App herunterladen
4.75% kesalahan atau anugerah / Chapter 19: Chapter 19

Kapitel 19: Chapter 19

"Daffa, Rina, kok kalian bisa jadian sih? Bukankah selama ini kalian seperti kucing dan anjing, nggak pernah akur?" Likha heran dengan kedua sahabatnya ini, Rina dan Daffa hanya tersenyum malu. Mereka saling memandang dan menatap Likha dengan wajah yang memerah.

"Kami juga tidak tahu Likha, semuanya mengalir begitu saja. Kami sangat nyaman saat bersama, makanya saat ini kami sedang mencoba menjalani hubungan ini. Likha do'akan kami ya, semoga kami bisa menjalani kebersamaan kami hingga kami menikah..hehehe.." Daffa merasa malu, sementara Likha dan Rina tersenyum melihat tingkah Daffa.

"Ya Allah Daf, kita baru masuk sekolah. Kalian udah mikir nikah aja, tetapi aku selalu mendo'akan kalian kok. Apa sih yang nggak buat kedua sahabatku ini." Likha kemudian memeluk keduanya, Daffa dan Rina merasa heran dibuatnya. Biasanya Likha tidak mau berdekatan dengan Daffa.

"Likha, tumben kamu mau bersentuhan dengan ku? biasanya kau akan marah-marah kalau aku mendekatimu?" Mendengar kata-kata Daffa, Likha tersenyum.

"Karena kamu sudah jadian sama Rina, jadi kan kamu gak ada kesempatan PDKT sama aku, hahaha..." ketiga sahabat itu pun bermain disungai hingga siang dan mereka kemudian memakan bekal yang dibawa Likha. Mereka makan bersama, kemudian ketiganya berpisah. Likha juga bilang sama Daffa dan Rina kalau besok pagi dia sudah akan kembali ke bekasi, karena lusa sudah mulai kembali bersekolah.

"Likha, hati-hati ya! maaf besok kami tidak bisa mengantarmu, karena kami akan mengikuti study tour bersama rombongan sekolah kami." Rina memeluk Likha dengan sangat erat. Mereka berdua akan kembali berpisah dan bertemu pada liburan semester yang akan datang.

"Iya Rina, Daffa, kalian tenang saja. Aku akan dijemput oleh temanku kok, jadi tidak apa-apa. Kalian berdua bersenang-senanglah, sekarang aku pulang dulu ya. Aku mau berkemas untuk besoak." Likha dan ketiganya berjalan pulang kerumah masing-masing.

Sesampainya dirumah Likha langsung mandi, lalu sholat dhuhur. Dia kemudian berkemas barang-barang yang akan dibawa ke asrama, Likha tidak memiliki banyak barang yang akan dibawa. Dia hanya membawa sebuah baju ganti, karena semuanya sudah dicukupi pihak asrama. Setelah selesai, Likha tidur siang sebentar. Lagi pula ibunya sedang menjemput ayahnya, saat dia bangun nanti pasti ayah dan ibunya sudah kembali.

"Tok...tok...tok..." terdengar suara ketukan pintu. Likha pun membuka matanya, lalu mencuci muka dan membukakan pintu rumahnya. Ternyata yang datang adalah pak Agus. Beliau adalah ketua rukun tetangga didesanya, tetapi yang membuat Likha heran kenapa pak Agus datang bersama seorang polisi? perasaan Likha menjadi cemas seketika.

"Pak Agus, silahkan masuk pak. Ada perlu apa ya pak? tetapi maaf, ibu dan ayah sedang tidak berada dirumah pak." Likha menangkap gurat kesedihan dimata pak Agus, sementara polisi yang berada disampingnya menunduk. Sepertinya mereka akan menyampaikan sesuatu.

"Likha, kami hanya sebentar. Tidak perlu masuk, kedatangan kami kemari, kami ingin menyampaikan kabar bahwa kedua orang tua mu mengalami kecelakaan, nak. Mereka kini berada di rumah sakit, untuk itu kami menjemputmu. Kita akan pergi kerumah sakit sekarang." bagaikan disambar petir saat Likha mendengar berita yang disampaikan pak Agus. Tubuhnya melemah dan dia hampir saja terjatuh. Pak Agus segera menangkap tubuh kurus Likha dan membawanya kedalam mobil polisi tersebut. Mereka tidak memiliki banyak waktu, Likha juga tidak sempat menutup pintu rumahnya saat mereka berangkat. Pak Agus lalu menelepon istrinya untuk membantu Likha menutup pintu rumahnya.

"Likha, kamu harus kuat ya nak. Semua cobaan ini akan membawa hikmah nantinya. Kamu harus yakin bahwa Tuhan tidak akan menguji diluar batas kemampuan hambanya." pak Agus menenangkan Likha dan kini Likha semakin bingung. Apa maksud pak Agus berbicara seperti itu. Likha ingin bertanya tetapi belum sempat, mereka sudah tiba di rumah sakit. Likha, pak Agus, juga pak polisi yang tadi menjemputnya segera turun dari mobil.

Lalu, pak polisi itu berjalan lebih dulu. Mereka menyusuri lorong demi lorong, hingga mereka sampai disebuah kamar yang sama sekali tidak pernah Likha bayangkan sebelumnya. Seketika itu juga, air matanya mengalir. Dia masih berharap mereka akan berbalik dan pergi dari sini, tetapi apa yang diharapkan tidak terjadi karena beberapa saat kemudian seorang dokter dan seorang polisi keluar dari ruang jenazah yang berada didepan Likha.

"Pak, apa maksud kalian semua membawa Likha kesini? ibu dan ayahku dimana?mereka baik-baik saja kan?" tanya Likha mulai terisak. Dia merasakan tubuhnya semakin tidak bertenaga akibat kejutan yang diterimanya saat ini.

"Maaf nak, tetapi orangtuamu, maksud kami ayah dan ibumu meninggal ditempat kejadian. Jadi kami kembali memeriksanya saat sampai disini tadi dan memang keduanya telah menghembuskan napas terakhir mereka ditempat kejadian perkara." Setelah dokter selesai berbicara, kesadaran Likha segera menghilang.

Dia ambruk didepan kamar jenazah dimana kedua orang tuanya berbaring kini. Pak Agus mendengar penjelasan polisi dengan hati yang miris. Kedua orang tua itu tertabrak truck saat kembali dari rumah kerabatnya dan keduanya meninggal ditempat. Kini Likha tidak memiliki siapa-siapa lagi. Pak Agus pun menghela napas dengan berat. Dia mencoba menyadarkan Likha dan akan mengajak anak itu melihat jasad kedua orang tuanya untuk terakhir kalinya.

"Syukur lah nak, kamu sudah siuman. Ayo kita melihat jenazah kedua orang tuamu untuk yang terakhir kali," Pak Agus memapah Likha memasuki kamar jenazah itu. Disana terbaring dua orang yang sangat dia cintai. Yang satu adalah ibu yang melahirkannya dan yang satu lagi adalah ayahnya yang selalu bekerja keras untuk bisa memenuhi kebutuhannya. Keduanya tertidur dengan wajah yang menyiratkan senyum.

Kedua wajah pucat itu, tertidur dengan damai. Tidak ada luka diwajah keduanya, hanya saja kedua telinga mereka mengeluarkan darah. Memang luka yang orang tua Likha derita adalah luka dalam yang sangat parah. Sementara tubuhnya hanya memar-memar dibeberapa tempat. Likha perlahan mendekati keduanya, dia melihat satu persatu wajah-wajah pucat itu. Likha berada diantara keduanya kini.

"Ayah, ibu, kenapa kalian hanya pergi berdua. Kenapa kalian meninggalkan aku seorang diri. Lalu bagaimana aku harus hidup setelah kalian berdua pergi?" Air mata Likha semakin deras. Orang-orang yang berada disekitar Likha saat ini juga tidak dapat menahan kesedihan mereka melihat gadis kecil ini kini hidup sebatangkara. Likha kemudian memeluk jasad ibu dan ayahnya satu persatu, tidak ada tangis histeris yang keluar dari bibir tipisnya. Tetapi tatapan mata yang basah itu sudah memberitahukan kepada orang yang melihatnya bahwa gadis itu sedang sangat hancur hatinya dan justru ini yang membuat pak Agus, dokter dan kedua polisi itu ikut menitikkan air mata. Pak Agus menghampiri Likha lalu membawanya ke luar.

"Cukup nak, mereka harus segera diurus dan dimandikan. Kita keluar dulu, bapak akan memberitahu warga untuk menyiapkan pemakaman kedua orang tuamu." Pak Agus, Likha dan kedua orang polisi itu kemudian keluar. Pak Agus dan kedua polisi itu kemudian meinggalkan Likha untuk membicarakan beberapa urusan yang harus diselesaikan. Sementara dokter memberitahu petugas pemulasaraan jenazah untuk mengurus jenazah edua orang tua Likha.

Kini, Likha termenung seorang diri di depan ruang pemulasaraan jenazah dia melihat dari luar jendela saat kedua orang tuanya dimandikan. Setelah selesai, Likha dipersilahkan masuk untuk kembali memeluk kedua orang tuanya sebelum dikafani. Likha kini berada di depan ruangan dokter, menunggu surat kematian yang sedang dibuat oleh pihak rumah sakit. Pak Agus juga sudah selesai dengan urusannya dan kini menghampiri Likha, dia memeluk gadis itu dengan erat. Kini, Likha sudah tidak menangis lagi, tetapi matanya menatap nanar ke arah ruangan tempat jenazah kedua orang tuanya sedang diurus.

"Pak Agus, terima kasih atas bantuan bapak ya, Likha juga mohon bapak membantu Likha mengurus semua ini sampai selesai karena Likha tidak memiliki siapapun lagi." Likha kemudian tertunduk, matanya sangat lelah setelah menangis sangat lama. Tubuhnya juga lemas, dia tidak memiliki kekuatan sekarang. Apalagi ditambah hatinya yang sangat terluka, dia hanya bisa duduk bersandar di pelukan pak Agus.

"Iya nak, kamu tenanglah. Bapak yang akan membantumu mengurus semuanya. Sekarang kita pulang nak. Kedua jenazah orang tuamu sudah berada dalam ambulance, tinggal menunggumu dan kita akan membawa mereka pulang." pak Agus dan Likha kemudian segera menaiki ambulance setelah surat yang ditunggu selesai. Likha dan pak agus berada didalam ambulance yang membawa jenazah kedua orang tua likha.


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C19
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen