Tubuh Nabila hampir saja jatuh ke lantai jika bukan saja Adam berhasil menangkap. "Nabila kau tak apa-apa?" pertanyaan dari Adam membuat Leo menoleh. Dia nyaris berlari menghampiri mereka dan merangkulh tubuh sang istri.
"Leo, bisa antar aku ke kamarku. Aku pusing." Segera permintaan Nabila dituruti dengan menggendong tubuh Nabila. Lelaki itu lalu bergerak naik ke atas beserta Nabila dalam gendongan dan dalam gendongan Nabila bisa melihat betapa tajamnya Cindy melihat ke arah mereka. Entah kenapa firasat Nabila buruk melihat tatapan tersebut.
Sampai di kamar, Nabila kemudian dibaringkan oleh Leo di atas ranjang. "Kamu mau apa? Aku akan buatkan untukmu,"
"Tidak Leo, mari kita bicarakan tentang Cindy." Leo tentu saja terkejut namun dengan nada bicara dingin dia membalas perkataan Nabila.
"Tak ada yang perlu dibicarakan lagi Nabila, dia hanya berpura-pura saja. Aku tak yakin bayi yang dikandungnya adalah bayiku dan akan lebih baik kalau aku mengusirnya."
"Jangan seperti itu Leo, setidaknya kau harus menggunakan hati nuranimu."
"Ada satu yang tak bisa aku maafkan dalam hidup ini Nabila ... pengkhianatan. Dia telah pergi dengan membawa perhiasan yang sudah aku berikan padanya dan tanpa pamit ... oh maaf tanpa mengatakan apa pun dia menggugat ceraiku. Apa kau pikir dia menggunakan hati nuraninya saat itu?!"
Wajar saja Leo marah. Nabila terlalu baik bahkan pada orang asing sekali pun. Apa dia tak pernah berpikir jika mungkin saja Cindy datang ke rumah Leo untuk merebut posisinya sebagai seorang istri?
"Iya aku mengerti kau tak mudah memaafkannya tapi ingatlah dia mengandung sekarang. Apa kau tak kasihan pada bayinya? Di luar sedang hujan deras,"
"Jadi kau mau dia menginap di sini?"
"Ya, untuk sementara waktu."
"Sementara waktu?" Leo tak mengerti dengan ucapan Nabila.
"Setelah dia melahirkan."
"Nabila!" Ingin rasanya Leo memarahi Nabila namun apalah dayanya karena Nabila adalah wanita yang paling dia cintai sekaligus Nabila sedang hamil sekarang. Dia tak mau membuat Nabila sakit hanya karena amarah yang memuncak.
Leo membuang napas kasar. "Nabila, jangan terlalu baik. Aku tahu bagaimana sifatnya Cindy. Dia itu buruk kalau kamu membiarkan Cindy tinggal bersama kita, aku ... aku khawatir kalau aku akan kehilanganmu." Dipeluknya Nabila sangat erat seakan tak ingin istrinya pergi ke mana pun.
"Aku akan baik-baik saja Leo selama kau ada di sampingku. Lagi pula kalau itu benar anak kamu, aku terima dengan lapang dada asal kau juga harus bisa bertanggung jawab." Nabila melerai pelukan duluan memberikan senyuman untuk menghibur Leo.
"Aku janji aku akan selalu bersamamu sama seperti kau yang selalu ada untukku juga akan aku buktikan bahwa itu bukan anakku. Anak yang aku inginkan ada bersamamu bukan bersama Cindy." Mau tak mau Nabila mengangguk. Sekedar untuk menenangkan hati pria itu.
"Nabila, apa pusingmu sudah mendingan?"
"Iya."
"Tak mau aku pijat kepalamu?"
"Tidak usah ...." Nabila terpaku saat melihat ada kesedihan di mata Leo seakan tak senang dengan jawaban Nabila sendiri.
"Mm ... tapi kayanya aku butuh sesuatu jika dipikir-pikir." Tatapan Leo berubah bersemangat sekaligus tertarik ketika Nabila mengucapkan hal tersebut.
"Apa itu?"
"Cium aku." Nabila menggigit bibir sedang Leo tersenyum puas.
"Oh ayo ...." Leo lalu mencondongkan bibirnya berharap ada balasan tapi itu tak tercapai karena yang membalas ciuman itu adalah tangan Nabila. Wajahnya seperti kepiting rebus sekarang.
"Maksudku cium di kening bukan ciuman di bibir."
"Oh ... bilang dong dari tadi." Ditariknya tubuh istri itu dan memberikan kecupan di kening Nabila.
"Bagaimana? Apa sudah enakan?" Nabila mengangguk. Leo lalu tersenyum lalu memeluk Nabila.
"Jaga kesehatanmu."
"Iya, untuk anakku aku pasti akan melakukan yang terbaik." Tepat setelah Nabila tertidur, Leo kembali turun di mana hanya ada Cindy seorang diri. Dia kini membawa serta koper yang dia taruh di luar.
Tatapan dingin Leo melihat dari ujung kaki hingga ujung rambut. Leo lalu menorehkan senyum smirk. Ternyata setelah beberapa bulan berpisah, penampilan Cindy yang glamor berubah menjadi tunawisma.
Wajah yang selalu dipoles dengan dandanan tebal kini pucat pasi tak terurus dengan baik ditambah dengan dirinya yang hamil makin membuatnya terlihat buruk. Mungkin ini yang disebut karma. "Kau membawa koper ... apa kau sudah memikirkan bahwa aku akan setuju menerimamu tinggal di sini?" Tawa kecil keluar dari mulut Leo.
Namun bukan tawa ringan melainkan tawa sinis tak bersahabat. Sudah jelas sekarang maksud Cindy datang ke sini tetapi Leo tak akan membiarkan hal itu terjadi. Nabila selalu menjadi istrinya dan hanya dia yang berhak menyandang nama Nyonya DeMonte setelah Ibunya.
"Baiklah aku akan membiarkan kau tinggal di sini. Hanya sampai kau melahirkan dan kita akan buktikan bahwa bayimu itu bukanlah darah dagingku jadi aku harap ...." Leo pun bergerak mendekat pada Cindy.
Dia juga mencondongkan tubuhnya ke depan seraya memasang senyum ganjil. Senyum yang membuat Cindy tak nyaman. "Kau jangan terlalu berharap banyak hal. Aku pun mengizinkan kau menginap di sini karena Nabila dan juga kau harus tahu bahwa kau bukan lagi Nyonya di rumah ini, sekarang kau adalah tamu."
"Mak-maksudmu?"
"Masa kau tak mengerti? Itu tandanya kau tidak akan diperlakukan khusus. Tak akan ada pelayan yang harus menuruti perintahmu jika kau meminta tolong."