App herunterladen
83.33% My Slave, My Servant, My Daughter / Chapter 84: Rati Bangun, Sumi Mengantuk

Kapitel 84: Rati Bangun, Sumi Mengantuk

"Ketika dua atom bertemu, mereka akan saling bertubrukan. Hal itu akan menghasilkan panas. Lalu Elektron, sebuah komponen yang ada di dalam susunan sebuah atom, mereka akan terhempas keluar dari sebuah atom lantaran daya dorong yang hebat dari luar. Akhirnya kedua atom itu bersatu..." Suara orang yang ada di TV.

Sekarang Pak Sumi sedang menemani Bu Rati di dalam kamar melati 3A sembari berbincang - mengomel - kepada suster yang sedang mengantar makan siang pasien.

"Sus, apa tidak ada saluran lain selain ini? keluarga pasien disuruh belajar tentang reaksi fusi matahari?"

"I-Iya pak." Kata Suster tersebut gugup mencari remot tevenya.

"Wah pak remotnya... sebentar saya carikan." Kata Suster itu.

Lalu suster ke luar dengan tergesa-gesa.

Pak Sumi menemani istrinya yang sedang terbaring di kamar rumah sakit, lantaran rasa capai setelah melakukan prosedur operasi Marie yang tiada henti. Sudah hampir satu minggu ini Pak Sumi melakukan pekerjaannya di dalam bilik rumah sakit. Quora yang harus menanggung keegoisan Pak Sumi. Ia harus mondar-mandir kantor dan rumah sakit untuk sekadar mengantarkan berkas.

Bukan tanpa alasan Pak Sumi seperti ini. Dia merasa kalau kewajibannya sebagai seorang suami ia lalaikan karena ia tidak bisa membantu istrinya apa-apa saat operasi Marie. Maka sekarang Pak Sumi pikir, dirinya harus merawat Bu Rati dengan baik.

Pada satu malam, seperti biasa Pak Sumi masih sibuk melihat layar komputer jinjingnya. Jam kerja Pak Sumi terbalik. Orang botak itu tidur saat siang sampai sore, kerja dari sore menuju malam, dan istirahat pada pagi hari sampai siang sebelum rasa kantuknya menyuruh Pak Sumi tidur siang.

Quora yang datang setelah jam 5 sore acap kali membangunkan Pak Sumi yang sedang tidur di sofa di samping Bu Rati. Quora menjadi alarm bernyawa pribadi Pak Sumi. Sedang Quora tak punya pilihan lain selain menuruti kemauan bosnya. Bos besar (Pak Warno) tampaknya juga tak mempermasalahkan perilaku Sumi asalkan pekerjaan sehari-harinya selesai. Tiap kali Quora membangunkan Pak Sumi, hal pertama yang dilakukan pria itu setelah bangun adalah mengambil wudu untuk salat asar.

Sama seperti saat ini, Quora berkunjung ke bilik ini dengan membawa tumpukan berkas dan mengambil flashdisk yang berisi hasil dari umpan balik Pak Sumi terhadap berkas yang dikumpulkan pada hari kemarin. Sengaja Pak Sumi tidak mengirimkan berkas umpan balik maupun berkas fisik melalui daring, karena kebanyakan berkas bersifat rahasia.

(Suara ketukan pintu dan ucapan salam) seperti biasa tidak ada jawaban. Para suster di rumah sakit ini pun sudah tahu hal ini. Atas permintaan Pak Raymond, para suster membersihkan ruangan khusus Bu Rati, bukan pada jam bersih-bersih seperti yang lain, melainkan 'pagi dan sore saat Quora telah masuk atau keluar dari dalam ruangan Bu Rati. Pak Raymond tidak ingin mengganggu waktu tidur Pak Sumi.

Quora masuk dan membangunkan bosnya. Lalu semuanya berjalan seperti biasa. Pak Sumi bergegas menuju ke Kamar mandi, Quora duduk diatas sofa bekas Pak Sumi tidur, sedang Bu Rati tertidur. Selepas salat, Pak Sumi lalu memberikan flashdisk-nya dan Quora lalu berbincang seputar apa yang terjadi hari ini di kantor. Beberapa kesempatan Quora melihat bosnya itu selalu begitu, sampai akhirnya Quora bertanya pada Pak Sumi.

"Kenapa bapak tidur di waktu siang?" Kata Quora sambil melihat bosnya sedang memilah-milah berkas.

"huh?" Kata Pak Sumi.

Pak Sumi menengok ke arah Quora, lalu ke atas.

"Kenapa ya, Aku hanya tidak bisa tidur di malam hari." Lanjut Pak Sumi.

Quora diam, lalu Dia berkata,

"Apa tidak sebaiknya bapak tidur di rumah saja? Pergi ke kantor seperti biasa dan biarkan Bu Rati beristirahat disini."

"Meninggalkan Rati sekali lagi? tidak ah, Aku merindukannya. Malah Aku tidak bisa tidur nanti kalau di rumah sendiri ahaha."

Quora tertawa, berusaha untuk tertawa.

"Ya seperti itu, asal pekerjaan beres tidak ada masalah kan sama Warno?" Kata Pak Sumi.

"Iya pak. Ah kalau begitu Aku pamit dulu ya pak." Kata Quora.

Quora berdiri dan bersiap meninggalkan tempat itu.

"Oh iya, makasih ya." Kata Pak Sumi masih sambil melihat berkasnya.

"Kadang Saya bingung pak, sama kenapa Pak Warno memperlakukan bapak tak seperti orang lain. Apa karena bapak berteman baik sama Pak Warno ya?"

Sumi menghentikan bacaannya lalu menatap Quora,

"Oh, begitu kah yang orang-orang lihat?" Kata Pak Sumi.

"Ah, ya sebenarnya bapak telah dibicarakan banyak orang di kantor karena satu minggu tidak masuk kantor." Kata Quora.

"Bukannya Pak Warno pernah bilang jika kita bisa bekerja di rumah asal pekerjaan beres? biar Aku jawab pertanyaanmu kenapa Aku tidur di siang hari." Kata Pak Sumi.

Quora diam mendengarkan Pak Sumi.

"Mereka yang bekerja dari rumah diwajibkan untuk melaporkan apa yang mereka kerjakan pada Pak Warno diluar jam kerja." Lanjut Pak Sumi.

"Kenapa Bapak tidak ambil cuti saja? sayang pak, bukannya cuti bapak masih banyak?" kata Quora.

"Cuti? kerjaanku siapa yang mengurus? kamu sanggup?" Kata Pak Sumi.

"Ya.... tidak pak hehehe." Kata Quora.

"Duh, Quora, Quora, ya Kamu boleh pulang sekarang. Ah ingat, minggu ini Kamu ke alun-alun, lalu ke kantor gubernur, lalu ke SD Advnet, ke Rutan, lalu sorenya-" Kata Pak Sumi terputus.

"Iya pak, Saya sudah hafal. Baik kalau begitu Saya pergi dulu. Saya kirim laporan seperti biasa ke Bapak. Saya tidak enak sama suster yang sudah menunggu dari tadi untuk membersihkan kamar ini, assalamualaikum." Kata Quora.

Quora meninggalkan kamar, para suster langsung masuk untuk membersihkan kamar. Alasan Pak Sumi tidur di siang hari adalah Bu Rati. Sumi berpikir sederhana, bagaimana jika istrinya itu terbangun pada malam hari, saat para suster kadang malas untuk mengecek kamar. Lalu hal yang dikhawatirkan Pak Sumi benar-benar terjadi. Bu Rati bangun di tengah malam, Saat itu Pak Sumi sendang berada di depan layar komputer jinjingnya. Sontak Pak Sumi menghentikan ketikannya dan lalu melihat istrinya yang baru bangun itu.

"Marie, bagaimana anak itu? bagaimana operasinya? apakah sudah selesai!?" Kata Bu Rati.

"Tenangkan dirimu Rati, sekarang masih jam tiga pagi, semuanya masih tidur. Marie baik-baik saja, operasinya berhasil. Tapi Kamu, Kamu yang tidak baik-baik saja, masih butuh banyak istirahat." Kata Pak Sumi.

"Tidak! Aku mau menemui anakku dulu, pak, tolong kursi roda ku." Kata Bu Rati.

"Rati... Rati istirahat dulu saja ya, nanti kalau sudah pagi baru kita..." Kata Pak Sumi terhenti.

Pak Sumi berhenti lantaran Bu Rati keburu menekan tombol untuk memanggil perawat, seraya berteriak,

"Perawat! mana Kursi rodaku!" Kata Bu Rati.

Lalu Pak Sumi menyumpal mulut Bu Rati dengan tangannya dan mengiyakan apa yang dimau istrinya itu. Akhirnya Pak Sumi keluar kamar dan mengambil kursi rodanya. Semua yang ada di rumah sakit itu bisa dibilang dapat dipakai oleh Bu Rati, mengingat perlakuan Pak Raymond kepada adiknya yang bisa dikatakan terlalu memanjakannya.

Akhirnya mereka berdua menuju ke kamar Marie, Mereka tidak bisa masuk ke dalam dan Bu Rati juga tahu jika pada jam sekarang, ruang ICU tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang. Akhirnya mereka hanya melihat dari kaca, terlihat seorang bertubuh mungil yang sedang terbaring dengan peralatan penunjang hidup disana. Ada beberapa menit mereka berdiri terpaku disana sebelum akhirnya mereka berjalan menjauh ruang ICU. Mereka berdua berjalan kembali ke kamar Bu Rati.

"Uh! dinginnya~." Kata Pak Sumi yang memakai kaos oblong dan celana pendek.

"Maaf pak." Bu Rati yang dari tadi diam saja akhirnya meminta maaf.

"Kan sudah Aku katakan, ide buruk menjenguk Marie sekarang." Kata Pak Sumi.

"Terus ini salahku!?" Kata Bu Rati.

"Tidak ada yang salah, wong namanya juga kepingin." Jawab Pak Sumi cepat.

Malam di dalam rumah sakit adalah sepi. Lalu lalang orang yang biasanya banyak berjalan di siang dan sore hari, kini terlelap dalam mimpi. Bahkan jika itu suster jaga, jam 3 malam biasanya waktu rawan bagi mereka untuk tetap bangun. Lewat depan satpam jaga, masih terjaga ternyata orang-orang bertubuh gempal itu. Ditemani secangkir kopi, mereka begadang sepanjang malam melihat bola yang diperebutkan oleh 22 orang pemain.

"Bapak tidak tidur?" Kata Bu Rati setelah mereka sampai di kamar.

"masih ada kerjaan, toh ini sudah jam 3 pagi loh, sebentar lagi subuh." Jawab Pak Sumi seraya masuk ke dalam ruangan.

Sampai di depan ranjang, Pak Sumi mengangkat tubuh Bu Rati dan meletakkan kembali ke ranjang.

"Makasih." Kata Bu Rati.

"Hm." Jawaban singkat dari Pak Sumi.

Pak Sumi melanjutkan pekerjaannya, memandang komputer jinjingnya sepanjang malam, tangan coklatnya jarang lepas dari papan tik. Bu Rati melihat suaminya.

"Hei, bisakah kamu tidak terus-terusan melihatku? Aku merinding." Kata Pak Sumi.

"Ish." Bu Rati melemparkan bantal ke orang itu.

Jam 4.30. Kantung mata Pak Sumi punya kantung mata. Saking fokusnya Pak Sumi ke monitor, Dia tak memedulikan keadaan sekitar. Tiba-tiba ada sebuah telapak tangan basah yang menutup mata Pak Sumi. Refleks seorang perwira polisi, Pak Sumi segera mencengkeram tangan itu menariknya ke depan. Segera setelah Pak Sumi mendengar suara orang yang dikenalnya, Pak Sumi memalingkan wajahnya.

"Rati!" Kata Pak Sumi.

"Aduh, aduh-aduh, hampir saja tanganku putus kamu tarik pak, hihi." Kata Bu Rati.

"Buat kaget saja kamu ini, ada apa bu?" Kata Pak Sumi.

"Berhenti dulu bekerjanya, sudah azan." Kata Bu Rati.

"Loh!?" Kata Pak Sumi kaget.

Pak Sumi segera beranjak dari tempat duduknya, memakai celana dan bergerak menuju ke musala rumah sakit.

"Eh bentar, Kamu sudah bisa berdiri?" Kata Pak Sumi.

"Kata siapa Aku tidak bisa? Bahkan jika itu saat Kamu menggendongku ke ranjang, ahaha!" Bu Rati tertawa lepas.

Pak Sumi yang menahan malu, berlalu ke musala.

"Oalah, pantesan dia tadi melihatku terus. Rati, Rati." Batin Pak Sumi.


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C84
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen