App herunterladen
27.27% Lollipop Girl / Chapter 3: Part 2

Kapitel 3: Part 2

"Udah jangan dengerin orang yang cuma gede omongnya tapi nggak mau bertindak, anggap aja radio rusak"

_Caca_

"Naik kereta api tut..tut..tutt, siapa hendak turut… ke Bandung Surabaya.." nyanyi caca sambil sesekali menjilat lollipop ditangannya dengan kaki diayun-ayunkan.

"Dek lo bisa diem nggak sih? Pening pala gue dengerin lo nyanyi itu mulu. Emangnya lo nggak malu apa? Noh liat noh, lo dari tadi diliatin sama orang-orang. Malu gue njirr," ujar Danis sambil mengusap-usap keningnya, tak habis pikir punya adik kaya Caca yang nggak punya urat malu. Mereka sudah sampai di stasiun dan sedang duduk dikursi tunggu, menunggu kedua orang tuanya yang sedang ketoilet sebentar, lebih tepatnya bunda mereka yang minta ditemenin sang ayah ke toilet.

"Yeee, mereka mah ngeliatin bukan karna Caca aneh tapi pengen nyanyi juga tapi malu tuh pasti. Makanya Bang Danis ikutan nyanyi juga dong biar mereka kalo mau ngikut nyanyi nggak malu," jawab Caca tanpa merasa bersalah sambil tetap menjilati lollipopnya.

"Astaga dek, lo tuh nyadar nggak sih suara lo tuh sumbang banget. Nggak enak nggak enak! Pokoknya nggak enak banget didengerin. Mending lo duduk anteng, diem. Atau kalo perlu lo wiritan deh biar waktu lo lebih berguna," kesal Danis.

"Bang Danis kenapa sih sewot amat! Caca kan Cuma pengen nyanyi, gitu aja marah!" teriak Caca yang kesal dengan Danis.

"Masalahnya suara lo tuh bikin sakit kuping dek, tanya sama orang-orang noh kalo nggak percaya!" teriak Danis balik, sudah lupa dengan rasa malunya tadi sambil menunjuk orang-orang sekitar yang sedang melihat aksi mereka.

"Ya nggak usah nyolot dong!" teriak Caca kembali sambil berdiri.

"Sapa juga yang nyolot!"

"Ya Bang Da-" balas Caca terpotong.

"Wah..wah anak bunda mulai aktif ya yah" Ujar bunda Caca lembut, beda lagi sama matanya yang melotot.

"Bunda, Kak Danis kok yang salah bukan Caca. Caca kan anak baik dan sholehah nggak pernah nakal," bela Caca takut-takut melihat bola mata bundanya yang udah mau keluar sambil memainkan jari-jarinya. "Tuh bunda liat sendiri kan, matanya udah sama kayak bunda," tambah Caca sambil mununjuk Danis.

"Yee.. malah nyalahin gue. Bunda sama ayah kemana aja sih? Lama bener. Lagian bunda nih, manja amat, ke toilet aja pakek minta ditemenin," omel Danis kesal gara-gara harus menunggu dengan Caca yang menurutnya berisik.

"Wah, mulut abang sopan sekali, kayaknya minta di-",

"Hadirin sekalian, dalam beberapa menit, Argo Parahyangan akan berangkat dari Gambir ke Bandung. Kereta ini akan berhenti di Jatinegara, Bekasi, Purwakarta, Cimahi dan Bandung. Terima Kasih."

"Eh..eh bun, keretanya mau berangkat tuh. Ketinggalan nanti kita," saut Danis mencoba menghindar dari amukan sang bunda.

"Kali ini abang lolos, tapi liat aja nanti," ucap sang bunda mengerikan kemudian jalan terlebih dahulu sambil menyeret kopernya.

"Amann.." lega Danis sambil mengusap-usap dadanya yang udah ser-seran.

"Tuh kan, abang sih nakal. Hahaha..��� tawa Caca yang melihat wajah pucat abangnya.

"Sudah-sudah, ayo cepet naik. Nanti ketinggalan kereta kalo kalian ribut mulu," saut sang ayah ketika Danis akan membalas perkataan Caca. Sebelum kemudian melangkah menuju kereta.

"Yah ayah.." kesal Danis merasa kalah untuk yang kesekian kalinya.

"2-0, hahaha", ejek Caca dengan derai tawanya meninggalkan abangnya.

*****

"Dek lo sini dong, gue juga pengen deket jendela," pinta Danis sambil menarik-narik tangan Caca. Entah kesialan apa mereka berdua yang seperti petasan banting harus duduk satu tempat. Mungkin ayah dan bunda mereka memang bertujuan membuat mereka akur. Terbukti dengan mereka yang tak pernah terpisah.

"Abang ih, kenapa sih. Udah duduk situ aja. Lagian mata abang rabun ya? Jelas-jelas Caca duduknya udah sesuai sama karcis, nih-nih kalo kurang jelas," Caca yang merasa jengkek menunjukan karcisnya yang sudah sesuai dengan tempat duduknya.

"Yah, nggak asik lo dek. Tinggal pindah aja juga," bujuk Danis yang masih keukeh mau duduk dekat jendela.

"Ini nih yang nggak bener, udah salah malah ditiru. Caca jadi nggak yakin kalo Bang Danis beneran Wakil Ketua Osis. Lemot-lemot gini Caca itu nggak pernah ya nglanggar aturan," kata Caca sewot.

"Dih gitu aja sewot, iya dah gue yang salah. Dahlah sono lo tidur aja, cramah mulu," pasrah Danis yang mulai duduk di tempat duduknya sendiri dan mulai memejamkan matanya.

Caca sendiri mengarahkan pandangan keluar jendela. Melihat penumpang yang sedang antri naik ke dalam kereta dan beberapa tugas yang sedang berlalu lalang menjalankan tugasnya. Mereka memilih menaiki kereta api eksekutif agar kenyamanan terjamin. Karena selain dilengkapi dengan fasilitas yang nyaman, juga perjalanan yang ditempuh lebih singkat.

"Aduh mas, itu mbokya dibenerin dulu tasnya. Bawaannya sampek kena ke saya nih, mana Menuhin jalan lagi. Dasar anak muda, ribet amat naik kereta aja," ucap seorang ibu yang duduk dikursinya.

Sedang asik menikmati aktifitas diluar jendela, Caca mendengar seorang ibu diseberang tempat duduknya yang sedang mengomel. Karena saking keponya ia menolehkan kepalanya.

"Maaf elah buk, saya juga nggak sengaja," ucap seorang laki-laki yang kira-kira seumuran Caca dengan bandana dikepala dan tas ranselnya. "Aduh gimana nih, Yan-yan tungguin gue. Dasar laknat emang" panggil laki-laki itu pada temannya yang sudah jalan lebih dulu tak menanggapi. Sedangkan dia masih berusaha jalan tapi sialnya karpet kecil yang ada diranselnya menyangkut didekat ibu-ibu tadi.

"Makanya mas kalo bawa barang tuh jangan yang ribet-ribet, kan jadinya nyusahin. Ya kalo nyusain diri sendiri mah nggak papa. Lah ini sampek bikin saya emosi. Mana udah salah masih nyolot lagi," ucap ibu itu masih saja mengomel.

Caca yang merasa kasihan dan juga ikut emosi dengan perkataan ibu tadi akhirnya ikut berdiri menghampiri laki-laki tersebut.

"Udah jangan dengerin orang yang cuma gede omongnya tapi nggak mau bertindak, anggap aja radio rusak", ucap Caca sambil melepas bandana yang bertengger dikepalannya. Ia sebisa mungkin mencoba membantu laki-laki itu untuk mengganti letak karpet menjadi disamping ransel.

Seketika wajah sang ibu tadi pias, merasa malu dengan sindiran Caca. Ia pun terdiam sambil sebelumnya berdeham. Sedangkan laki-laki tadi agak terkejut juga dengan perkataan Caca yang ia anggap cukup berani sambil menolehkan kepala melihat aksi Caca membantunya.

"Lain kali kalo mau pergi bawa ransel dicek dulu biar kamu juga nggak ribet. Kaya Caca, tuh cuma bawa backpack kecil," ucap Caca kembali sambil menunjuk backpacknya yang tergeletak dikursi. Sedangkan laki-laki tadi malah cengo meliahat motif minion.

"Oke. Makasihh udah bantuin gue dan emm…sarannya." ucap laki-laki tadi sambil menggaruk kepalanya dan dikahiri dengan dehaman kecil, merasa tergelitik dengan perkataan Caca.

"Kalo gitu, gue duluan dan sekali lagi makasih banyak," lanjutnya.

"Eh..eh tunggu dulu," panggil Caca saat laki-laki tadi akan berjalan. Laki-laki tadi mengernyitkan dahinya, merasa heran dengan apa yang akan Caca lakukan.

"Nih buat kamu, biar kamu nggak bad mood gara-gara tadi," kata Caca sambil memberikan lollipop yang selalu ia bawa, kali ini ia simpan disaku depan celana kodoknya. Mau tak mau laki-laki ladi mengambil lollipop pemberian Caca dengan ragu-ragu.

"Ehh..makasih. Kalo gitu gue nyusul temen-temen gue dulu ya. Sampai ketemu lagi..emm Lolli," kata laki-laki tadi pergi. "Oh iya, nama gue Reihan," tambahnya sambil melambaikan tangannya.

*****


next chapter
Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C3
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen