Basket Case
= Greenday =
.
Apakah kau punya waktu untuk mendengarkan aku merengek
Tentang apa-apa dan semuanya sekaligus
Aku salah satunya
Orang bodoh melodramatis, Neurotik sampai ke tulang
Tidak diragukan lagi
Terkadang aku merinding.. Terkadang pikiran saya mempermainkan saya
Itu semua terus bertambah.. Kupikir aku sedang kacau
Apakah aku hanya paranoid? Atau aku hanya membatu saja
==================
Tiga hari di luar kota untuk menghadiri seminar, adalah tiga hari bagai di Surga untuk Shea. Tiada hari tanpa seks dengan Vince. Mereka hanya keluar untuk seminar saja. Selebihnya, hanya mengurung diri di kamar hotel bersama Vince.
Meski Vince tetap saja memakai kondom, itu tidak memadamkan kebahagiaan Shea.
Shea sudah mengetahui gosip-gosip tak sedap di kantor sehubungan Vince dan dia. Entah orang kantor mengetahui persis apa yang telah mereka lakukan, atau semua hanya tebakan random para pegawai saja.
Ah, Shea tak peduli. Vince yang lebih dia pedulikan melebihi apapun.
Namun, sepulang dari seminar luar kota, Vince tidak masuk kerja. Padahal Shea sudah menyiapkan diri memakai pakaian kerja merah yang menawan.
Orang-orang di kantor juga merasa aneh akan kebiasaan baru Shea sekarang yang terus memakai setelan merah untuk ke kantor. Mereka tidak tau bahwa merah adalah kunci untuk mendapatkan perhatian Vince.
Hari ini, seberapa sabar Shea menunggu, Vince tak juga muncul. Terakhir kali mereka bertemu adalah ketika Vince mengantarkan Shea ke apartemennya usai dari seminar hari terakhir.
Di mana Vince sebenarnya?
Rupanya Vince sedang bersantai dengan Kevin di sebuah lapangan basket. Keduanya asik bertanding one on one di salah satu lapangan indoor.
Tingkah keduanya mendapat perhatian para gadis di sana karena memang dua pria itu memiliki ketampanan di atas rata-rata.
Mata Vince melirik ke salah satu gadis yang sedari tadi duduk tenang di pinggir lapangan tempat dia dan Kevin bermain basket.
Tentu saja perhatian dia teralihkan karena gadis itu mengenakan atasan warna merah yang membungkus ketat tubuh indahnya hingga di atas pinggang.
"Hei, apakah kau berminat bermain bersama kami?" Vince menangkap bola basket dan menahannya di sisi pinggang dia sambil berseru ke gadis itu.
Kevin segera paham. "Ajak temanmu yang di sampingmu itu. Sepertinya dia jago basket. Atau penilaian aku salah?" Dia menunjuk ke seorang gadis berdada montok memakai atasan hijau neon ketat sebatas bawah dada dan bertali spageti hitam kecil yang seakan nyaris putus karena tak sanggup menahan beban dari dada besar pemakainya.
Kedua gadis itu memakai celana pendek dari bahan jins. Tampak modis dan seksi. Karena itu, mereka saling tersenyum dan akhirnya turun juga ke lapangan untuk bergabung dengan Vince dan Kevin.
Si merah bernama Neva, panjangnya Nevada, gadis cantik yang sepertinya berdarah campuran, berambut panjang hitam. Sedangkan si hijau neon bernama Livie, gadis berambut blonde yang juga tak kalah cantik menarik seperti Neva.
Neva satu grup dengan Vince, dan otomatis Livie dengan Kevin.
Mereka bermain basket penuh keceriaan. Para pria tak sungkan-sungkan menyentuh tubuh dua gadis seksi itu.
Vince sesekali memeluk pinggang Neva yang sangat ramping ketika gadis itu sedang men-dribble bola di tempat.
"Vince! Kau ini mengganggu aku!" protes Neva meski dengan wajah ceria. Ia sebenarnya tidak keberatan sama sekali akan kejahilan tangan Vince.
"Bukankah kau duluan yang mengganggu aku, cantik?" Vince tak mau disalahkan.
"Kenapa aku?" Neva melotot manja.
"Karena kau sudah menggangguku duluan dengan kecantikan kamu, sweetie!" Vince mengedipkan satu mata ke Neva.
"Argh!" Neva menjerit ketika bola berhasil direbut Livie. "Vince! Ini gara-gara kau bola bisa diambil Livie!" Ia berkacak pinggang dengan pipi menggembung imut ke Vince yang terbahak. "Aku ganti partner! Livie, kau denganku! Vince biar dengan Kevin!" Itu karena dia meyakini skill sahabatnya yang hebat pada basket.
Vince naikkan alis hendak protes tapi urung. Ia justru menyeringai licik. "Kuharap kau tak menyesali keputusan kamu, sweetie..."
"Mari jadikan pertandingan ini lebih menantang!" seru Kevin sambil menyeka keringatnya.
"Apa itu?" tanya Livie sambil hentikan dribble-nya.
"Yang kalah harus ikuti kemauan tim yang menang." Kevin mengerling penuh makna pada Vince.
"Humph! Siapa takut?" Livie menyahut penuh percaya diri.
Permainan kembali diulang pada skor awal. Kemudian mereka mulai membentuk ulang tim sesuai kemauan Neva.
Bola pertama kali dibawa oleh Livie dari samping lapangan. Kedua pria berusaha menjegal langkah Livie, namun ternyata gadis itu cukup tangguh.
"Vince, singkirkan tangan nakalmu..." hardik pelan Neva ketika ia sedang merunduk menjaga agar bola di tangan Livie tidak dirampas, Vince malah menempelkan dirinya di belakang Neva dan memegangi pinggul Neva.
"Hei, ini kan gerakan standar untuk mengintimidasi lawan." Vince tersenyum nakal ke Neva yang memutar bola matanya. Kemudian dia menepuk pantat Neva sebelum berlari meninggalkan gadis itu.
"Vince! Kau lelaki sialan!" Neva kesal sambil hentak-hentakkan kakinya ke lantai.
"Come on, gal! Konsentrasi lagi dan buat skor!" seru Livie memberi semangat ke sahabatnya. Itu membuat dia lupa ada kawalan ketat Kevin padanya.
Kevin lekas melesat maju ke arah Livie untuk merebut bola. Ia memeluk pinggang Livie sambil memutar tubuh seksi Livie sehingga bola di tangannya benar-benar lepas.
"Haha! Nice job, bro!" Vince segera berlari menyambar bola lalu menggiring hingga memasukkan bola ke keranjang.
"Awwhh... Kevin, kau curang!" Livie tak terima dan mengungkapkan wajah cemberut.
Tapi Kevin yakin Livie tidak sungguh-sungguh marah. Ia hanya tergelak kecil dan menepuk lembut pipi Livie. "Kau makin cantik bila cemberut begitu. Aku akan buat kau cemberut lagi. Nantikan saja." Ia kedipkan satu mata ke Livie yang tak bisa menahan senyum tersipunya.
Kini giliran Neva yang membawa bola. Gadis itu mendribble bola ke arah bidang lapangan tim Vince.
Vince terus menghalangi di depan Neva yang tampak bersikeras menang kali ini.
Sedangkan Kevin juga menghalangi jalan Livie hingga keempatnya sudah tiba di bawah keranjang gawang tim Vince.
Vince sibuk mencegah Neva memasukkan bola. Lelaki Hong itu ketat menempel pada Neva sehingga si gadis merasa sangat kesulitan bergerak karena terus dibayang-bayangi Vince.
Kevin berkonsentrasi menghadapi Livie yang merunduk mencari celah agar bisa terbebas dari penjagaan Kevin yang ketat.
Dengan posisi begitu, dada besar Livie makin terekspos menantang mata Kevin. Dia tetap seorang lelaki pecinta dada wanita. Itu adalah naluri dasar semua lelaki normal. Dada wanita adalah pusat fantasi liar para lelaki. Itu sungguh tidak bisa terelakkan.
Dan Kevin adalah salah satu pecinta keindahan jenis itu.
"Liv, kau tau... Dadamu sangat indah hingga aku tidak akan bisa melupakannya sampai kapanpun."