App herunterladen
1.55% JANJI / Chapter 3: Kebenaran

Kapitel 3: Kebenaran

*Bandara Ngurah rai*

Meri berdiri di ruang pengambilan bagasi untuk mengambil koper nya saat tiba-tiba sebuah memegang bahu nya.

"andre" teriak meri setengah kaget. Melihat pria di belakangnya.

"seneng banget ya, sampe teriak gitu?" balas andre melihat ekspresi kesal di wajah meri. Diikuti dengan gelak tawa.

"kaget tau" bentak meri sambil menendang kaki andre, sontak saja andre meeingis memegangi kaki nya dan langsung menjadi perhatian oleh orang-orang sekitar yang memperhatikan mereka.

"jangan berisik, tuh diliatin cewek-cewek. Pasti seneng kan, baru nyampe bandara sudah jadi perhatian" bisik meri didekat telinga andre.

"lebih senang diliatin kamu" gombal andre.

Percakapan mereka berakhir setelah berada di depan hotel untuk check in menyimpan barang dan bersiap berpetualang. Mereka sengaja memesan 1 kamar tipe romantic room agar lebih memudahkan berkomunikasi, lebih tepatnya agar lebih mudah membangunkan andre yang terkenal sebagai tukang tidur.

Dalam hati andre sangat senang mengetahui mereka akan sekamar, karena sedari dulu andre memang telah menyukai meri. Dan meripun tahun kebenaran itu, hanya saja baginya menjadi sahabat lebih baik daripada menjadikannya pasangan yang suatu saat bisa saja menjauh darinya. Meri sengaja menjaga hubungan nya dengan andre agar tetap sebagai sahabat karna tak ingin kehilangan sahabat untuk kedua kalinya.

"gerah habis perjalanan jauh, eh ibu mu tahu kalau kamu cuma pesan satu kamar buat kita?" tanya andre sambil memperhatikan meri yang mulai menata barang barangnya di kamar hotel.

"hmm"

"terus dia bilang apa?" tanya andre penasaran mendengar jawaban meri.

Meri tak menjawab, hanya mendekati andre yang masih terus menatapnya dalam hingga pandangan mereka bertemu dengan jarak begitu dekat. Andre gelagapan melihat tatapan meri yang begitu tajam. Sampai akhirnya meri menjauhkan pandangan.

"buang jauh semua otak kotormu andre,, kita disini liburan bukan bulan madu. Oke" balas meri sambil mendorong kepala andre dengan jari telunjuknya.

"meri, apa ilham pernah menciummu?" tanya adre penuh selidik dan dibalas dengan gelengan kepala oleb meri.

"kalau dia tidak pernah menciummu, aku yakin dia bahkan tidak menyentuhmu selama kau bersamanya. Lalu apa yang membuat mu sulit melupakannya?"

"andre, bisa kita tidak membahas tentang dia?" pinta meri yang sudah mau menutup pintu kamar mandi untuk membersihkan badan.

Andre berdiri membuka pintu kamar mandi dan mendorong meri hingga tersudut. Andre mengungci posisi meri agar tak menghindar dengan meletakkan kedua tangannya di samping kepala kanan dan kiri meri.

"meri, tak bisakah kau membuka hatimu untukku? Aku lebih dulu menyukaimu tapi kau memilih bersama keparat itu, apa aku tidak baik untuk mu hmm" ujar andre lembut namun penuh keputus asaan.

"andre, kau tahu aku menyukaimu karena perhatian dan perlindungan yang kau berikan sejak pertama kali kita bertemu. Aku hanya tak bisa kehilangan hal itu lagi. Aku mohon mengertilah" balas meri yang menatap andre penuh kesedihan.

"keparat itu, mengapa juga dia harus datang dihidupmu juga hanya akan menghancurkan segalanya" sumpah serapah keluar dari mulut andre yang berbalik menutup pintu kamar mandi dengan keras dari luar. Meri terkejut mendengar penuturan andre yang penuh kebencian. Entah apa yang akan dia lakukan jika pria itu muncul dihadapannya. Membayangkan hal itu saja sudah cukup mengerikan bagi meri. Memikirkan hal itu membuat nafas meri sesak dan tanpa mampu berkata-kata. Meri tahu bahwa trauma nya sepertinya kembali menghantuinya. Melihat pintu sudah tertutup dan suaranya yang tak bisa keluar, meri memutuskan melempar timba yang berada disampingnya ke arah pintu agar menghasilkan suara keras berharap andre akan datang.

Mendengar suara keras didalam, andre bergegas bangun dari posisinya yang sedari tadi berbaring menatap langit langit kamar hotel. Berada di depan pintu kamar mandi dengan perasaan cemas namun tak berani langsung membukanya karena khawatir meri sedang mandi. Andre memutuskan mengetuk kamar mandi tiga kali namun tak ada jawaban. Mengulangnya tiga kali namun tak ada jawaban. Andre membuka pintu kamar mandi yang tak terkunci dan terperanjak melihat meri yang mulai kehabisan nafas dengan terus memegang dada nya.

Andre dengan sigap mengangkat tubuh meri ke ranjang dan membaringkannya dengan beberapa bantal di kepala nya. Dan membongkar isi tas meri mencari obat nya dan segera memberikannya kepada meri. Perlahan nafas meri sudah kembali normal.

"maafkan aku" andre menyesali perkataannya yang memaksakan meri mengingat masalalu nya sambil terduduk lemas disamping meri.

"andre, ilham pergi meninggalkanku bukan karna kemauannya jadi berhentilah membencinya" balas meri memecah keheningan dikamar itu.

"lalu karna apa? Apa pantas baginya meninggalkanmu setelah memintamu dariku dengan tak berperasaan?"

"dia pergi karna kakak ku yang memintanya, ayahnya dan ayahku adalah musuh sejak dulu. Kakakku hanya tak ingin melihatku menjadi alat bagi mereka untuk membuat ayahku lemah" meri menjelaskan dengan suara bergetar menahan amarahnya sambil menatap kosong ke arah jendela. Andre yang terkejut hanya bisa menatap meri dengan pandangan tak percaya.

"apa yang kau lihat malam itu saat dia bersama wanita lain, hanya agar dia bisa memberiku alasan untuk membenci nya. Dia tak mengkhianatiku andre, takdirlah yang menghianati kami" lanjut meri

"lalu mengapa kau membencinya?" tanya andre penasaran.

"karna dia tak berusaha memperjuangkanku. Dia yang tak berjuang untuk tetap berada di sisiku seakan membenarkan tuduhan kakakku kepadanya, sudahlah. Kau sudah mengetahui semuanya. Jadi jangan membencinya berlebihan hmm" pinta meri sambil memegang lengan andre dengan wajah memelas.

"gadis nakal. Kau yang tersakiti mengapa kau yang memelas" balas andre memukul pelipis meri. "bersiaplah, kita akan makan sarapan kemudian lanjut untuk berkeliling"

Setelah bersiap, meri dan andre menuruni tangga lift untuk ke lantai dasar menuju restoran halal yang berada di hotel tempat dimana dia menginap.

Meri yang menggunakan dress selutut berwarn merah dengan model lengan terbuka setengah serta menggunakan widges hitam dengan aksen blink blink dan tampilan make ul klasik membuatnya menjadi perhatian orang yang melewatinya. Tak lupa dengan kaca mata hitam yang diselipkan diatas kepalanya ditambah dengan rambut model bob membuat tampilannya bertambah elegan.

"kau tampak memukau tapi mengapa berpakaian seperti itu. Bukankah kau lebih suka tampila. Klasik ala anak SMA?" ujar andre dengan tatapan meledek.

"hei, aku berdandan seperti ini agar tidak terkesan seperti anak gadis yang main om om" balasnya dengan wajah santai setengah mengejek.

"apa kau barusan berkata bahwa aku tua" andre memandang meri dengan pandangan meremehkan.

"kau harusnya bercermin tadi sebelum kau turun. Kau sangat menawan hari ini. Hanya saja kedewasaan mu tak akan bisa menutupi usia mu. Kau lebih tua 4 tahun dari ku. Jika aku berdandan sesuai umurku, maka wanita lain akan mengambilmu dariku hari ini, aku hanya tidak suka di bali sendirian dan kau sibuk dengan wanita lain" balas meri dengan nada manja.

"aku bingung, terkadang kau seperti ingin memiliki ku tapi terkadang seakan kau ingin membuang ku" batin andre sambil menatap meri tajam.

Mereka meneruskan perbincangan dengan rencana rencan selama mereka liburan. Sambil menyantap sarapan yang sudah ada dimeja.

Meri menatap andre dengan tatapan penuh cinta. Hanya untuk menjaganya agar tetap berada disisinya, meri bahkan rela berpura-pura mencintai pria lain agar keluarganya tak berusaha menyingkirkannya. 'akan kulakukan segala yang ku mampu untuk menahanmu disisiku, bersabarlah dan tunggu sampai aku menyelesaikan study ku. Saat aku menyelesaikannya. Cobalah untuk tetap bertahan disisi ku sebagai kekasihku' batin meri sambil terus menyantap makanannya.


next chapter
Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C3
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen