Ardham mengetuk pintu dan membuka pintu ruang kerja dokter yang menangani Marvin.
Dokter Satriyo berdiri saat Ardham masuk dan menghampirinya.
"Silahkan duduk Tuan Ardham, saya sudah membaca pesan yang Tuan kirim tadi siang, kondisi Marvin sudah cukup baik, racun yang ada dalam tubuh Marvin sudah kita keluarkan, Dari hasil penelitian kami minuman yang di minum Marvin mengandung racun Arsenik, yang bahayanya sebanding dengan racun sianida. Jika saja Marvin tidak segera di bawa kemari ,hati dan ginjalnya pasti akan hancur." jelas Dokter satriyo.
Ardham mendengarkan dengan serius apa yang di jelaskan dokter satriyo.
"Sementara ini Marvin harus opname ,untuk pemulihan hati dan ginjalnya." lanjut Dokter satriyo.
"Dokter aku minta tolong dari cairan yang di keluarkan Marvin, bisakah dokter simpan sedikit saja di dalam botol, karena aku akan membutuhkannya suatu saat sebagai barang bukti, dan masalah ini aku minta jangan sampai tersebar atau orang lain tahu." ucap Ardham dengan serius.
Dokter satriyo mengangguk paham.
Ardhampun segera keluar dari ruangan dokter satriyo setelah semuanya sudah di bahas. Ardham kembali ke kamar Marvin yang masih terbaring. Di lihatnya Bella dan Nadine duduk di kursi di samping Marvin.
Nadine menghampiri Ardham dan menggandeng lengannya, di tuntunnya Ardham ke tempat Bella berada.
"Tante, kenalkan ini paman Nadine yang pernah Nadine ceritakan pada Tante." ucap Nadine mendorong pamannya agar menyalami Bella. Bella dan Marvin tersenyum penuh arti.
"Aku ingin bicara denganmu nanti." bisik Ardham di telinga Bella. Bella mengangguk samar.
"Nadine, bisakah tante minta tolong untuk membelikan air botol, tante sangat haus sekali sayang." ucap Bella menyuruh Nadine keluar, agar Bella bisa bicara dengan Ardham. Namun Ardham menyela pembicaraan Bella.
"Jangan, kita saja yang keluar, biar Nadine tetap di sini." cegah Ardham mengingat Nadine masih dalam keadaan bahaya.
"Emm....paman, kenapa paman keluarnya sama tante? apa paman sudah kenal sama tante?" tanya Nadine polos.
"Tante Bella adalah teman lama paman Nadine, kalau ada waktu nanti paman cerita, sekarang paman dan tante akan pergi, kamu jangan kemana-mana, tetap di sini sampai paman kembali." jawab Ardham dengan suara tegas. Bella mengamati wajah Nadine saat bertanya pada Ardham dan melihat wajah Ardham saat menjawab pertanyaan Nadine. Benar apa yang di katakan Marvin, Nadine suka pada Ardham, tapi Bella juga bisa melihat kalau Ardham juga suka sama Nadine, tapi kenapa Marv bilang kalau Ardham tidak suka Nadine?"
"Bella, ayo." tegur Ardham membuyarkan lamunan Bella, seraya berjalan ke arah pintu keluar.
"Emm, ehh,..iya ..ya." gugup Bella berjalan mengikuti Ardham yang berjalan di depannya.
"Kita bicara di mana Dham?" tanya Bella saat sudah berada di luar kamar Marvin.
"Kita bicara di sini saja, aku kuatir meninggalkan Nadine dan Marvin sendirian." ucap Ardham sesekali menatap pintu kamar Marvin yang masih terlihat oleh pandangannya.
"Baiklah, apa yang ingin kamu bicarakan Dham?Apa ada hubungannya sama Nadine?" tanya Bella langsung pada pokok pertanyaan.
Ardham mengangguk,
"Aku mau tanya, kamu merasa tidak kalau kecelakaan Arsen dan Kayla tidaklah murni suatu kecelekaan?" tanya Ardham serius.
"Memangnya kenapa?" tanya Bella seolah tidak tahu, padahal sudah bertahun-tahun Bella sudah curiga atas kematian kedua sahabatnya.
"Ayolah Bella, jangan kamu tutupi lagi, aku mengajakmu ke sini karena kita punya tujuan yang sama, yaitu mencari pembunuh Arsen dan Kayla, yang sekarang lagi mentarget Nadine dan Marvin." ucap Ardham sedikit kesal.
"Marvin? kenapa Marvin terlibat?" tanya Bella secara tidak langsung sudah mengakui jika Bella sudah paham dengan apa yang di katakan Ardham.
"Aku mendapatkan surat ancaman tiga hari yang lalu, pembunuh itu juga akan melenyapkan Marvin jika Marvin menghalangi langkahnya untuk membunuh Nadine." cerita Ardham.
"Ya Tuhan!" Bella sangat terkejut.
"Apakah keadaan Marvin jadi seperti ini adalah sebagian dari ancaman surat tersebut? apakah ini sudah di rencanakan?" wajah Bella pucat, merasa cemas dengan keselamatan Marvin putra semata wayangnya. Ternyata ancaman pembunuh itu tidak main-main.
"Bukan Marvin sebenarnya yang akan di targetkan hari ini, sebenarnya pembunuh itu ingin meracuni es telernya Nadine saat mereka berdua di kantin, tapi Marvin keburu menghabiskannya, jadi Marvin yang kena racunnya." jelas Ardham.
"Ya Tuhan, kok bisa kejadiannya di kantin, bukannya itu di wilayah kampus? apakah itu berarti pembunuh itu sudah berada dekat di sekitar Nadine dan Marv? Ya Tuhan! apa yang harus kita lakukan Dham?" Bella benar benar cemas.
"Kamu tenanglah, aku sudah menambah beberapa orang lagi untuk menjaga dan melindungi Nadine dan Marvin, dan orangku juga sedang menyelidiki kantin kampus sekarang." ucap Ardham mencoba menenangkan Bella.
"Bella, maukah kamu bekerja sama denganku mengungkap pembunuh Arsen dan Kayla? ini semua demi Nadine dan Marvin." tatap Ardham ke wajah Bella yang sedikit pucat.
"Aku mau saja Dham, asal tidak akan terjadi apa-apa pada Nadine dan Marv." jawab Bella dengan sedih.
"Aku janji akan menjaga Nadine dan Marvin semampuku, kamu jangan kuatir. Sekarang baiknya kita kembali ke sana, kita akan bicarakan ini lagi, saat Abay pulang dari kota T yang menemui Kenzi kakak Kayla." jelas Ardham.
"Siapa Abay dham?" tanya Bella
"Teman dekatku yang sudah lama mengurusi masalah ini, baru-baru ini aku mendapatkan petunjuk, aku ingin dengan apa yang aku ketahui, dan apa yang kamu ketahui ,kita bisa mengungkap rahasia kematian Arsen dan Kayla." tegas suara Ardham.
"Baiklah kamu kabari saja aku, saat Abay sudah pulang, aku selalu siap memberikan informasi apa yang aku tahu." sahut Bella pasti.
Ardham mengangguk.
"Nadine dan Marvin jangan sampai tahu soal ini." pesan Ardham. Bella mengiyahkan apa yang di katakan Ardham.
Bella berjalan terlebih dahulu untuk bisa segera menemui Marvin lagi, kali ini Bella sungguh sangat kuatir dengan keselamatan Marvin dan Nadine.
Sedang Ardham yang masih berada di luar menghubungi Abay yang masih berada di Kota T.
"Abay, aku sudah bertemu dengan Bella hari ini. Bella berada di pihak kita, bagaimana dengan peyeledikanmu? apa kamu berhasil?"
"Syukurlah kalau Bella di pihak kita, bukti-bukti kita akan semakin banyak, di sini aku juga merekam apa yang di ceritakan Kenzi soal keluh kesah Kayla, sebelum kematiannya. Dan ada satu lagi Dham, Kayla menyimpan buku Hariannya di kamar keluarganya, Jadi kita bisa ada bukti yang otentik lagi."
"Kumpulkan semua bukti itu Bay, tapi aku tetap berpikir dengan bukti itu semua kita tetap tidak bisa menyeretnya ke pengadilan, karena di sini yang di cari adalah bukti kalau mobil itu di sabotase, dan sayangnya kita sendiripun tidak menemukannya, bukti-bukti yang kita miliki hanya sebagai pendukung saja, lain hal nya kalau kita memancing kemarahannya agar pembunuh itu menjalankan aksinya di depan mata kita."
"Apa itu berarti kita harus menggunakan Nadine untuk memancingnya keluar? itu sangat bahaya bagi keselamatan Nadine Dham?"
"Jika kita tidak melakukan itu dan menjebaknya, maka kita tidak akan bisa tahu,
sepak terjang pembunuh itu yang sewaktu-waktu bisa menghabisi Nadine dengan berbagai cara tanpa kita tahu, seperti masalah hari ini."
"Masalah apa?"
"Pembunuh itu berniat meracuni Nadine lewat minumannya, tapi Marvin yang jadi korban karena dia yang meminumnya."
"Kita harus bergerak cepat Dham."
"Makanya kita harus berkumpul secepatnya dan menyusun rencana yang bisa membuat pembunuh itu melancarkan aksinya."
"Baik Dham, besok mungkin aku akan pulang."
Ardham mematikan ponselnya, menatap ke sekeliling sudut rumah sakit, pikirannya kusut, dengan masalah yang ada, namun sedikit demi sedikit Ardham yakin masalah ini akan segera terpecahkan.
"Paman." suara Nadine memanggilnya, nampak Nadine berlari kecil menuju ke arah Ardham. Ardham tersenyum pikirannya yang sebelumnya serasa mau pecah, menjadi sedikit tenang dengan melihat senyuman yang nampak di bibir Nadine yang begitu indah.
"Kenapa Paman lama sekali, tante Bella sudah balik dari tadi." tanya Nadine merasa kuatir.
Ardham tersenyum senang.
"Ada apa Nad? kenapa sampai menyusul paman kemari?" tanya Ardham menatap mata Nadine lekat-lekat.
"Nadine takut, paman jangan jauh-jauh dari Nadine." cicit Nadine dengan wajah merah.
"Kalau paman dekat-dekat sama Nadine, bagaimana dengan Marvin, pasti Marvin nanti cemburu besar." goda Ardham.
"Paman! Nadine serius paman! kok larinya ke Marvin." cerucut bibir Nadine kesal.
"Kemarilah, peluk paman." ucap Ardham sepenuh hati, ingin memeluk tubuh gadis yang sangat di cintainya.
Sedikit ragu, Nadine merentangkan tangannya dan memeluk pinggang Ardham laki-laki yang selalu di rindukannya. Tangan Ardham menarik penuh tubuh Nadine ke dalam pelukannya.
"Kamu jangan takut, paman aku selalu di dekatmu, dan akan selalu menjagamu." bisik Ardham tepat di telinga Nadine.
Nadine semakin mempererat pelukannya, hatinya sangat tenang dan merasa nyaman tiap kali Ardham memeluknya seperti ini.
Pagi kk,...
Happy reading,..
Maaf ya kk,...up nya di pagi hari semalam.ngantuk hanya bisa up Falling In love
Di chapter ini adegan romantis nya hampir ga ada y kk,....
karena Babang Ardham lagi fokus cara menjebak pembunuh Arsen dan Kayla,..
di tunggu trs cerita selajutnya y kk,.."
ohhh yaa d tunggu selalu komentnya, di ulasan juga boleh, jangan lupa d selipin vote dan bintangnya juga kk,....trimakasih luv u all