"Tenanglah Yang Mulia" kata Siane. "Kau membuat takut menteri keuangan anda Baginda Raja"
Rendra diam dan tidak melanjutkan kata-katanya .
"Tuan menteri silakan anda bacakan" kata Siane.
Satu demi satu ia bacakan. Semuanya secara terperinci tidak ada satu pun yang terlewatkan. Semakin lama, Rendra semakin emosi, semakin marah dan geram, sampai akhirnya ia berdiri dan membanting gucci yang ada di dekat singgasananya.
Ken Darsi semakin ketakutan. Ia mulai menangis dan mengigil.
"Ampun Baginda, hamba tidak bermaksud untuk melakukan semua ini" katanya.
Menteri keuangan yang tidak memahami situasi merasa sangat canggung.
"Menteri, terima kasih sudah datang dan membacakan semuanya, sekarang anda boleh pergi. Yang mulia masih ada urusan yang harus diselesaikan" kata Siane.
Tak ingin berurusan panjang, menteri itu segera pergi. Ia tak berani bertanya atau mengeluarkan sepatah kata pun. Yang ia tahu, Ken Darsi adalah arsitek istana bahkan sejak, Yang Mulia masih sangat kecil dan tinggal di luar kerajaan bersama ayahnya.
Jika orang itu sampai menggigil ketakutan tentu saja pasti ada hal yang tidak beres.
"Katakan, apa kau juga orang yang mengurangi anggaran pembuatan kamar ibuku?" tanya Baginda.
Ken Darsa gemetar ketakutan.
"Mengapa diam! Jawab sekarang!" kata Baginda marah. Ia mengambil pedang di diding.
"Kamar itu direnovasi atas permitaan Yang Mulia sendiri. Hamba memang benar mengambil sedikit keuntungan demi hamba sendiri. Namun, kecelakaan hari itu bukanlah karena kecerobohan hamba. Meski hampa korup, hamba masih memikirkan keselamatan orang lain Yang Mulia"
"Bukan karena kau?" kata Baginda. "Apa kau lupa? Ibuku meninggal karena tertimpa reruntuhan atap istana saat gempa. Apa kau mau bilang bukan salahmu? Atap itu roboh padahal baru saja direnovasi, sementara atap lain yang lebih lama tidak roboh sama sekali. Jika bukan karena kau ambil sebagian anggaran, tentu itu tidak akan terjadi. Ibuku tidak akan meninggal!"
Siane yang mendengar itu sebenarnya cukup kaget. Awalnya, ia hanya berniat membongkar kebusukan Ken Darsi . Siapa sangka, arsitek kerjaan ini sudah korup dalam jangka waktu yang lama dan menyebabkan sebuah tragedi. Cerita Aninda mengenai situasi kerajaan benar-benar tepat. Meski ia menutupi beberapa hal pada awal cerita, pada akhirnya gadis itu memberitahukan semua rahasia.
"Pengawal, seret arsitek ini dan penggal dihadapan seluruh rakyat, agar kelak tak ada lagi yang meniru perbuatannya!"
Pengawal segera melaksanakan perintah Yang Mulia. Sementara itu, seorang abdi dalem diam-diam pergi ke istana Permaisuri dan melaporkan kejadian yang ia lihat.
"Apa? Ini tak boleh dibiarkan. Arsitek itu adalah guruku. Aku akan menemui Yang Mulia sekarang!"
Maka Permaisuri segera merapikan pakaiannya dibantu dayang-dayang. Ia berlari secepat yang ia bisa menuju istana baginda.
"Yang Mulia sedang tidak ingin bertemu siapapun Permaisuri" kata penjaga yang ada di depan istana Baginda.
Maka permaisuri geram dan mulai mengancam.
"Pengawal, penggal dia sekarang juga. Siapa saja yang menghalangiku, maka ia akan aku penggal!"
Siane yang mendengar keributan diluar segera memeberitahu Rendra.
"Kau mengundang musuhmu datang Yang Mulia." Kata Siane.
Rendra menoleh. "Siapa? Permaisuri? Kebetulan sekali, bagaiman jika kita juga membunuhnya sekarang? Aku yakin, wanita itu ada ambil bagian atas kematian ibuku."
"Mengapa anda begitu yakin? Tuduhan tanpa bukti adalah sebuah kejahatan!"
Rendra yang kacau mendekati Siane.
"Karena jika ibuku tidak meninggal ia tidak akan bisa menjadi permaisuri."
Siane berfikir tak mengerti. Baginya, semua kerajaan memiliki misterinya sendiri. Termasuk Artha Pura ini.
"Yang Mulia, kau sedang tidak waras. Maafkan aku" kata Siane menarik Rendra dan menotok alisran darah dileher sehingga ia pingsan.
Suara Permaisuri semakin dekat. Dengan sigap Siane segera menarik Yang Mulia ke tempat tidur. Tak lupa ia membuka pakaian Yang Mulia dan membuka pakaiannya. Ia membuat dirinya tanpa busana dan berbaring disamping Yang Mulia.
Maka ketika permaisuri menerobos masuk kamar Yang Mulia
"AHHHHHHH" ia berteriak histeris. Semua abdi dalem yang mengikutinya pun segera pergi dan tak berani manatap kedalam.
Mendengar teriakan itu, Siane perlahan bangun dan duduk. Dengan akting bagusnya, ia segera berteriak dan meminta semua orang pergi dari kamar itu.
Permaisuri pun hampir mutah dibuatnya. Ia begitu kaget melihat Siane yang nyaris tanpa busana.
~Jika akau tahu mereksa sedang…, aku tidak akan menerobos masuk, batin permaisuri.~
Nasi sudah menjadi bubur. Ia tidak hanya malu, tapi juga merasa terhina. Di depan pintu kamar baginda, ia menampar dayang yang berjaga di depan pintu itu.
"Jika saja kau mencegahku ini semua tidak akan terjadi" bentak permaisuri. Suaranya sangat keras sehingga terdengar di dalam kamar.
Ini bukan salahnya permaisuri bodoh. Kaulah yang keras kepala menerobos masuk. Batin Siane. Setelah ia mengenakan pakaian, ia membuka pintu dan berlutut.
"Selir Siane memberi hormat kepada Yang Mulia Permaisuri" kata Siane.
Permaisuri di depannya tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Kau, benar-benar keterlaluan" kata Permaisuri menujuk-nunjuk ke arah Siane. "Kau tida hanya membuat masalah pada guruku, tapi kau juga mencoba merebut posisiku. Kau pantas menerima ini"
"Cukup!" kata Siane.
"Hamba adalah selir Baginda, dibagian mana kesalahan hamba? Apakah melayani Yang Mulia adalah kesalahan?"
"Benar, itu adalah kesalahan.!" Teriak permaisuri kesal.
"Pengawal, seret ia keluar dan pancung ia sekarang juga!" teriak permaisuri. Kali ini, tidak ada yang berani melakukan perintahnya. Semua pengawal membisu. Semua tak bergerak.
"Kalian semua tuli?" tanya Permaisuri.
Siane yang mendengar ini, segera menjawab.
"Yang Mulia, saya adalah tahanan Yang Mulia saat ini. Tidak akan ada yang berani membebaskan saya. Terlebih saya berada di kamar Yang Mulia saat ini."
"Kau" kata Permaisuri."Kalau begitu aku yang akan meyeretmu sendiri."
Semua dayang menunduk tak berani bergerak. Permaisuri melangkah masuk ke kamar. Dengan sedkit menghindar Siane membuat Permaisuri terjatuh.
"Aduh! Wanita berengssek kau mengindar!" kata permasuri. Suaranya yang keras membuat Rendra yang sedari tadi pingsan, perlahan bangun. Perlahan-lahan, ia mulai sadar dan mencoba memahami situasinya.
"Cukup!" teriak Rendra. Permaisuri menoleh. Ia melihat Rendra yang tanpa busana bangun dan duduk.
"Yang Mulia, anda tidak mengenakan pakaian" kata Siane tenang.
"Maka semua orang yang melihat tubuhku, harus dihukum! Pengwal seret semua yang masuk ke kamarku tanpa izin! Bawa keluar dan kumpulkan mereka di pelataran istana."
"Tidak terkecuali, Permaisuri" kata Rendra.
Hi!
Terima kasih ya sudah membaca novel ini. Jangan lupa vote dan mohon dukungan dari kalian semua. Jangan lupa untuk komen juga ya...
Terima kasih :)