Sial....sial!!!
Di dalam ruang kerjanya Dante mengeram marah. Sebenarnya apa yang ada dalam isi kepala sialan pria tua bangka itu.
Sedari tadi Dante tidak bisa konsentrasi pada pekerjaannya. Jari-jemari Dante yang panjang tampak sibuk mengetuk-ngetuk meja kerja dengan ketukan keras serat amarah. Menunjukan bagaimana Dante yang menahan perasaan kesal yang luar biasa saat ini. Otak cerdas Dante sedang berpikir keras mencerna semua perkataan pria tua sialan si Widanta Jaya yang datang tiba-tiba mengunjunginya pagi ini.
Itu tidak akan pernah terjadi pria tua, maki Dante pada ruangan kosong!!.
Semua kerja kerasku raung Dante!!.
Aku tidak bisa melepas semua ini begitu saja tidak setelah semua usahan dan kerja kerasku selama bertahun-tahun tanpa sedikitpun dukungan dari Widanta pria tua yang hanya membiarkan aku berjuang sendirian. Sekarang pria tua itu datang ke mansion milikku dengan sebuah ancaman menjijikan. "Tidak akan pernah kakek". Siapapun tidak akan aku biarkan mengambil perusahaan ini dariku. Perusahaan ini milikku.
Dante mengepalkan tangan memukul meja kerjanya dengan satu pukulan keras. Tidak pernah seumur hidupnya Dante hilang kendali seperti saat ini selama ini Dante selalu bisa mengendalikan emosinya tapi pagi ini Widanta berhasil mengacaukannya.
Kunjungan Widanta Jaya yang notabene kakek Dante pagi ini sukses membuat hidup Dante yang sempurna jungkir balik dalam sekejap mata. Bagai kapal pesiar diterjang badai besar yang meluluh lantakan semua isi kapal begitulah perasaan Dante saat ini. Aku tidak akan membiarkan ancaman Widanta meluluh lantahkan kehidupanku yang sudah sempurna. Pria tua itu yang selama ini hanya menonton semua perjuanganku yang tak kenal lelah, datang dengan omong kosong yang menjijikan.
Perusahaan yang sekarang Dante pimpin adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang properti. Saat perusahaan itu dipercayakan Widanta pada Dante. Perusahaan properti yang dulunya salah satu anak perusahaan Jaya Group yang paling menghasilkan keuntungan berada dalam keadaan mengerikan setelah diolah orang suruhan Widanta. Perusahan itu mengalami kerugian yang mengerikan sehingga hampir kolas. Ditengah kemelut Widanta memberikan perusahan itu pada Dante sebagai pembuktian bahwa Dante layak menjadi penerusnya. Tiga tahun Dante berjuang tanpa mengenal lelah yang pada akhirnya perjuangan Dante membuahkan hasil. Perusahan yang terancam kolap itu sedikit demi sedikit mulai membaik dan sekarang perusahaan yang dulunya hampir kolaps kembali pada masa kejayaannya bahkan lebih. Itu semua berkat kerja keras pantang menyerah yang dilakukan Dante bersama timnya.
Dan setelah semua perjuangan dan kerja kerasku pria tua itu datang dengan ancaman dan proposal mengerikan. "Apa usia tua membuat Widanta kehilangan akal sehat?". Sialan apa sekarang aku juga mengila. Dante mengeleng menatap ruangan kosong
"Brengsek!!". Dante kembali mengumpat. Entah sudah berapa kali pagi ini Dante mengumpat dan memaki pria tua yang telah membesarkannya. Siapa dia yang dengan tenangnya mengobrak abrik kehidupanku yang sempurna. Apa Widanta pikir aku Marwan yang bisa diatur dan takut pada kekuasaan yang kakek miliki?. Kau salah besar pria tua, kau salah orang jika kau ingin mengertak, itu tidak akan mempan karena aku bukan pengecut licik seperti Marwan dan putra-putranya.
Flash back
Tuan muda. Suryo mengetuk pintu kamar Dante
"Masuk. ". Ada apa Suryo?". Dante berdiri menghadap sebuah cermin besar yang sedang memasang dasi dan memperhatikan penampilannya di cermin
"Di bawah ada tuan besar yang sedang menunggu anda"
"Kakek!!!". Sepagi ini. Dante mengernyit. Apa yang membawa Widanta mengunjungiku tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Seingatku Widanta tidak pernah datang berkunjung secara mendadak seperti ini kecuali ada sesuatu yang benar-benar mendesak. Kira-kira apa yang diinginkan pria tua itu dan dimana kakek sekarang?.
Suryo mengeryit melihat kebingungan Dante sebelum menjawab pertanyaan terakhir Dante. Tuan besar menunggu anda di ruang duduk.
"Minta mbok Surti menyiapkan teh kesukaan kakek. Lima belas menit lagi aku akan turun menemui kakek".
Suryo mengangguk. Akan saya sampaikan tuan muda
Widanta Jaya dengan wajah tuanya tersenyum memperhatikan cucu kesayangannya menuruni tangga dengan gagah. Kau selalu terlihat tampan Dante. Puji Widanta tulus
"Apa aku perlu berterima kasih untuk pujianmu pagi ini kakek". Dante memeluk kakeknya dengan penuh kasih sayang. Kau juga masih terlihat tampan pada usia tuamu kakek. Aku yakin ketampananku ini aku warisi darimu.
"Itu sudah pasti nak. Saat aku muda aku memang terkenal dengan ketampananku". Ada banyak wanita yang mengejar dan memujaku. Hanya satu wanita yang tidak terpesona dengan ketampananku Widanta mengeleng saat mengenang masa lalunya. Anita nenekmu kebal dengan semua pesonaku. Membuatku harus berjuang sangat keras mengejarnya hingga berlutut memintanya agar mau menikahiku.
Dante mengernyit. Aku akui nenek Anita memang wanita yang sangat cantik walaupun aku sendiri belum pernah bertemu langsung dan hanya melihat lukisanya. Tapi itu sudah cukup meyakinkanku betapa cantiknya nenek Anita. Aku harap aku akan bertemu dengan wanita secantik nenek Anita suatu saat nanti.
"Berharaplah tidak nak". Dante kembali mengernyit. Kau patut berbangga untuk gen yang kau warisi, tidak dengan kisah yang aku miliki
"Humm....itu membuatku sangat bersyukur terlahir dalam keluarga Jaya yang kaya raya, terkenal dan memiliki ketampanan di atas rata-rata. Bukankah itu sangat sempurna"
Widanta tersenyum bangga. Aku senang kau berkata seperti itu anak muda, tapi sekarang aku sudah sangat tua Dante tubuhku sangat renta. Lihat lah tanpa tongkat sialan ini aku tidak bisa berbuat banyak.
Dante menatap datar Widanta. Apa rasanya sangat sulit menjadi tua kakek?
"Sangat sulit nak," dengan bayangan kematian yang selalu membanyangi dan mengikuti setiap langkahmu juga dengan keserakahan serta ketakuan". Tapi aku tidak bisa menolak semua itu nak. Karena hal itu sudah menjadi kodrat alam yang harus kita syukuri karena hidup abadi juga tidak akan menyenangkan bukan.
Dante mengangguk. Kau tahu kakek, saat Suryo mengetuk pintu kamarku dan memberitahukan kedatanganmu. Aku cukup terkejut, tidak biasanya kakek melakukan kunjungan mendadak seperti ini. Bolehkah aku merasa sedikit takut dengan kunjunganmu kali ini kakek!". Atau kali ini hanya ulah konyolmu yang sengaja kau lakukan untuk mengejutkanku sebagai cara menghilangkan rasa jenuhmu?
Widanta menghela napas panjang. Tuduhanmu menyakiti hatiku anak muda. Aku sudah sangat tua Dante bertindak konyol tidak lagi menjadi kegemaranku belakangan ini. Apa kau tidak senang dengan kunjungan pria tua lemah sepertiku?, apa kau tidak merindukan kakekmu ini, nak?
Dante mendengus. Saat kau datang berkunjung ke rumahku selalu saja hanya karena sesuat hal kakek, jadi jangan berbelit-belit pria tua aku sudah sangat mengenalmu dengan baik, untuk bisa kau bodohi.
"Bagaimana keadaan perusahaan yang kau pimpin, nak?, apa semua berjalan dengan baik?"
Dante menatap tajam Widanta. Menimbang pertanyaan yang dilancarkan Widanta. "Berjalan lancar, jawabnya singkat". Apa ada yang sengaja menyebarkan berita buruk tentang perusahaan yang aku pimpin dan membuatmu mengkhawatirkan perusahaanku?