklah kalau begitu sudah diputuskan ketua kelas 11 IPS 5 adalah Mia," ucapku bangga.
"Ayo ketua kelas pilih pengurus kelas lainnya," ucap seseorang dari bangku depan.
Mia berdiri dan berjalan ke depan kelas. Mengambil spidol dan menulis pengurus kelas di papan tulis.
Ketua Kelas : Mia Agustina
Wakil Ketua Kelas : Revan Digantara
Sekretaris : Nur Azza
Bendahara : Keisha Ayudia
Humas : Nadine Sasikirana
Seksi Kebersihan : Pratama Agung
Seksi Keamanan : Julian Reihan
"Nah jadi ini adalah pengurus kelas 11 IPS 5, sekretaris dan bendahara hanya butuh satu saja. Agar tidak banyak tangan," jelas Mia.
"Kok jadi aku sih?" protesku tak terima.
"Udah kamu aja. Cuma kamu yang berani megang uang kelas," ucap Azza.
"Tuh liat, yang lain pada setuju," ucap salah satu teman kelas.
"Jadi, apakah Keisha Ayudia bersedia menjadi bendahara 11 IPS 5?" tanya Mia memastikan.
"Baiklah kalau itu mau kalian," ucapku.
"Kalau begitu, aku akan panggilkan guru. Kalian bersiap-siaplah untuk pelajaran selanjutnya," ucap Mia tegas.
"Memang cocok menjadi ketua kelas," gumamku sambil tersenyum.
Di samping itu Nadine yang tengah duduk tersenyum simpul.
***
"Farel!" panggilku begitu sampai kelas 11 IPA 2.
"Ciee Farel udah dicariin pacarnya," goda teman sebangku Farel, Rio.
"Terserah apa katamu. Udah dibilangin berapa kalipun kalau kami ngga pacaran, kamu ngga percaya," balas Farel.
"Ya gimana ngga salah paham, tuh liat," ucap Rio menunjuk Kei yang sedang membuka 2 kotak bekal.
"Ini buat aku?" tanya Farel memastikan.
"Iya, aku minta dibuatkan 2 bekal ke ibu. Dimakan ya!" jawabku seraya tersenyum.
"Iya," ucap Farel tersenyum.
"Lebih baik aku pergi saja," ucap Rio yang merasa seperti nyamuk.
"Kei kamu ngga risih gitu kita dianggap pacaran mulu?" tanya Farel penasaran.
"Ngga tuh. Lagian faktanya kamu sama aku cuma sahabatan doang."
"Kamu tuh terlalu santai ya."
"Bukan begitu ... aku hanya ingin menikmati hidup."
"Kalau kamu ingat kejadian itu gimana ya? Apakah kamu masih bisa mengatakan itu?" ujar Farel dalam hati.
"Farel? Kok bengong?" tanyaku seraya melambai-lambaikan tangan di depan wajahnya.
Farel melihat tanganku, membuatku terheran dan tak lama Farel menggenggam tanganku.
Kini kami terdiam, sibuk memandangi tangan kami.
Suasana di kelas pun mendadak sepi.
Tepat saat itu, Nadine lewat dan melihat semuanya.
"Dasar cewek gatel!" gumamnya.
"Eh apa Nadine? Tadi ngomong apa?" tanya temannya.
"Ngga apa-apa, yuk! Katanya mau nyamperin Doi kamu." ucap Nadine.
"Eh iya, hayu!"
***
Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius