Hiruk Pikuk kegaduhan terjadi di kediaman Pak Awan. Tari tak bisa berkata apa-apa kala Pak Awan datang menanyai mereka berdua. Mereka hanya diam membisu saat Pak Awan bertanya, meskipun itu dengan kekerasan. Pak Awan dan Tari masih berdebat panjang pasal ini. Berdebat mungkin bukan merupakan kata-kata yang tepat, Tari hanya menjawab semua pertanyaan Pak Awan dengan pertanyaan.
Tidak ada yang tahu tentang apa yang terjadi dengan Santi dan Ara sampai-sampai mereka berdua saling membunuh satu sama lain. Jika pun itu Pak Awan, Tari atau Ratu.
...
Saat itu Pak Awan sedang pulang dari Sunandar, sedang Ratu ke pasar untuk membeli persediaan makanan untuk satu minggu. Tinggallah Tari bersama ternak yang lain di rumah. Sebenarnya tidak ada kesalahan yang dilakukan Tari, tapi Tari tanpa sengaja memunculkan suatu konflik antar mereka berdua.
Santi adalah orang pertama sebagai pencetus untuk memberikan ASI eksklusif kepada Marie langsung dari payudaranya. Tak Seperti Warni yang hanya ikut-ikutan, Santi memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap Marie. Sangat kontras dengan Ara yang hanya menganggap Marie sebagai anak biasa dan tak mempunyai kelebihan apa-apa dimatanya. Ara sangat patuh terhadap Pak Awan, Pria yang telah memungutnya dari jalanan.
Ara mempunyai persepsi yang agak berbeda dari ternak yang lain terhadap Pak Awan. Ara adalah orang yang tak mempunyai pendirian dari awal. Dia mudah ikut arus. Oleh karena itu Pak Awan dengan mudah memperdaya pikiran anak itu. Oleh karena itu Dia menjadi sangat loyal kepada Pak Awan. Tak elak perbedaan pikiran antara mereka berdua membuat mereka sering berseberangan.
Lalu sekarang, Pak Awan dan Tari bergegas masuk ke dalam ruang bawah tanah.
"Apa? kenapa mereka bunuh diri? Bukannya harusnya saat Marie telah di Sunandar tidak ada lagi masalah seperti ini?" Kata Pak Awan gugup, dia masuk ke dalam rumah.
"Anda bertanya padaku? Lalu Aku harus bertanya kepada siapa? Aku sendiri tak tahu apa-apa." Tari mengelak.
Pak Awan berhenti di ruang tamu lalu melihat Tari. Tari juga menghentikan langkahnya.
"Tari! kamu yang seharian di rumah! apa kau tidak bisa melerai mereka? Potong saja tangan mereka pasung mereka! bukannya itu yang aku katakan padamu bertahun-tahun yang lalu jika keadaan memburuk?" Pak Awan masuk ke dalam dapur, Tari ikut di belakangnya.
"Lalu Aku sekarang bertanya padamu, apa saja yang kamu lakukan saat aku tidak ada, wanita jalang!" Imbuh Pak Awan.
Pak Awan tak bisa menyembunyikan perasaannya.
"Aku," Tari diam. Dia tidak melanjutkan perkataannya.
Mereka masuk ke dalam ruang bawah tanah itu dan mendapati mayat kedua ternak itu. Pada tubuh mereka saling tertancap pisau. Satu ada di leher Ara dan satu masuk ke dalam mulut Santi. Pak Awan tidak jijik dengan semua itu, lain halnya dengan Tari yang langsung memalingkan wajahnya. Pak Awan mengidentifikasi dengan jeli apa yang terjadi di sini. Pada awal pengamatannya, Pak Awan menyimpulkan bahwa mereka saling membunuh satu sama lain. Itu yang disimpulkan dari bagaimanapun dia melihat mereka berdua.
"Hei pelacur!" Kata Pak Awan ke Tari.
"Apa anda berbicara padaku?" Tanya Tari.
Tari menuju ke samping Pak Awan.
Pak Awan mengambil nafas dalam-dalam, dia menahan amarahnya. Pak Awan berkata,
"Apa yang terjadi sebelum ini?"
"Aku," lagi-lagi Tari terdiam dan menunduk.
Pak Awan merasa ada yang aneh pada istri pertamanya itu (Secara teknis semua ternak di sini adalah istri Pak Awan). Lalu Pak Awan menuju ke kamar mandi di ruangan bawah tanah itu. Pak Awan menemukan dua ternaknya yang lain berada disana. Mereka tidak berada dalam keadaan yang baik-baik saja.
Mereka tak terluka secara fisik, tapi kita selalu tak dapat melihat psikis seseorang. Namun, Pak Awan tahu. Psikis mereka hancur. Pasalnya, saat di temukan di kamar mandi mereka menenggelamkan kepala mereka ke bak mandi sambil memakai 'scuba diving mask' agar bisa tetap bernapas. Entah apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.
Belum cukup dengan semua itu, Pak Awan terkejut dengan teriakan dari belakangnya. Itu adalah teriakkan Ratu. Wanita itu baru saja pulang dari pasar. Ratu melihat pintu bawah tanah terbuka dan langsung masuk ke dalam.
Ketiga ditambah dua orang bertemu, dimana dua yang lain sedang sempoyongan, pusing kepala mereka karena berendam di air. Lalu Pak Awan memasukkan mereka berdua ke tempat yang digunakan untuk menyekap Marie.
Pak Awan memegang keningnya. Dia pusing. Ratu dan Tari menunggu tentang apa yang harus mereka lakukan. Pak Awan berjalan ke kedua mayat itu. Pak Awan mendekati mayat itu bermaksud membersihkannya. Melihat kedua istrinya hanya berdiri mematung, Pak Awan menyuruh mereka membantunya membersihkan mayat mereka yang mati.
"..."
"..."
Cerah siang ini tak seperti suasana muram mereka bertiga yang sedang duduk di ruang makan. Itu adalah Tari, Ratu dan Pak Awan yang telah mengubur mereka yang mati. Mereka ditemani oleh secangkir air panas yang disajikan di dalam cangkir. Seharusnya Ratu membuat secangkir kopi untuk Pak Awan, dan teh untuk Tari, namun dia tidak melakukannya. Dia tidak bisa melakukannya.
"Sekarang Marie telah tidak ada lagi di rumah ini." Kata Pak Awan.
Ratu dan Tari diam. Pak Awan memandang mereka bergantian.
"Aku tidak percaya sudah tiga yang mati dalam waktu yang singkat." Lanjut Pak Awan.
"Tuan, apa kita tidak bisa menambah ternak lagi?" Kata Tari.
"Sebelum aku jawab pertanyaanmu, Sekarang jawab aku, Apa yang ingin kau katakan tadi?" tanya Pak Awan.
"Apa maksud tuan?" Kata Ratu.
Pak Awan diam.
"...Mungkin aku, penyebab kematian mereka." Kata Tari dengan menundukkan kepala dan memejamkan mata karena takut.
Setelah Tari berkata demikian, refleks Pak Awan melemparkan cangkir ke depan, membuat air panas itu langsung menuju ke muka Tari. Namun nampan yang diarahkan ke depan muka Tari, berhasil menghalau air itu. Tari kaget dan melihat Ratu yang telah melindunginya.
"Apa maksudmu bertindak begitu lancang!?" Kata Pak Awan
"Tuan, tolong dengarkan penjelasan dari Tari. Dia ternak yang sedang mengandung anak tuan. Awa- Tuan, beberapa bulan ini hanya Tari yang masih subur dan terus menghasilkan anak bagi tuan, lalu bagaimana jika siraman air tuan menyebabkan Tari keguguran?" bela Ratu.
Pak Awan kembali mendapatkan ketenangannya, Ratu berdiri dan mengambil air panas yang lain untuk Pak Awan, sedang Tari mulai menceritakan apa yang terjadi.
...
Di awal musim semi (sesaat setelah musim hujan; baca: musim pancaroba) yang menumbuhkan tunas-tunas baru, pun memunculkan kelopak bunga yang indah, Marie malah kehilangan hampir 10% berat badannya. Sesaat setelah Marie dikeluarkan dari dalam sangkar, Dia diangkat dan kakinya dipasang di sebuah tempat pemasungan. Anak itu dibiarkan duduk disana. Saat Sunandar masuk ke dalam ruangan itu, Semua anak serentak bersembunyi sambi tetap melihat gerak-gerik Sunandar.
Lalu Sunandar menancapkan jarum yang terhubung dengan selang yang bermuara pada tempat yang berisi cairan berwarna merah. Cairan itu adalah darah. Marie mendapatkan transfusi darah yang disalurkan langsung melalui pergelangan tangannya. Orang itu melakukannya tanpa anestesi apapun.
Sakit. Tapi lama kelamaan Marie merasa nyaman, merasa hangat. Sebenarnya tidak masuk akal Marie bisa bertahan sampai saat ini. Marie sebenarnya sudah terlalu kehilangan banyak darah.
Setelah Sunandar pergi, anak-anak itu keluar (dari persembunyiannya) mereka menghampiri Marie. Marie sudah sehat, dia bisa bernafas normal, tapi, sekarang Marie ketakutan, anak-anak itu menghampiri Marie. Marie menyapa mereka semua dengan senyuman. Anak-anak kecil itu penasaran dengan alat itu. Alat itu selama ini ada disana tapi baru kali ini dipakai oleh Seorang anak (alat transfusi darah). Saat ada satu anak yang mulai akan menyentuh benda itu, salah seorang anak yang lain berteriak,
"Akk".
Marie melihatnya, menurutnya itu adalah seorang anak laki-laki yang paling tua diantara mereka semua.