App herunterladen
7.03% LATHI (LIDAH) / Chapter 23: Salah Sasaran

Kapitel 23: Salah Sasaran

Pembuatan ajian kali ini berbeda seperti biasanya, karena itu Randu yang sudah menyelesaikan sebuah hukuman dari pak Baroto lebih dahulu langsung bergegas mengumpulkan sesuai arahan sebelumnya. Di dalam kantor dirinya menjumpai sebuah kunci di atas meja, ketika hendak mengambil tangan itu terhempaskan dengan sendirinya.

"Untung saja cepat selesai, jadi nanti pas jam istirahat bisa izin untuk mengelola ajian baru itu."

"Buat apa kamu datang ke mari? Sana jauh-jauh dari meja saya."

"Santai saja kali, pak. Lagian Randu ke sini juga buat bawa itu tulisan yang diminta. Ya sudah mau keluar gak betah di sini."

Randu yang langsung pergi itu ditimpuk menggunakan bukunya kembali, hal itu tentunya membuat kesal Randu karena sudah bersusah payah mengerjakan namun hasilnya merasa tidak dihargai. Dia yang diminta untuk mengecek kepemilikan buku tersebut dengan mengotot dan meyakinkan pak Baroto jika sudah mengerjakan berperilaku kurang sopan, tetapi hal itu dicoba dipelakukan sebaliknya membuat Randu kebingungan.

"Hah? Gak ada, tapi semalam sudah aku kerjakan hingga pagi lalu diantarkan ke sini. Mana mungkin bisa hilang semuanya tanpa ada goresan sedikitpun, jangan-jangan kau ganti biar aku tambah hukumannya."

"Jaga bicaramu anak muda, sekarang kerjakan kembali!"

Ketika keluar dari kantor tak sengaja sebuah pandangan melihat jika Tito sedang merangkul Rindu, hal tersebut juga tak lepas Danu yang tiba-tiba saja datang menghentikan sebuah kemesraan tersebut dengan nada tinggi. Dirinya yang meminta untuk bergegas berganti baju untuk persiapan latihan menari membuat Randu mendapatkan kesempatan.

Semua yang disibukan dengan persiapan sekolah dalam kompetisi menari tingkat sekolah kabupaten, banyak para anggota organisasi menyiapkan segala sesuatunya dan siswa lain diminta untuk membersihkan pekarangan maupun kelas masing-masing.

Randu dengan bergegas berganti baju memberikan sebuah penampilan berbeda, tangan yang diberikan sebuah cairan pelumas yang sudah terpasang ajian sebelumnya.

"Ada baiknya nanti aku membuat masalah terlebih dahulu, secara juga aku malas dengan Baroto yang malah tiba-tiba datang. Sumpah sangat diluar dugaan sebelumnya, seharusnya dia sudah mati dan membusuk."

Ponsel yang juga tanpa berdering mendapatkan sebuah kabar jika Agnez telah masuk ke dalam rumah sakit, sebuah rencana yang sudah terpikirkan matang-matang harus rela terlupakan lebih dulu.

Tak ada sebuah kepentingan lain tiba saja Randu mengalihkan pemikirannya menuju ke Agnez, teman-teman lainnya banyak membicarakan jika ada sebuah serangan menimpanya hingga membuat terjatuh dan tidak sadarkan diri.

Dengan tanpa membawa surat izin dirinya langsung bergegas mengendarai mobilnya untuk menuju ke rumah sakit, satpam sekolah yang tidak memberikan sebuah izin berani ditentangnya dengan mengeluarkan klakson cukup keras.

Disamping dalam titik temui dengan Agnez tiba saja dirinya juga mendapatkan kabar bahwa Putri dari pagi meninggalkan rumah tanpa seragam sekolah, kepanikan itu tak bisa membuat apapun Randu.

"Astaga, mana yang harus aku pilih. Secara mereka berdua itu hamil anakku, pusing aduh... Jadi ribet begini ya?"

Randu yang memancal gas akhirnya memilih menuju ke rumah sakit tempat Agnez di rawat, tapi tiba di situ dia melihat papa Dandi juga menanyakan seorang pasien di resepsionis.

Dia yang takut ketahuan membolos terpaksa menunggu terlebih dahulu cukup lama, ketika hendak berjalan menuju ke resepsionis langkah kaki itu terasa begitu cukup berat.

Disaat hendak membacakan maupun menjilat ajian banyak orang lalu lalang dan melihatinya, akhirnya dia kembali lalu menunggu di dalam mobil.

"Oh my ghost, kenapa aku gak ganti baju aja ya? Secara biar gak kelihatan anak sekolah, terus sekalian gunain ajiannya. Bodoh amat aku."

Tak berselang lama dia menunjukan paras wibawa maupun ketampanan tersendiri, barulah semuanya dirasa cukup Randu menanyakan kamar dirawatnya Agnez.

"Mbak, mau nanya kamar rawat Agnez Zulkarnaen di mana ya?"

"Maaf, bapak tadi sudah ada yang menjemput beliau sepertinya suaminya yang datang kemari."

"Suami?"

"Iya betul, pak."

"Okelah kalau begitu."

"Ya, pak."

Kesal bercampur tak karuan menyesatkan pikirannya, Randu yang kebingungan akan pernyataan tersebut dan kini mencoba mencari keberadaan Putri.

"Entahlah, sekarang aku harus menemukan Putri dengan segera. Aku gak mau jika anakku kenapa-napa, gak iklhas aku."

Randu yang mencoba mencari ditempat seperti biasanya mereka bertemu tak kunjung ditemukan, ia terus mengemudi di manapun tiba saja Putri menghubungi untuk menjemputnya.

Mereka yang saling bertemu akhirnya kembali ke gang biasanya untuk menunggu Putri mengenakan baju seragam, tak butuh waktu cukup lama barulah bersama-sama menuju ke sekolah.

Acara yang sebentar lagi dimulai itupun Randu tidak sadar bahwa dirinya mengenakan baju bebas, nasib beruntungnya plat nomer mobil telah ganda da bisa diubah secara otomatis di dekat kemudinya.

"Bilang saja aku papa kamu atau om kamu, pokoknya jangan Randu."

"Kenapa?"

"Secara aku malas pakai baju seragam itu, gerah panas tau gak?"

"Iya, iya."

"Satu lagi, kalau keluar itu pamitan dan jangan asal nyelonong. Tahu gak mama kamu tadi sms aku nyari kamu, aku itu takut kalau anak aku itu kenapa-napa. Ringankan dikit napa, beban melulu jadinya."

"Maaf, aku cuman tadi mual-mual dan gak mau mama tahu dan tiba-tiba kepengen martabak."

"Kan bisa alasan masuk angin terus kepengen beli martabaknya nanti sama-sama aku, haduh. Kalau ada apa-apa sama janin itu gimana? Aku gak mau ya kalau ini terulang dan dengar kabar kamu asal pergi begitu saja."

"Hem, iya... iya, jangan marah dong."

Putri yang ke kelas sementara Randu mencoba menyusun masalah awal di kamar mandi mendengar bahwa ada sebuah percakapan yang sangat mengejutkan dirinya, tak lepas dari situ sebuah kesempatan untuk memudahkan aksinya tak lama setelah salah satu orang sudah keluar dan membuat hanya satu orang tertinggal di dalamnya.

"Aku hamil begini kalau ketahuan gimana ya? Secara anak ini tidak jelas siapa ayahnya, lantas pasti mama dan papa marah besarpastinya. Aku gak mau juga harus meninggalkan aib ini, ya ampun delima banget deh rasanya hati dan pikiran ini."

Tanpa lama dia telah melewati sebuah tali yang sudah terpasang dengan Randu membuatnya cukup keras terjatuh mengenai kepala dan membuatnya pingsan, tetapi tidak berhenti dari situ juga mencoba untuk menyiramkan air panas tiba saja Putri berlari menuju ke arahnya dan membuat kaget langsung menyiramkan kearah berlawanan.

"Aduh, panas. Aduh."

"Haduh gimana ini?"

"Sayang panas, panas sayang."

Wajah Putri yang tersiram air panas tentunya membuatnya histeris dan menangis cukup keras, tak ada jalan lain bagi Randu untuk lebih memilih meninggalkan sendirian seorang diri. Tak lama setelah sebuah teriakan cukup keras dan membuat para guru berdatangan, Randu bergegas berganti penampilan dan berpura-pura terlelap di kelas.


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C23
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen