App herunterladen
3.22% Perjuangan Cinta Dari Kutukan Ular / Chapter 9: 9. Memasuki Hutan ilusi Lapis Satu dan Dua

Kapitel 9: 9. Memasuki Hutan ilusi Lapis Satu dan Dua

Sementara Pangeran Arya memasuki hutan ilusi, dia masuk hutan ilusi lapis pertama yang di huni oleh siluman tengkorak yang siap membunuh Pangeran Arya. Pertama dia masuk pintu hutan itu, walau seram di hutan lapis pertama banyak buah-buahan yang lezat tumbuh di sana, Pangeran tinggal memetik buah itu ketika lapar, tetapi ada yang aneh ,setiap Pangeran berjalan ingin keluar dari hutan, jalan itu buntu terus, Pangeran sudah menyadari ini hutan ilusi, banyak pendaki gunung yang disesatkan oleh penunggu gaib, pendaki itu tidak bisa keluar hutan dan terbunuh oleh siluman di sini.

"Aku tadi jalan lewat sini, aku jalan ke kiri kesini lagi, aku jalan ke kanan kesini lagi," gumam Pangeran Arya.

"Hai...! Penunggu Gaib yang menyesatkan jalanku, keluarlah hadapi aku," teriak Pangeran Arya.

"Ha...ha...ha...ha...ha...ha! Sebaiknya engkau keluar dari hutan ini, jika kau ingin selamat, aku tunjukkan jalan keluar untukmu," kata suara yang tak jelas dari mana.

"Tidak...! Aku ingin bertemu Raja Buto ijo itu, aku ingin membunuhnya," kata Pangeran Arya.

"Berani sekali, jika kau ingin membunuh Raja kami, langkahi dulu mayat kami" kata suara yang tak jelas dari mana.

Tiba-tiba dari atas pohon keluarlah tengkorak hidup yang siap menyerang Pangeran Arya, jumlah siluman itu ada puluhan yang akan mengeroyoki Pangeran Arya, kemudian Pangeran itu mengeluarkan senjata Gada dari tubuhnya untuk menumpas para siluman itu. Gada adalah salah satu senjata andalan miliknya.

"Majulah," kata Pangeran Arya.

"Serang...!," kata pemimpin siluman tengkorak itu.

"hiyat...!," kata Pangeran Arya sambil melibaskan gada miliknya.

Bugh!

Krak!

Bugh!

Peperangan berlangsung lama, Pangeran di keroyok puluhan tengkorak hidup, dengan kesaktian yang di miliki Pangeran akhirnya mampu melumpuhkan para siluman itu, para siluman mati dan tinggal serpihan-serpihan tulang. Akhirnya tinggal Raja tengkorak, ia menyerang Pangeran Arya.

"Kau telah membunuh anak buahku, rasakan serangan ku," kata Raja Tengkorak itu.

"Majulah...!," kata Pangeran Arya.

Hiyat!

Bught!

Krak!

Dengan gesitnya Pangeran menghindari Raja Tengkorak, kemudian meloncat ke arah belakang dan punggung tengkorak itu, lalu juga memukul kepalanya sampai putus. Raja tengkorak itu akhirnya mati.

Waktunya sudah sore, Pangeran mendirikan tenda dan perapian untuk menghangatkan badan, tak lupa pangeran juga memetik buah-buahan yang tumbuh liar di hutan itu, di tepi hutan ada sungai kecil yang mengalir, sungai itu di huni banyak ikan, Pangeran lalu menangkap ikan itu untuk makan malam, ia membakar ikan itu. Malam itu Pangeran tertidur dengan pulas, karena di hutan lapis satu para siluman sudah mati dan tidak ada yang mengganggunya.

Keesokan harinya Pangeran Arya bersiap-siap memasuki hutan lapis ke dua, yang tentu saja siluman di lapis dua lebih kuat di bandingkan lapis pertama, Sambil menaiki kuda Pangeran berjalan menuju hutan lapis ke dua,Pangeran menempuh hutan lapis ke dua sekitar tujuh hari lamanya, pintu masuk hutan lapis dua tumbuh semak belukar, menandakan hutan lapis ke dua belum pernah ada manusia yang masuk di dalamnya, karena mamang alami sekali. Memasuki hutan lapis ke dua banyak sungai yang mengalir deras, ada juga pancuran air dari sungai itu, pancuran air itu menjadi sumber mata air di sungai itu, tetapi di balik keindahan hutan ilusi itu menyimpan misteri yang mengerikan. Ternyata di hutan Lapis ke dua di huni oleh Siluman Kepiting Raksasa, siluman itu menghuni sungai yang indah itu. Sama halnya seperti hutan lapis pertama, lapis ke dua juga penuh ilusi, Pangeran sering di bingungkan jalannya oleh penunggu Gaib itu.

"Ini ilusi, sama seperti Lapis yang pertama, dari tadi saya berputar-putar terus," gumam Pangeran Arya.

Saat itu menunjuk kan sekitar pagi hari, ia segera merapikan tenda, dan saatnya Pangeran sarapan pagi, sebagai pencuci mulut saat makan buah anggur bergelantungan di sana, serta di sungai itu banyak kepiting-kepiting kecil yang siap di bakar. Karena lelah Pangeran tertidur pulas, tapi tiba-tiba suara menggelegar dari sungai itu mengagetkan Pangeran.

Byur!

Byur!

Byur!

Sekumpulan siluman kepiting keluar dari sungai itu dan siap untuk menyerang Pangeran Arya, ukuran siluman kepiting itu sangat besar, diameter tubuhnya mencapai empat meter, bayangkan saja betapa besarnya kepiting itu, sedangkan Ada satu kepiting yang paling besar yang diameternya mencapai enam meter, kepiting paling besar itu adalah Raja atau pemimpinnya, Raja kepiting mempunyai mestika berwarna gelap yang menempel di kepalanya, senjata para kepiting itu terletak di capitnya, sekali hantam bisa menembus badan manusia dan memakannya. Tetapi dengan keberanian Pangeran Arya tak gentar dia menghadapi para siluman itu. Kali ini Pangeran mengeluarkan Pedang andalannya, serta mengeluarkan senjata panahnya.

"Ha....ha...ha...!Sebaiknya engkau kembali, atau kau akan menjadi makanan kami," kata Raja kepiting itu.

"Tidak, aku ingin membunuh Junjunganmu, Raja buto ijo," kata Pangeran Arya.

"Serang!," kata Raja Kepiting itu.

Byur!

Byur!

Byur!

Kepiting itu ke daratan sambil mendekati Pangeran, tanpa basa basi Pangeran menembakkan anak panahnya, lima prajurit kepiting telah tumbang, tetapi masih banyak prajurit kepiting yang mendekati Pangeran Arya untuk menyerang.

Jlep!

Jlep!

Suara anak panah mengenai badan kepiting raksasa itu.

"Hiyat!," kata Pangeran Arya sambil berlari dan membelah badan kepiting itu.

Blak!

Blak!

Blak!

Para kepiting raksasa terbelah dengan pedang Pangeran, akhirnya tinggal kepiting yang paling besar, alias rajanya dan ilmunya juga lebih tangguh dari pada anak buahnya.

"Kurang ajar kau!," kau membantai anak buahku.

"Ha...ha...ha...!majulah Raja kepiting," kata Pangeran Arya.

"byuur...!," kata Raja kepiting meloncat sambil menyerang Pangeran Arya.

Dengan gesitnya pangeran menghindari serangan Raja kepiting, tetapi Raja kepiting lebih sulit di kalahkan, setiap kali pangeran menyerang dengan pedang dia menghindar dan terkadang menggunakan tameng di tangannya untuk menangkis serangan Pangeran, karena sulit dikalahkan dengan pedang, Pangeran menggunakan anak panah ketika Raja kepiting sedang lengah, dengan kecerdikan Pangeran mengelabuhi musuh, akhirnya Raja kepiting itu berhasil di lumpuhkan. Ketika Raja kepiting itu mati tiba-tiba mestika di kepalanya bersinar dan terbang menghampiri tangan Pangeran.

"Wah, mestika kepiting? apa gunanya ini, tapi biarlah suatu saat pasti aku butuh kan," gumam Pangeran Arya.

Pangeran memasukkan mestika itu ke dalam tasnya, dan membungkusnya terlebih dahulu dengan daun. Pertempuran berlangsung lama, sampai sore hari, Pangeran juga melewatkan makan siangnya. Seperti biasa Pangeran mendirikan tendanya, ia membuat perapian untuk membakar lauk pauk seperti ikan dan kepiting kecil, serta mencari buah-buahan untuk bekal makan malamnya. Pangeran sudah beberapa hari tidak mandi karena perjalanan jauh, karena ini dekat sungai yang jernih, Pangeran memutuskan untuk mandi agar tubuhnya kembali bersih dan segar. Waktu menunjukan malam Pangeran selesai makan, ia memutuskan untuk tidur di tenda, dan syukurlah setelah siluman itu berhasil terbunuh ,tidak ada lagi yang mengganggu Pangeran di hutan lapis ke dua ini.

Bersambung.


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C9
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen