App herunterladen
0.35% My Beautiful Pregnant Maid / Chapter 1: Sikap yang berbeda
My Beautiful Pregnant Maid My Beautiful Pregnant Maid original

My Beautiful Pregnant Maid

Autor: Nonik_Farellidzy

© WebNovel

Kapitel 1: Sikap yang berbeda

Ohio, Amerika Serikat. 08.15 p.m.

Phoebe Rae, wanita itu belum lama menikah dengan seorang pengusaha yang agak jauh lebih tua darinya. Suaminya yang bernama John Ricardo berusia 29 tahun sementara dia berusia 23 tahun. Wanita itu memutuskan untuk menikah muda dengan kekasihnya karena terdesak oleh keadaan ekonomi, dan juga didasari oleh rasa cinta.

Di dalam mansion suaminya, dia juga tinggal dengan adiknya yang bernama Matheo Rae yang berusia 17 tahun. Adiknya tinggal bersamanya karena mereka tidak memiliki anggota keluarga lagi, karena kedua orang tua mereka meninggal beberapa tahun yang lalu karena kecelakaan pesawat saat dalam penerbangan menuju Kanada.

Malam ini, Phoebe sedang duduk di kursi meja makan, menunggu John yang belum pulang dari kantor. Wanita yang mengenakan terusan dress berwarna merah marun dan membiarkan rambutnya yang berwarna kecoklatan tergerai begitu, itu menatapi berbagai menu makanan yang sudah dia buat spesial untuk makan malam bersama suaminya.

Drett ... Drett ...

Ponselnya yang terletak di atas meja berdering. Phoebe segera meraih benda canggih berbentuk pipih berwarna hijau muda itu kemudian melihat ada panggilan masuk dari suaminya, dan segera menjawabnya.

"Hallo, Sayang. Kenapa kamu belum pulang? Bukankah kamu berjanji untuk tidak lembur?" Phoebe langsung bertanya-tanya.

"Maaf, Sayang. Aku tidak bisa menepati janji. Aku lembur malam ini, dan mungkin aku akan pulang sekitar jam 11," jawab John dari telepon.

Phoebe menghela napas, terdiam sejenak karena merasa kecewa menatap hidangan dihadapannya yang tidak akan dimakan oleh suaminya karena suaminya tidak akan memakan makanan yang sudah dingin. Dia juga kecewa karena sudah menunggu sejak tadi.

"Yasudah kalau begitu ..."

"Kalau begitu aku lanjut kerja sekarang. jika kamu ngantuk lebih baik kamu tidur. kamu tidak perlu menunggu aku, aku mencintaimu," ucap John terdengar begitu manis.

"Aku juga mencintaimu," sahut Phoebe dengan sangat tidak bersemangat.

Sambungan telepon terputus, membuat Phoebe segera meletakkan ponselnya ke atas meja dan menatap malas makanan di hadapannya.

'Beberapa hari terakhir dia selalu mendadak lembur padahal sebelumnya sudah berjanji akan pulang lebih awal. Aku memang tidak tahu apa-apa tentang dunia perusahaan, tapi apa mungkin seseorang bisa mendadak lembur? tapi apa mungkin juga dia berbohong?' Phoebe melamun, memikirkan tentang sikap John yang akhir-akhir ini agak berbeda.

"Kak," panggi seseorang.

Phoebe pun menoleh ke belakang, melihat remaja laki-laki datang menghampirinya. Tentu saja remaja itu adalah Matheo yang merupakan adik kandungnya, yang terlihat tampan dengan wajahnya yang tak memiliki brewok, rambut hitam kecoklatan dan memiliki tinggi sekitar 180 cm.

"Matheo ... kamu baru pulang?"

"Tadi aku bersama teman-temanku mengerjakan tugas yang sangat sulit. Ini sangat melelahkan, kami bahkan tidak sempat untuk sekedar hangout," ucap Matheo dengan lesu kemudian meletakkan tas ranselnya yang berwarna hitam ke kursi. Dia pun segera duduk, berseberangan dengan Phoebe. "Kamu masak banyak malam ini. Tapi kenapa John belum datang? Apa kamu tidak memberitahunya bahwa kamu sudah menyiapkan makan malam untuknya?"

"Dia mendadak lembur," ucap Phoebe tak bersemangat.

"Benarkah begitu?"

"Iya ... Tapi itu bukan masalah karena aku paham dia adalah seorang CEO, dan dia memiliki tanggung jawab yang besar. Jadi, lebih baik kita makan sekarang sebelum makanan ini jadi dingin dan tidak enak," ucap Phoebe dengan tersenyum hangat kemudian mengambilkan saru porsi ayam panggang untuk Matheo. Dia juga menyediakan pot roast dan salad buah sebagai menu penutup dan minuman berupa jus jeruk.

Matheo menghela napas,menatap iba pada Phoebe yang kini mengambil makanan untuknya sendiri.

"sebenarnya aku sudah memutuskan untuk segera tinggal secara mandiri setelah aku berusia 18 tahun, setelah aku mendapatkan kartu id ku," ucap Matheo sambil memotong ayam panggang dengan pisau potong kecil. "Aku akan menggunakan uang tabunganku untuk menyewa apartemen bersama temanku. Setelah itu, aku akan mencari pekerjaan paruh waktu sehingga aku bisa tetap kuliah," lanjutnya.

"Kenapa kamu tiba-tiba berpikir begitu?" tanya Phoebe dengan mengurutkan keningnya.

"Jujur saja, aku merasa apa yang terjadi di antara kamu dan suamiku itu karena keberadaan ku di sini, Kak. Mungkin dia merasa risih untuk melakukan apapun bersamamu karena ada aku ... Aku tidak ingin rumah tangga kalian jadi tidak baik-baik saja karena aku," ucap Matheo dengan serius, lalu melahap ayam panggang.

"Matheo, kamu jangan berpikir begitu. Dia samasekali tidak mempermasalahkan kehadiran mu di rumah ini," sahut Phoebe dengan mengerutkan keningnya.

"Tapi walaupun begitu aku juga harus mulai hidup mendiri dari sekarang," ucap Matheo sambil mengendikkan bahunya. "Tidak mungkin aku terus menumpang hidup di sini. Di sini memang mudah, tapi aku sadar aku adalah seorang pria, aku harus belajar mandiri karena suatu hari nanti aku akan menjadi kepala keluarga. Tolong jangan ragukan pemikiran ku, Kak ....aku sungguh ingin mandiri, hanya itu."

"Matheo ... Hanya kamu yang aku punya selain John. Aku bertanggungjawab untuk menjagamu karena kamu adikku, bagaimana aku bisa membiarkan kamu berjuang sendirian sedangkan aku hidup nyaman di sini?" Phoebe bertanya dengan serius hingga mengabaikan makanan di hadapannya.

"Tapi aku harus mandiri, Kak. Aku tidak mungkin terus bergantung padamu dan suamimu," seru Matheo bersikeras.

"Tidak, kamu belum boleh mulai tinggal sendiri sebelum berusia 20 tahun!" sahut Phoebe dengan tegas, kemudian beranjak berdiri. Dia meninggalkan ruang makan dengan perasaan kesal, merasa muak dengan situasi malam ini. Suaminya tak kunjung pulang, sedangkan adiknya malah mendadak ingin meninggalkan rumah itu. 'Tidak mungkin aku membiarkan dia tinggal bebas di luar sana, karena aku harus menjaganya ... Aku harus mendidiknya dengan baik karena aku tidak ingin dia terjerumus ke dalam pergaulan bebas,' batinnya sedih.

___

Di sebuah cafe bernuansa remang-remang, seorang pria sedang duduk di kursi bersama seorang wanita cantik berpakaian sexy dan make up yang cukup mencolok.

"John, Kamu mengabaikan istrimu hanya karena ingin mengobrol dengan aku ... Aku sungguh merasa tidak nyaman. Sebaiknya kamu pulang saja," seru wanita itu menatap pria di hadapannya ternyata adalah John, suami Phoebe yang barusan mengaku sedang lembur.

"Rachel," ucap John sambil meraih tangan wanita yang ternyata bernama Rachel itu. "Aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu selama kamu ada di kota ini. Aku ingin kita bersama, bernostalgia ... melakukan hal-hal manis seperti dulu lagi seperti saat kita masih menjadi pasangan," lanjutnya dengan tatapan penuh arti.

Rachel mengerutkan keningnya sambil tersenyum, menatap John yang terlihat berwibawa dalam balutan setelan jas hitam. "John, apa maksudmu?"

"Aku ingin kita seperti dulu lagi, karena aku sadar hanya kamu yang bisa membuat hatiku berapi-api," ucap John dengan sendu.

"Tapi kamu sudah punya istri, dan kamu tau aku punya pacar ..."

"Tapi itu tidak akan membuat kita tidak bisa untuk sekedar meluapkan kerinduan kita," ucap John sebelum Rachel menyelesaikan kalimatnya. "Aku yakin ...kamu pasti masih mencintai aku, kamu sering datang ke kota ini untuk lebih dekat dengan aku dengan alasan mengunjungi nenek mu," lanjutnya dengan tatapan menyelidik.

"Eh ..." Rachel tampak gugup.

"Apa benar yang aku katakan? Kamu datang ke sini dengan tujuan utama untuk mencari perhatian ku? mendapatkan hatiku lagi?"

"John ..," lirih Rachel dengan menekuk wajahnya.

"Katakan," seru John dengan lembut, menatap Rachel dengan penuh cinta, seolah tidak teringat pada Phoebe yang menunggunya di rumah.


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C1
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen