App herunterladen
54.54% Lollipop Girl / Chapter 6: Part 5

Kapitel 6: Part 5

"Telat 5 menit. Nggak biasanya lo telat walau 1 detik, ada masalah?" tanya Galen pada Bara.

"Masalah kecil," jawab Bara seadanya, setelah melepas helm full face hitamnya.

"Buruan kita breafing dulu, yang lain udah pada nungguin," ajak Galen yang hanya dibalas Bara dengan dehaman. Mereka pun melangkah bersamaan menuju ruang osis, tempat dilaksanakannya breafing.

*****

Caca tiba disekolah pukul 6.30 WIB. Ketika baru sampai gerbang, seorang satpam yang sedang berjaga menghentikannya.

"Stop! Maaf mbak ojek cuma boleh sampek gerbang, soalnya didalam mau dibuat upacara," ucap satpam tersebut tanpa merasa bersalah.

"Ye si bapak, ini Caca tau. Eh maksud nya Caca juga murid baru disini, malah dikira tukang ojek lagi," kata Caca tanpa melepas maskernya.

"Lah si mbaknya juga aneh, ke sekolah tapi dandanannya kayak kang ojek hehehe. Ya udah deh masuk gih mbak, nanti keburu dimulai upacaranya," kata bapak tersebut dengan sedikit takjud.

"Siap 86! bye Pak Sat," ucap Caca yang segera menjalankan motornya menuju parkiran. Sedang Pak satpam tersebut hanya mampu tersenyum heran.

*****

Caca melepas helmnya ketika sampai diparkiran, tak lupa masker dan kaca mata yang ia masukkan ke dalam tas.

"Duh tadi Caca kok lupa ya, kan Caca nggak tau pangeran tadi kemana, rumahnya mana. Eh boro-boro tau rumahnya, namanya aja Caca nggak tau." Keluh Caca sambil menopang dagunya pada setir motor. "Apa Caca besok lewat situ lagi aja ya? Ya ampun, otak jenius Caca bener-bener nggak diraguin lagi," lanjut Caca merasa bangga dengan inisiatifnya.

Kemudian Caca mengambil barang bawaannya yang ia taruh dalam wadah kresek.

"Lah, ini kenapa topi Caca jadi jelek gini? Haduh.. gimana ya? Mana udah mau mulai lagi. Ini juga kenapa pake papan namanya juga ikutan lecek," ucap Cac kesal, melihat topi kerucut yang ia buat dari kertas karton menjadi tak berbentuk. Jangan lupakan papan nama yang juga ia buat dari kardus iku kusut karna sempat tertindih motor.

"Fix ini gara-gara si ayam. Awas aja kalo ketemu, pasti Caca goreng trus dimakan pake saus pasti enak. Nyam-nyam. Eh kok jadi bayangin ayam goreng sih," lanjutnya

"Lo sehat?" tanya seseorang was-was melihat Caca yang berbicara sendiri.

"Eh Caca sehat kok, hehehe. Kamu anak baru?" tanya Caca setelah keterkejutannya.

"Iya, nama gue Reisa Wijaya, bisa dipanggil Rere. Lo Caca?" tanya Rere ragu.

"Iya Namaku Sasya Ayudia Putri Pratama, panggilan Caca,"

"Oke. Sekarang kita teman. Gue daritadi mau kenalan tapi nggak ada yang srek, pertama liat lo ngomong sendiri aneh sih. Tapi lucu hahaha," jelas Rere sambil merangkul Caca.

"Caca juga seneng dapat temen baru," ucap Caca sedikit berteriak, mungkin terlalu exited.

"Waduh, pakek teriak lagi lo Ca. Pengang nih kuping gue," jawab Rere agak kaget.

"Eh eh, maap. Caca nggak sengaja Rere," ucap Caca merasa bersalah.

"Sans aja kali,"

Pritttt…pritt….prittt!!!

Suara peluit terdengar dari arah lapangan.

"Eh Ca kayaknya udah mau mulai deh upacaranya, yuk kita kesana! Takutnya kena masah panitia lagi, males banget," ajak Rere sambil menggandeng Caca menuju arah lapangan.

*****

"Cek..cek, silahkan yang tinggi baris didepan," kata seorang panitia dengan microfon yang diatur pada penyangga.

"Eh Ca lo kan tinggi, sana didepan," kata Rere ketika sampai pada barisan, setelah mereka sebelumnya mengecek daftar siswa yang ternyata mereka satu kelas.

"Tapi didepan kan panas Re, Caca disini aja deh," keluh Caca. Entahlah kenapa kali ini ia merasa kurang beruntung dengan tinggi badannya.

"Udah sana! Nanti kena masah tau rasa lo. Sana..sana huss," usir Rere. Niatnya pun baik, agar Caca nggak kena marah panitia. Karena ia tau betapa sikap disiplin sangat dibutuhkan saat ini.

Caca pun dengan pasrah maju kedepan, ia baris ditengah. Memang jika dilihat dari teman sekelasnya, ia termasuk tinggi versi perempuan.

"Ehemm… ehemm…ehem", deham laki-laki disebelah kanan Caca. Tapi Caca yang tak paham hanya acuh sambil memakai topi kerucutnya yang bisa dikatakan sudah tak layak. Tak lupa juga papan yang sedikit kusut.

Hari ini Caca menggunakan sragam putih-biru khas anak SMP dengan rambut ikalnya yang ia kuncir dua dibawah, jangan lupakan pita merah putih. Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara panitia yang sedang menyidak perlengkapan para siswa baru. Sampailah dua panitia perempuan didepan Caca.

"Ini kenapa dengan perlengkapan kamu?" tanya salah satunya dengan rambut kuncir satu, wajahnya tegas. Sepertinya memang keduanya merupakan tim tata tertib, karena jas mereka berwarna hitam yang berbeda dengan panitia lainnya.

Caca yang merasa pertanyaan itu diajukan padanya pun menjawab, "Maaf kak, tadi Caca habis kecelakaan dijalan. Tadi itu kan Caca naik motornya agak ngebut, trus pas hampir belokan tiba-tiba ada ayam yang terbang depan muka Caca. Lalu karna Caca nggak bisa liat Caca jadinya jatuh, trus pas Caca bangun buat nyari ayamnya udah-",

"Stop-stop, saya nggak suruh kamu ceramah." saut perempuan tadi sebelum Caca menyelesaikan ceritanya. Sedang kedua laki-laki disampingnya sudah tak mampu menahan tawanya, sebelum perempuan satunya melirik tajam pada mereka baru mereka berhenti.

"Ini kenapa rambut kamu merah, kamu semir?" lanjut perempuan satunya dengan rambutnya yang digerai.

"Yaelah kak, itu mah asli alias alami. Mamah saya juga warna rambutnya kaya gitu," kata laki-laki disebelas kanan Caca.

"Saya nggak lagi bicara sama kamu, jadi diam." sentak perempuan tadi. "Dan untuk kamu, saya nggak mau tau besok rambut kamu harus udah hitam," lanjutnya pada Caca yang dibalas dengan anggukan lemah. Padahal Caca tau bahwa rambutnya alami dan tidak pernah ada niatan untuk mengganti warna rambutnya, karna Caca takut itu malah merusak rambutnya. Setelahnya, kedua panitia itu pergi untuk kembali mengecek siswa lain yang menurut mereka tidak menaati peraturan.

"Padahalkan rambut Caca asli, masak suruh ganti warna sih. Kan..Caca mau nangis," ucap Caca hampir menangis dengan bibir mencebik.

"Gue percaya kok kalo rambut lo asli, tapi ya mau gimana lagi lo tetep harus ganti warna rambut daripada kena masalah," ucap laki-laki tadi.

"Udah Ca jangan nangis, emang cari gara-gara tuh nenek sihir. Sok banget jadi panitia, untung cantik," Lanjutnya, setelah menngetahui Caca yang sebentar lagi akan menangis.

"Kok kamu tau nama Caca?" tanya Caca heran.

"Lah, kan dari tadi juga lo cerita nyebut nama Oneng," jawab laki-laki itu.

"Oh iya, Caca lupa hehe. Nama kamu siapa?" tanya Caca pada keduanya.

"Gue Orland," Jawab laki-laki itu.

"Oke, sekarang kamu teman Caca sama Rere. Tapi Rerenya baris dibelakang, nanti Caca kenalin deh," ucap Caca lagi-lagi dengan antusias.

"Lo cantik-cantik cempreng juga ya," ucap Orland pada Caca.

"Ih nggak kok. Bang Danis aja bilang, kalo Caca ikut lomba nyanyi pasti lolos," bangga Cac mengingat perkataan kakaknya.

"Iyain aja deh biar cepet," gumam orland. "Iya-iya percaya, dah noh mau mulai," kada orland sambil menghadap ke depan.

"Ehem.. Selamat Pagi,"

*****


next chapter
Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C6
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen