"Kamu yang mengulur waktu, apa salahnya kamu beri dahimu lalu saya kecup setelah itu saya pergi." Dhika tetap maksa karena dia sangat ingin.
Cia menarik napas lalu dia menyodorkan kepalanya. Dhika mengecup ringan nggak pakek egois, setelah itu dia mengelus pipi Cia, "saya tidak akan lama. Dapat di pastikan kamu tiba di pelabuhan tepat waktu."
"Hem," jawab Cia seadanya. Bukan nggak percaya sama omongan si Dhika, cuma dia nggak mau terlalu terbuai ntar mabok terus muntah.
Dhika menatap istrinya bingung, tapi dia tidak mau membahasnya. Sudah biasa kalau istrinya ini labil. Sikap suka berubah-ubah.
"Pelangi jangan di bawa. Salju tidak membutuhkannya," ucap Dhika sambil berlalu pergi. Terdengar teriakan maut Cia yang mengumpat dirinya.
Dia tersenyum simpul mendengar itu, tidak perlu di koreksi. Sebab dia lah yang memicu kekesalan gadis itu.
"Kok gini amat hidup gue, nemu pria yang palanya bebal banget." Dumel Cia seorang diri.