App herunterladen
78.04% My Possessive Brother / Chapter 64: Bab 64. Penantian

Kapitel 64: Bab 64. Penantian

Langkah kaki yang beradu dengan lantai terdengar nyaring, tapi entah kenapa tidak ada yang mau memperdulikan itu. rumah bernuansa putih di beberapa sudut dindingnya itu terkesan bagaikan rumah sakit sekarang. Tidak ada kehidupan hanya ada kesakitan disana.

Menyebalkan, sebenarnya. Sekaligus menyakitkan

"selamat pagi nona, tuan dan nyonya sudah menunggu anda di ruang makan" ucap seorang pelayan dirumah ya menghampiri Lexsa yang berjalan menuruni tangga.

Lexsa berjalan ketempat yang diberitahukan pelayannya, biasanya dia jarang menghabiskan sarapan pagi nya bersama orang tuanya. Tapi dua minggu ini kedua orang yang selalu sibuk dengan bisnis mereka seolah tidak punya kesibukan lain selain mengawasinya.

"pagi sayang. " sapa Momynya riang, seolah tak ada beban, apa wanita itu benar-benar tidak memiliki beban, Lexsa menatap penuh tanya.

"kamu berangkat bareng Momy ya, Dady kamu ada rapat pagi ini, dan kebetulan Momy mau kerumah sakit" terang Robecha saat Lexsa sudah melahap roti nya

"hn" balas Lexsa dingin, Robecha tersenyum miris, kini anaknya semakin jauh darinya. Mereka mulai membangun pembatas antara dia dan mereka.

"aku sudah selesai" Lexsa meminum susu nya cepat. Lagi pula dia ingin cepat pergi dari sini. Hari ini dia akan ke resto miliknya dan kakaknya. Selama kakaknya pergi sepertinya dia semakin rajin mengunjugi tempat itu. padahal dulu mereka sagat jarang berkunjung.

"habiskan dulu sarapannya sayang' ucap Robecha lembut, tapi hanya tatapan dingin nan tajam yang dia dapat dari putrinya itu.

Robecha menghela nafas lelah

"baiklah kita berangkat sekarang" lanjut Robecha sambil berpamitan pada Robech dan mulai menyusul Lexsa

Lexsa melangkah cepat menuju mobil Momynya. Hari ini Momynya sengaja memakai mobil sphotnya yang hanya untuk dua orang itu. karena selama kakaknya pergi, dia enggan duduk disamping Momy lagi. Bahkan untuk sekedar bertegur sapa pun dia malas. Entah kenapa dia sudah berubah menjadi pribadi yang sangat tertutup. Tapi dia tidak mempermasalah kan itu

"sayang hari ini kamu pulang jam berapa" tanya Robecha, tapi hanya gelengan kepala yang di terima dari putrinya. Robecha mendengus lelah, dia tidak bisa berbuat apa-apa, walaupun dia berusaha membujuk suaminya tapi rasa kecewa itu sepertinya susah untuk di hilangkan.

Lexsa menatap bosan kendaraan yang berlalu lalang di depannya . jalanan pagi ini begitu padat. Biasanya dia akan senang melewati kepadatan ini. Tapi kali ini suasana nya berbeda. Dia rindu dengan cara Alex mengemudi yang ugal ugalan saat mereka hampir terlambat. Dan nantinya setelah tiba di sekolah dia akan memarahi kakaknya itu dan memaksa kakaknya pergi belanja dan memaksa kakaknya membayar semua belanjaanya. Kemudian mendengar keluhan kakaknya yang kesal karena uang jajannya habis. Rasanya saat-saat seperti itu sangat di rindukan. Dia rindu dengan lelaki nakalnya.

"aku pergi' Lexsa segera turun tanpa peduli dengan panggilan Robecha saat mereka sudah memasuki gerbang sekolah.

"maafkan Momy sayang' Robecha berucap sedih,, tapi sayangnya Lexsa tidak bisa mendengar itu. karena dia sudah berjalan jauh memasuki perkarangan sekolahnya.

Tak jauh dari tempat Robecha sempat menghentikan mobilnya, disana terdapat mobil mewah bewarna hitam dengan kaca di setiap jendela mobilnya juga bewarna hitam seolah sang pemilik mobil tidak ingin ada yang melihat aktifitasnya oleh orang luar

"Dev. Aku harus keluar ok, sebentar lagi kami sudah masuk" Rengek seorang gadis dalam dekapan lelaki yang dipanggil Devon itu

"Come on Feb, kenapa kamu tidak libur saja hari ini. Kita pergi kencan ya"bujuk Devon sambil memasang senyum semanis mungkin

Feby menggeram kesal, apa-apaan itu, bahkan dia sekarang sudah sangat sering libur, dan semua itu hanya untuk memenuhi keinginan kencan lelaki ini

"kencan kencan bosan tahu" protes Feby kesal, Devon yang mendengar itu mendengus sebal. Ini juga dia lakukan karena masa liburnya satu bulan ini semakin menipis, apa lagi dia harus segera mengurus kuliahnya. Dan gadis nya malah menolak keinginannya.

"aku berada di sini 3 minggu lagi sayang. Seharusnya sekarang kamu menghabis kan waktu berdua dengan ku, bertingkah bagaikan gadis yang sangat mencintai kekasihnya , tapi kamu malah terlihat seperti tidak mencintaiku, " Rajuk devon.

"ooo Aku tidak mencintai mu' Feby berucap Dramatis, dan itu semakin membuat Devon mendengus kesal

"Feby" Geram Devon, sambil menatap tajam gadis di depannya

"hahaha" Feby tertawa mengejek, mengejek tingkah kekanakan kekasihnya saat di depannya. Siapa yang akan menyengka lelaki dingin dengan sifat bengisnya ini terlihat bagai anak kecil kalau di depannya. Apa dia sudah pantas di sebut pawangya Devon.

Mungkin sudah

"apa kamu mau, aku tidak lulus,, ayoo lah. Lagi pula bukannya kamu punya tugas khusus dariku" Feby menatap penuh selidik, siap siap untuk marah kalau lelaki ini lupa

"aku ingat. Orang-orangku sudah ku tugaskan untuk mengawasi rivalnya Alcio dan juga pujaan hati Alcio. Dan juga memata-mataimu" balas Devon kesal, Feby membulatkan matanya terkejut. Lelaki ini mengawasinya, pantas saja Devon selalu tahu kemana dia pergi

"kau mengawasi ku" tanya Feby kesal

"tante Dinda Bilang itu tidak masalah, lalu kenapa kau sewot" Feby menatap kesal, selalu saja Momynya akan dibawa dibawa. Ini lah ruginya kalau Momy nya dekat dengan Momynya Devon. Kenapa tidak Dady nya yang dibawa.

Ups. Dia lupa Dady tercintanya itu masih tidak rela melepaskan putri satu-satunya pada lelaki Brengsek di depannya ini. Ingatkan dia untuk mengadu pada Dady nya nanti.

"kau mengusik kehidupan ku, memata-mataiku, kau.." Feby menunjuk lelaki di depannya geram

"apa salahnya. Kamu kekasih ku, yang sebentar lagi pasti akan menjadi istriku" Feby makinn kesal dibuatnya

"aku bahkan belum tamat SMA Brengsek" Feby berteriak murka

"aku tetap akan melamarmu, kita bisa menunggu mu tamat SMA" cukup sudah, feyby sudah muak dengan lelaki ini

"tidak akan ada kata kencan lagi, tidak ada" Feby berteriak murka dengan cepat dia keluar dari mobil Devon tidak lupa dengan membanting pintu itu sekeras yang dia bisa

Devon yang melihat itu mendengus jengkel

"apa salahnya kalau aku ingin menikahinya" Devon masih dengan kekeras kepalanya

"apa-apan itu tadi, tidak ada kencan, yang benar saja. Apa dia ingin membunuh ku" Devon meraih ponselnya yang sedari tadi ngangur di sampingnya

To : my angel

Pulang sekolah aku jemput, jangan pergi dengan lelaki lain. Atau kamu harus siap –siap sayang melihat lelaki itu mati

Sebuah seringai terukir manis di bibir Devon. Dia akan menjemput kekasihnya itu nanti. Tapi sekarang dia harus pulang kerumah nya dulu. Meminta orang tuanya untuk segera melamar kekasihnya itu.. setelahnya dia akan menyiapkan apa-apa saja yang dia perlu untuk kencannya nanti

Dengan cepat Devon melajukan mobilnya pergi meninggalkan sekolah kekasihnya itu. dia juga harus menelpon orang suruhannya itu untuk mengetahui tentang pengembangan Alex. Sungguh enak bukan hidup rivalnya itu. bahkan sekarang dia harus membayar orang untuk memantau keadaan Alex disana. Bukan hanya dia. Tapi juga Al, dan Bram tentunya. Tapi sayang, lelaki itu tidak beruntung dalam percintaan dia sudah terlalu jatuh dalam pesona Alexsa adiknya sendiri, entah hati itu salah berlabuh, atau memang sudah tepat. Bagaimana pun juga dia juga ikut tertarik dalam masalah ini.

Feby mendengus kesal, dia tahu kekasihnya itu sudah pergi dari sekolahnya, getaran posel di saku rok sekolahnya membuat Feby menghetikan dengusannya.

From : my Devil

Pulang sekolah aku jemput, jangan pergi dengan lelaki lain. Atau kamu harus siap –siap sayang melihat lelaki itu mati

'dasar gila" Feby mendengus kesal

"sepertinya aku harus mencari seseorang yang tidak dapat di sentuh olehnya" Feby terkikik geli, mendengar rencananya sendiri. Tapi boleh juga, sepertinya dia harus melaksanakan rencananya itu.

Feby terkikik geli. Tapi ada satu yang menganjal di otak nya. Dimana dia akan menemukan lelaki itu, lelaki yang akan menentang kekasihnya yang sekarang. Lelaki yang layak untuk menjadi rival Devon. Lelaki yang tidak mudah dibunuh oleh Devon. Kalau dia memilih kak Ken. Itu tidak akan mungkin, karena dia tahu Devon dan Ken saling kenal. Mereka itu rekan bisnis, tidak mungkin dia gunakan kakak sepupu sahabatnya itu, sepertinya dia akan mencari yang lain saja.

"apa Ken sudah memberi kabar" Monica yang baru saja meletakkan tasnya langsung menyerbu Lexsa dengan pertanyaan yang sama seperti hari-hari kemaren.

"dia belum sadar" semuanya menghela nafas jenuh, mereka sudah terlalu lama menunggu, dan lelaki itu bahkan belum membuka matanya

" untuk apa dia sadar kalau dia tidak akan ingat apa-apa, " Lexsa berucap sedih, sebuah kenyataan yang harus dia ketahui, akhirnya hanya kana menghancurkan hatinya.

"jadi.. ?" Feby yang sedari tadi diam menatap Lexsa dengan pandangan terluka

Lexsa menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, untuk apa semua orang menutupinya kalau akhirnya dia juga akan tahu bukan. Menyakitkan.

"aku yakin kak Alex akan ingat." Ucap Salsa berusaha menyemangati gadis yang biasanya begitu semangat itu.

"dia akan ingat setelah semuanya berakhir, setelah semuanya hancur" semuanya mengangguk paham, mereka tahu siapa yang sedang dihadapi oleh sahabatnya itu, para pengawal yang di suruh menjaga Lexsa oleh kekasih-kekasih mereka, baru saja memberikan kabar yang tidak mengenakkan. Lelaki gila itu mulai bergerak lagi.

"dia akan kembali, percayalah" Bella memeluk sahabatnya sedih, dia tidak menyengka, sebuah hubungan yang seharus nya membawa kebahagiaan tapi malah yang sebalikknya terjadi pada sahabatnya ini.

Ya mungkin Lexsa harus percaya dengan semua temannya yang ikut mengawasi kakak lelakinya itu atau mungkin sekarang sudah tidak pantas lagi di sebut saudara karena kenyataannya dia itu kekasihnya. Termasuk salah satu musuh mereka yang semakin giat mengawasi dan memantau perkembangan Alex

"kapan kau akan sadar' ucap seorang wanita dengan surai merah itu

" coba saja kau mau mencintaiku, mau melihat ku mungkin ini tidak akan terjadi"wanita itu berucap miris, memperhatikan seorang lelaki yang masih engan terbangun dari komanya

" tapi tidak apa, toh setelah ini kamu akan melupakan gadis itu, seharus nya aku tahu lebih cepat, sebelum jalang kecil itu menggodamu" wanita itu terus bberucap dengan berbagai emosi. Sesaat matanya terpaku pada benda pipih di tangannya yang bergetar hebat

'halo" sapanya ketus . orang di seberang sana terkekeh pelan mendengar suara wanita itu

"jangan terlalu jutek,, nanti kau cepat tua sebelum pangeranmu bangun dari tidur panjangnya" ucap lelaki di sebeang sana.

"Brengsek kau Beny, seharusnya kau memberitahuku lebih cepat, bukannya menyembunyikan hubungan laknat mereka" maki wanita itu tanpa peduli Alex yang akan terusik dengan suara nya yang keras

"hahaha. Kau terlalu agresif Karin,, sebaiknya kau jaga lelaki mu itu, sebelum ku hancurkan" ancam Beny.

"lakukan, maka aku akan menghancurkan wanita yang kau gilai itu" Karin berucap tajam

"lakukan lah sayang, aku tidak masalah dengan itu. " Karin menggeram kesal, dengan cepat dia tutup sambungan telpon itu. sebelum benda pipih itu membentur dinding lagi.

"Lakukan" Karin tersenyum sinis, sepupunya itu memang gila, tapi bagaimana pun dia tidak ingin Alex nya hancur, biarkan gadis itu yang menanggung semuanya, jangan Alexnya

"kau pantas untuk hancur Alexsa"

"Kau pantas"

***


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C64
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen