Anak laki-laki yang kuingat adalah penjual martabak yang kehadirannya sempat membuat pikiranku kacau menatap Binar yang tengah memelukku. Dia terlihat cemas sekaligus lega di saat yang bersamaan. Aku tidak terlalu suka tatapannya itu. Tapi aku tidak punya hak melarang seseorang menggunakan bola matanya untuk melihat sesuatu.
Setelah beberapa lama akhirnya Binar tenang, namun tampaknya dia tidak berniat melepaskan pelukannya sama sekali.
"Kamu mau cerita sesuatu, atau langsung pulang atau gimana?" tanyaku sambil tetap mengelus kepalanya. Binar hanya menggeleng.
"Dia masih shock, biar aku yang jelasin apa yang terjadi" celetuk si anak cowok. Ingin aku menolaknya, tapi aku penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.