App herunterladen
90.24% My Possessive Brother / Chapter 74: Bab 74. Perlahan

Kapitel 74: Bab 74. Perlahan

Sebuah mimpi masa lalu terus berputar bagaikan sebuah film yang berputar di layar lebar, menampilkan semua hal yang semula kita hanya menerkanya. Semuanya diputar bagaikan itu adalah hal yang ingin dilihat oleh penontonnya. Berputar-dan terus berputar.

"aku mencintaimu Princes"

"kak ini salah"

Kata kata itu terus berputar-putar dalam mimpinya, bagaikan kepingan memori yang memaksanya untuk terus mengingatnya

"suara siapa itu" teriaknya frustasi, suara itu bagaikan terus berbicara dalam pikirannya membuat kepalanya semakin sakit

" kakak aku mohon sadarlah" Lexsa , Alex menggeram prustasi , suara itu masih terus memanggilnya, meneriaki namanya, mengucapkan kata-kata cinta yangg dia tidak tahu apa sebenarnya.

Sekelabat bayangan melintas di depannya membentuk sebuah kamar hotel, dia tahu itu dimana. Itu kamar hotel milik sepupunya, dia sering menginap disana, Alex terus melihat sekeling kamar itu tidak ada yang aneh, sampai suara pintu terbuka kasar membuatnya harus mengalihkan pandangannya. Disana ada dirinya yang sedang menarik Lexsa kasar.

"apa itu aku, tapi kenapa Lexsa nampak sangat marah"

Alex menatap tak percaya saat Alexsa menamparnya keras, sesaat kemudian Alex melihat dirinya mencium Lexsa kasar sambil mendorong Lexsa keatas ranjangnya. Alex menatap tak percaya apa yang tersaji di depannya, lagi dan lagi Lexsa menamparnya sambil berteriak marah. Tapi sayangnya dia tidak bisa mendengar suara itu.. lagi dan lagi dirinya mencium Lexsa dengan kasar sampai Lexsa menggigit bibirnya sampai berdarah.

"ada apa" Alex semakin menikmati apa yang tersaji di depannya, tapi kenapa dirinya berhenti kemudian bergerak ingin mengambil sesuatu di kantong celana Lexsa. Alex semakin menatap penuh tanya saat dirinya diatas tubuh adiknya membanting benda pipih itu sampai tak berbentuk lagi

"jauhi dia kamu milik ku , Alexsa, kamu milikku. Biarkan dunia menentang keputusanku, aku menginginkanmu. Walaupun kamu ingin melarikan diri dari ku sekalipun, aku akan kembali mengejarmu, menangkapmu, mengurungmu tetap disampingku" sesaat dia bisa mendengar ucapan itu. bagaikan sebuah sumpah yang telah dia ucapkan.

Akkkk

Alex menarik rambutnya kasar. Kenapa dengan semua ini , ada apa sebenarnya. Sesaat kemudian kegelapan mulai menjemputnya lagi

"jelaskan semuanya, aku mohon...

"kakak sudah sadar" Alex menatap bingung sambil berusaha beradaptasi dengan sinar lampu di kamarnya.

"Lexsa" Dimas yang sedari tadi menunggu sepupu nya itu sadar, tersenyum haru, saat melihat Sepupunya itu sadar.

"ia kak, apa ada yang sakit" Alex menutup matanya pelan, seolah memberitahukan mereka kalau dia ingin istirahat

"baijlah, hubungi aku kalau ada sesuatu" Lexsa mengangguk paham, kemudian melangkah ingin mengantarkan Dimas kepintu depan, sebelum sebuah tangan menahannya

"jangan pergi"Dimas menatap paham, dia tahu Alex pasti ingin Lexsa tetap disini

"tidak apa, kamu disini saja, temani dia" Lexsa mengangguk paham. Lexsa kembali menatap Alex yang terus menarik tangannya memaksanya kembali duduk, Lexsa menghela nafas kasar dan kemudian memilih duduk setelah mendengar pintu kamar kakaknya kembali di tutup

"apa artinya aku bagimu" Lexsa menatap heran, dia tahu apa arti pertanyaan itu. apa mungkin Alex sudah mengingatnya

"aku mendengar kata-kata aneh dalam mimpiku, aku tidak tahu aku bahkan tidak ingat, tapi entah mengapa aku ingin mendengar jawaban atas pertanyaan itu" sekarang Lexsa tahu, kakaknya masih belum mengingatnya, mungkin dia terlalu cepat mengambil kesimpulan

"kakak istirahat ya," Lexsa membali membetulkan selimut kakaknya

"jawab!" Lexsa menatap lelaki di depannya seolah mengatakan betapa lelaki itu tahu apa jawaban atas pertanyaan itu

"kamu sangat bearti kak, aku adikmu ingat"

"benarkah, adikku ya" Lexsa mencoba seolah tak mendengar betapa pilu suara itu, seolah merasa di tolak olehnya.

"kakak istirahat ya' ucap Lexsa sambil mendaratkan kecupan singkat dikening Alex

"tidurlah disini, aku takut" Lexsa menatap Alex seolah memohon, dia tidak bisa melakukan itu. dia takut kakaknya akan memaksa menggingat semuanya, saat dia terus berada disamping kakaknya.

"aku mohon" Lexsa mengangguk pastrah, mungkin memang dia harus rela melihat lelaki ini kembali kesakitan karenanya.

Alex tersenyum senang, saat Lexsa sudah mengambil posisi rebahan di sisinya. Tapi entah mengapa Lexsa seolah menjaga jarak darinya. Dia kesepian, dia ingin sebuah pelukan. Lexsa menatap kakaknya terkejut, saat lengan kokoh lelaki itu memeluknya erat, dan memaksanya untuk menatap wajah pucat kakaknya.

"hangat' gumam Alex sambil memajamkan matanya pelan.

"apa yang kakak ingat?"entah kenapa dari semua pertanyaan di kepalanya, malah pertanyaan itu yang keluar

"aku sakit" Alex menatap mata hitam di depannya seolah mencari jawaban atas semua teka-teki di kepalanya.

"sejak kapan aku berteman dengan teman-teman Alcio, dan kenapa rasanya kau sangat marah saat aku melihat kamu tersenyum kearahnya. Kenapa rasanya aku sangat senang saat kamu memelukku bahkan mencium ku, rasanya aku ingin mengulangnya lagi dan lagi. Ada apa sebenarnya, aku tahu ini salah, tapi aku selalu ingin menyimpanmu hanya untuk ku seorang" sebutir air mata menetes disudut mata Alex, Lexsa mengusab lembut pipi Alex

"kenapa?. Akkkkk" Lexsa menatap terkejut saat Alex kembali menjambak rambutnya keras

"jangan dipaksa kak aku mohon, kakak mau aku ciumkan, kakak senangkan aku peluk. Aku mohon jangan dipaksa" Alex manatap gadis di depannya yang mulai manangis sesengutan, rasanya sakit melihat adiknya menangis seperti itu

Cupp

"isssskkk, sudah-sudah, aku tak apa" lexsa menyentuh tangan kakaknya dipipinya, lelaki itu menatapnya khawatir

'apa ada yang sakit" Lexsa menatap khawatir

"tenanglah, aku tak apa" Alex menatap penuh minat pada benda kenyal di depannya, dengan pelan jarinya menyentuh bibir gadis itu, mengusabnya pelan. Sangat pelan, seolah dia yang sedang mengusab bibir itu dengan bibirnya

" cepatlah lulus, pasti menyenangkan kalau kita kuliah di tempat yang sama" Lexsa tersenyum tipis. Bibirnya terbuka pelan, ingin menanggapi ucapan kakaknya. Sebelum benda kenyal itu mengecup bibirnya pelan dan lembut.

Lexsa mengusab kepala kakaknya lembut, seolah memberi akses pada lelaki ini untuk terus menciumnya sampai lelaki ini puas.

"manis" Lexsa mengambil udara dengan rakus, sebelum kakaknya menciumnya lagi dengan lebih menggebu

"akkkhh, kakkk " Alex tersenyum senang, mendengar lenguhan gadis dibawahnya.sebelum dering ponsel adiknya berbunyi heboh mengganggu aktifitasnya

"Momy" gumam Alex pelan, Lexsa menatap kakaknya seolah meminta lelaki itu untuk mengangkatnya

"halllo mom" sapa Alex sambil kembali memeluk Lexsa erat

"bagaimana keadaan kalian, apa Lexsa baik-baik saja" Alex bisa mendengar jelas bagaimana wanita itu mekhawatirkannya dan Lexsa adiknya. Ya adiknya yang baru saja diciumnya panas

dia pasti sudah gila

"ia ma, kami baik. ' jawab Alex sambil melepaskan pelukannya yang membuat Lexsa menatapnya heran

"baiklah sayang, good night, kami akan kembali beberapa hari lagi" Alex segera menutup ponsel itu dan meletaknya di samping lampu tidur diatas meja samping ranjangnya

"ada apa?" tanya Lexsa heran, melihat tatapan bersalah kakaknya

"maaf, seharusnya aku tidak melakukan itu' Lexsa menatap sedih, dia tahu kakaknya sedang amnesia, lelaki itu pasti merasa bersalah sekarang.

"cepatlah ingat semuanya kak, jangan seperti ini, jangan memaksa ku berjuang seorang diri saat semuanya hendak menghancurkan semuanya. Jangan memaksa ku, aku takut aku tidak sanggup, dan akhirnya menyerah."

Lexsa memilih memunggungi Alex yang menatapnya penuh tanda tanya ingin tahu, dia tidak sanggup, dan dia tidak tahu sampai kapan dia sanggup bertahan dengan semua ini. Alex menatap punggung itu sedih, ada apa sebenarnya , tidak bisakah semua orang mengatakannya padanya, Alex mengulurkan tangannya untuk kembali memeluk gadis itu erat.

"bantu aku mengingat semuanya, aku takut aku takut" Lexsa mengusap tangan itu lembut. Dia bahkan tidak tahu apa dia masih sanggup, apa dia sudah cukup berani,

Dia tidak yakin dengan semua ini . apa mungkin dia masih sanggup atau lebih baik dia menyerah. Entahlah.

***

Sebuah tawa terdengar nyaring di sebuah ruangan dengan beberapa senjata menjadi penghiasnya, seorang lelaki yang dikenal bernama Bernord Kear itu. anggur merah yang terus saja terisi dalam ggelas kristal mereka seolah menandakan betapa panjangnya malam ini.

"jadi mereka sudah hancur"' Beny yang sedari tadi memperhatikan Dadynya tersenyum simpul

"lelaki tua serakah itu memang pantas untuk hancur" ucapnya tajam

"sayangnya Wilshon yang menghancurkan mereka" ucap Karin sambil kembali mengisi gelas mereka

"hahahha, tidak masalah, yang terpenting sekarang kita sudah membeli perusahaan mereka"balas Bernalk tertawa bahagia

"apa yang menguntungkan dari perusahaan yang hampir gulung tikar itu" tanya Karin heran melihat ucle nya itu

"si bodoh Ero itu bahkan tidak menyadari betapa menguntungkannya pertambangannya di kalimantan " Beny tersenyum licik, dia tahu betapa Dadynya itu sangat menginginkan pertambangan batu bara milik Ero mahedra itu.

"dan sekarang semua itu milik ku" Bernalk tersenyum bangga dengan apa yang dia dapatkan dari kehancuran musuhnya itu.

"bukankah ini lucu, rival dari rival mempunyai musuh yang sama" Karin tersenyum sinis, Bernald tertawa sumbang, keponakannya ini selalu punya katta-kata yang sangat menarik

'bukankah musuh dari musuh adalah teman" jawab Bernald sambil memium kembali anggurnya

"aaa kalau begitu, seharusnya uncle berteman dengan keluarga Wilshon " karin terkikik geli

"permusuhan yang sudah lama terbentuk, bagaimana mungkin di hilangkan, kelemahan mereka harus kita mamfaatkan.. Beny lakukan secepatnya rencana itu. aku ingin mereka hancur sehancur-hancurnya. "Beny tersenyum sinis, mungkin memang dia harus menghancurkan keluarga gadis yang dicintainya itu melalui gadis itu

"mereka harus hancur, mereka harus merasakan bagaimana sakitnya kehilangan seseorang yang mereka sayang, sebagaimana hancurnya kita saat kehilangan ibu mu, Alsa Skory"Bernal tersenyum miris. Masih sangat berbekas di ingatannya bagaimana istrinya meninggal saat tahu keluarga nya terancam oleh polisi, bagaimana istrinya meninggal dalam sebuah kecelakaan yang juga hampir menewaskan Beny putranya,. Dan semua ini karena putra keluarga wilshon yang membuat transaksi gelap mereka tercium polisi.

"dady tenang saja, mereka akan merasakan apa yang kita rasakan, mereka akan hancur sampai ke akar-akarnya" Beny tersenyum sinis, rahasia hubungan Alex dan Lexsa berada di tangannya, bagaimana kalau berita hubungan terlarang itu tercium oleh mereka, apa yang akan terjad pada dua perusahaan besar itu. dia tidak sabar untuk segera melihatnya.

Di belahan negara lain, di tempat yang sekarang sudah menunjukkan siang hari, dimana matahari sudah berada di puncaknya. Sepasang tangan kekar memeluk tubuh ringkih itu erat seolah takut tubuh itu akan terluka dengan semua keserakahannya.

"sesak sayang' ucap sang wanita sambil mencoba melongarkan pulukan kekasihnya

"mereka sudah kita lenyapkan, sekarang tidak ada yang akan menyekiti putri kita, sekarang kita bisa memastikan mereka berdua aman" Robecha nama wanita itu tersenyum senang dia tahu setelah badai besar pasti akan ada pelangi setelahnya.

"aku mohon biarkan Alex tetap berada disamping Alexsa" mohon Robecha miris, mengetahui kabar tentang putranya tadi pagi dari Dimas.

"maka itu artinya aku memberikan peluang untuk Bernald Kear menghancurkan keluarga kita" Robecha menghela nafas lelah, suami nya ini terlalu keras kepala

"apa kamu tahu?, hanya Alex yang bisa mengawasi Lexsa, selama putra kita berada di samping putri kita, mereka akan aman" Robect melepaskan pelukannya. Kemudian berbalik hendak pergi

"kita akan kembali ke indonesia sore ini" robecha menghela nafas kasar, apa tidak ada jalan lagi, dia tahu memisahkan mereka hanya akan membuat musuh mereka tdak bisa menghancurkan mereka lebih dalam, tapi dengan menjauhkan putrra putri mereka, itu hanya akan menyakiti mereka.

"mereka kuat apabila bersama" ucap Robecha pelan, yang pasti tidak di dengar oleh suaminya lagi.

Sore ini mereka akak kembali ke indonesia, apa dia akan sanggup menatap mata itu, apa dia akan sanggup bersikap seperti biasanya lagi, dia ragu

***&

Suara garpu yang beradu piring terdengar nyaring, membelah kesunyian yang tercipta di ruang makan bergaya eropa tersebut, sebuah tangan menunjuk kesal sekaligus tidak sopan seolah memperingati manusia di depannya dengan kasar. Tapi sayangnya tindakan itu kembali terulang lagi dan lagi. Sedetik kemudian lelaki yang menjadi pelaku kericuhan itu mengangkat pantatnya dari posisi nyamanya, dan beralih duduk disamping gadis yang sedari tadi menatap kesal kearahnya sambil memakan Apelnya pelan

"kakakkkk" Alexsa yang sudah kesal dengan tingkah kakaknya itu berteriak kesal, sungguh pagi yang indah dengan kehadiran kakaknya ini

"apa" Alex berucap seolah tak bersalah, sambil kembali menjatuhkan pisau buahnya sehingga menimbulkan bunyi bising di telinga Lexsa.

"bisakah aku sarapan dengan tenang"

"bisakah aku mendapatkan ciuman selamat pagi"

Lexsa menatap kesal, hilang sudah selera sarapannya pagi ini, kakaknya ini terus-terusan menagih ciuman selamat pagi darinya, dan itu harus semuanya, dia harus mencium kening, kedua pipi kakaknya dan terakhir bibir kakaknya, apa lelaki ini masih waras. Atau jangan-jangan lelaki ini sudah ingat semuanya.

"apa" Alex bertanya heran Lexsa sekarang malah menatapnya heran bukan lagi marah

"apa kakak sudah ingat semuanya" tanya lexsa memastikan

Alex menatap bingung, dia belum ingat semuanya yang dia tahu dia hanya ingin selalu dekat dengan gadis ini, selalu

"apa aku harus mengingat semuanya, tidak bisakah kau menceritakan semuanya padaku" Alexsa menatap sedih, apa yang harus dia ceritakan, dia bahkan tidak tahu dari mana harus memulainya.

"aku mencintaimu kak," Alex menatap bingung, tidak mengerti dengan apa yang diucapkan adiknya, tapi dia senang mendengar itu.

"kamu hanya milikku, selamanya hanya milikku, tidak ada yang bisa memisahkan kita. . aku akan mengatur semuanya, satu tahun lagi. Bersabarlah, aku akan menyiapkan semuanya. Aku akan membawamu pergi, agar tidak ada yang bisa mengambilmu dari ku" Alex semakin menatap bingung dia tidak mengerti

"aku mencintaimu, tidak bisa kah kau hanya mencintaiku"

"Akkkkk" Lexsa menatap panik, di depannya Alex menjambak rambutnya sambil meringis kesakitan

"sakittt" ringis Alex pilu, Lexsa berusaha memeluk kakaknya itu berusaha menenangkan.

"jangan dipaksa kak, pelan-pelan" Alex mengeleng panik, seolah memang dia harus mengingat semuanya sekarang

"kakak aku mohon, berhenti!!, jangan dipaksa, aku tidak mau kakakk pinsan lagi" Lexsa berucap panik, Alex masih saja menarik rambutnya bahkan beberapa ada yang rontok karena ulahnya.

Cupp

Lexsa mencium Alex cepat, memberikan apa yang lelaki itu mau, kalau itu memang bisa membuat lelaki itu berhenti menarik rambutnya kasar.

"manis"

Lexsa menepis kasar tangan kakaknya yang hendak menjambak rambutnya lagi, Alex menatap kesal, sakit dikepalanya seolah semakin terpancing dengan apa yang mereka lakukan sekarang, dengan kasar Alex membalas ciuman adiknya itu, memaksa Alexsa membuka kedua bibinya, dia tidak akan puas kalau hanya berciuman hanya sekedar melumat bibir tampa peran lidah didalamnya .

"Emmmmk" lenguh Lexsa pelan, lelaki ini terus saja memperdalam ciumannya , tak peduli dengan nya yang sudah sangat memerlukan pasokan udara yang semakin menipis dalam paru-parunya.

"manis" ucap Alex tampa sadar, seolah mengikuti apa yang suara dalam kepalanya tadi katakan

Lexsa berusaha tersenyum simpul dengan wajah yang memerah akibat ciuman brutal kakaknya .

"aku tidak tahu kalau kita seintim ini, sebenarnya apa saja yang sudah aku lupakan" lagi dan lagi lelaki ini terus bertanya bingung, kilasan ingatan yang muncul dalam kepalanya seolah hanya kilasan tak berarti sampai lelaki ini tidak ingat apapun.

"sebaiknya kita siap-siap sekarang, bukannya kakak mau mengantarku kesekolah. " balas Lexsa sambil berlalu pergi meninggalkan Alex yang akhirnya memilih mengikutinya menuju kamar mereka.

"kenapa susah sekali untuk mengingat semuanya" gumam Alex setelah sampai dikamarnya, sambil memilih baju yang akan dia gunakan untuk mengantar adiknya itu

"adikku ya. Tapi kenapa rasanya kami lebih dari sekedar saudara" gumam Alex berusaha mengingat apa ada sesuatu yang dapat dia gunakan untuk mengingat semuanya .

"mungkin aku harus mencarinya di kamar Lexsa nanti" gumam Alex sambil mengambil ponselnya cepat.

"Ahh sial" tampa segaja, Alex menjauhkan kunci mobilnya ke bawah tempat tidur

"buat lama saja" Alex mendengus kesal, berusaha mengambil kunci mobilnya.

"apa ini" Alex menatap heran, pada kotak bewarna biru yang setahu dia, kotak itu dulunya tidak ada, dulu sejauh yang dia ingat.

"apa ini punya Lexsa" ucap Alex tak yakin, tapi sayangnya rasa penasarannya membuatnya membuka kotak itu cepat sampai isi nya berserakan di atas kasurnya.

"ini. Aku " Alex menatap tak percaya apa yang dilihatnya, disana ada gambarnya dengan Lexsa yang sedang berciuman, bahkan bercumbu. Dan ada beberapa gambar yang menampakkan dia yang sedang memeluk Lexsa dari belakang, samping bahkan depan.

'apa ini" Alex menatap tak percaya, bahkan disana tertulis kata-kata yang menceritakan dimana dan kapan gambar itu diambil. Dan itu tulisannya. Alex menatap tak percaya, dengan apa yang dilihatnya,bahkan disana ada gambar Alexsa dan Alcio yang sedang berada ditaman yang tak jauh dari sekolah mereka.

"apa hubungan mereka' Alex meremas gambar itu marah. Membayangkan adiknya yang sekarang dia tahu, mereka bukan hanya sebatas saudara. Bersama lelaki yang bernama Corner itu membuatnya menatap murka

'kakak ayo cepat' Alex menatap marah gadis di depannya. Lexsa yang mengetahui raut wajah kakaknya yang berubah langsung menatap heran.

"ada apa" Lexsa menatap takut, saat kakaknya berjalan kearahnya dan berhenti di depannya

"apa ini' Lexsa menatap tak percaya, dia bahkan tidak tahu tentang gambar itu,. yang dia tahu itu adalah dirinya yang Al

'apa hubunganmu dengannya. Jawab!" Lexsa menatap takut, kakaknya membentaknya tepat di depan wajahnya

"kami tidak punya hubungan apa-apa lagi" Alex mengeram marah, seolah gadis di depannya ini sedang membohonginya

"jangan bohong!, lalu ini apa" Alex mencengkram bahu Lexsa kuat , sampai si empunya meringis kesakitan.

"aku bahkan tidak tahu tentang gambar itu. ingat kak, cepatlah ingat, aku tidak sekuat itu" cukup sudah Lexsa tidak bisa lagi menahannya, satu bulan sudah setelah kembalinya kakaknya , dan lelaki ini masih saja menguji nya.

"ini kamu, tidak mungkin kamu tidak tahu" Alex semakin mengguncangkan bahu Lexsa geram. Emosi telah menguasinya, sampai air mata gadis itu tidak bisa meluluhkannya

'kamu menjalin hubungan dengannya. Kamu menyukainya hah" kebungkaman Lexsa semakin membuatnya yakin dengan semua asumsinya.

"akhiri hubungan kalian atau aku akan menyingkirkannya" Lexsa menatap tajam lelaki di depannya Alex yang melihat itu menggeram marah, gadis ini menentangnya.

"apa yang harus aku akhiri, apa hah'" teriak Lexsa frustasi, kenapa hanya dia yang tersakiti disini

"apa yang mau kakak singkirkan, kakak yang membuat kami putus, apa kakak lupa. Kakak bahkan membuat ku membencinya, kakak bahkan memaksa ku mencintaimu. Apa lagi yang mau kakak singkirkan hah?" Alex mematung tak percaya, benar kah ynag di dengarnya.

"menyebalkan!" dengan kasar Lexsa menghentakkan tangan kakaknya yang masih saja mencengkram bahunya kasar. Dan memilih keluar dari kamar kakaknya itu, tapi sayangnya kakinya kurang cepat. Sampai lengan kokoh ini berhasil memerangkapnnya lagi dan lagi.

"benarkah?" Lexsa tahu apa maksud kakaknya. Tapi kekesalannya membuatnya memilih bungkam

"jawab aku, !!" sayangnya perintah lelaki ini selalu tidak bisa dia abaikan begitu saja

"iya" jawab Lexsa sekenanya. Alex tersenyum senang, entah mengapa ada bagian dari hatinya yang menginginkan gadis ini hanya untuknya saja.

"jangan dekat-dekat dengannya, aku tidak suka. Kamu adalah milikku, jauhi dia, aku tidak suka. Jangan tersenyum kearahnya, jangan biarkan dia menyentuhmu. Kamu hanya milikku," Lexsa menangis dalam diam, kekasihnya sudah kembali. Tapi sayangnya lelaki ini bahkan tidak ingat siapa musuhnya sebenarnya, dan apa yang seharusnya dia khawatirkan sekarang

"hy ada apa, apa aku menyakitimu" Lexsa menggeleng pelan, dia hanya terlalu bahagia sekaligus sedih.

"bagaimana mungkin aku membiarkan dia menyentuhku, kalau disini sudah ada orang yang siap untuk melakukan apapun untukku, bahkan menyingkirkannya" Lexsa tersenyum tipis, persis seperti dua tahun yang lalu, saat pertama kali dia tahu perasaan kakaknya

'ayo, aku tidak ingin terlambat" dengan manja Lexsa merangkul lengan Alex dan menariknya agar segera keluar dari kamar kakaknya itu.

Mungkin memang harus perlahan, setelahnya dia akan mencerikan semuanya, apa yang seharusnya lelaki itu ingat sebelum hal buruk menimpa mereka.


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C74
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen