App herunterladen
6.66% Istri Kejam Sang CEO / Chapter 2: Pulang (2)

Kapitel 2: Pulang (2)

"Main di dalam dulu," kata Rudi dingin, melepaskan tangan Renessa. Wajah Renessa berubah muram. Ia masih mau menggenggam tangan ayahnya. Namun karena takut ayahnya membencinya, Renessa dengan cepat berjalan ke dalam kamar hotel.

Ia berdiri tidak jauh dari pintu, takut ayahnya akan melupakannya. Kedua orang dewasa itu tidak terlalu mepedulikan kehadirannya dan sibuk berdiskusi.

"Tante, ini berkas-berkas yang kau minta. Di dalam tas ini ada paspor, akta lahir, surat keterangan transfernya, semua sudah kusiapkan di dalam sini," Kata Rudi kemudian menyerahkan amplop coklat besar dan koper kecil milik Renessa pada wanita itu.

"Aku tidak menyangka kau mampu mengurusnya hanya dalam waktu seminggu," wanita itu tersenyum mengejek dan menerima amplop dan koper yang diberikan Rudi.

"Kirimkan nomor rekening tante dan juga ke mana aku harus membayar uang sekolahnya. Aku akan mengurusnya setelahnya. Tante hanya perlu mengantarkannya ke tempat yang pernah kukatakan," Rudi berkata dan menghela napas setelah merasakan sebuah beban berat akhirnya terangkat dari pundaknya.

"Makasih ya, tante," kata Rudi dengan senyum tulus sebelum berbalik dan langsung berjalan pergi. Ia tidak pernah memperlihatkan senyum setulus itu pada anak dan almarhum istrinya. Yang ada pada wajahnya ketika menatap kedua orang itu adalah sorot mata dingin yang penuh kebencian.

Semua orang yang tidak mengenal Rudi pasti berpikir bahwa Claudia adalah musuh bebuyutannya dan bukan istrinya dari cara Rudi menatap wanita itu.

Renessa terkejut ketika menyadari Rudi berjalan pergi tanpa memanggil atau bahkan menoleh padanya. Dengan panik, ia dengan cepat segera melangkahkan kaki mungilnya ke depan pintu untuk mengejar pria itu, sayangnya wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu dengan cekatan menghalanginya.

"Ayah! Nesa ikut! Ayah mau ke mana?!" Teriak gadis kecil itu sambil meronta-ronta dalam cengkraman wanita asing ini. Wanita yang bertubuh sedikit gempal itu menarik tubuh Renessa ke dalam kamar dan mengunci pintu. Membiarkan Renessa menangis tersedu-sedu sambil mencoba membuka pintu yang sudah terkunci.

Wanita itu tidak mecoba membujuk Renessa dan hanya duduk di sofa yang berada di dekat jendela. Ia hanya menatap gadis kecil yang dititipkan padanya sedikit rasa iba. Keponakannya sudah bertekat untuk mengenyahkan jejak istrinya yang hingga saat ini selalu menganggunya ini. Ia sudah mencoba membujuk keponakannya beberapa kali untuk mencoba untuk membuka hatinya pada gadis kecil ini, namun Rudi sudah bertekad bulat untuk mengubur dalam-dalam seluruh masa lalunya bersama Claudia.

Setelah Renessa akhirnya lelah menangis, wanita itu mendekatinya, "Renessa, mau jadi anak kesayangan ayah?"

"Mba?" suara sang satpam membuyarkan lamunannya, "apa mba mau saya kasih nomor bapak?" Satpam itu sedikit mengiba menatap ekspresi sedih Renessa.

Renessa menghela napas lelah. Ia memiliki firasat ayahnya mungkin akan meminta satpam itu mengusirnya dari tempat ini ketika tahu ia akan pulang.

"Kalau begitu, bisa saya bertemu dengan Rosalina?" Renessa bertanya.

Satpam itu melihatnya dengan curiga sebelum berbalik dan membuat panggilan dari posnya ke rumah utama.

"Namanya siapa, mba?" sang satpam bertanya sambil memandangnya.

"Renessa, bilang saja Renessa."

"Silahkan masuk, mba, Rosalin menunggu di dalam," Satpam itu berkata dengan ramah.

Saat berjalan mendekati gedung rumahnya, Renessa menemukan sosok Rosalin yang berlari keluar dengan terburu-buru untuk menyambutnya. Wanita itu sudah terlihat cukup berumur dengan rambutnya yang mulai memutih namun ia masih tetap bersemangat.

"Nona Renesa," Rosalin langsung berlari menghampiri Renessa dan memeluk gadis itu dengan sayang. Renesa menepuk punggung wanita itu dan merasakan tubuh Rosalin berhetar pelan, sepertinya ia tidak bisa menahan luapan emosi setelah bertemu kembali dengan Renesa setelah sekian lama.

"Saya tidak tahu nona akan pulang. Jika saya tahu, saya akan menjemput nona di bandara," Rosalin berkata dengan antusias sambil merebut koper dari tangan Renessa dan mencoba merebut tas ransel dari punggung Renessa.

"Biar aku saja yang bawa ranselnya," Renesa menjawab sambil tersenyum.

"Ayo masuk, nona," Rosalin menuntun Renessa menuju pintu depan ketika seseorang pria paruh baya muncul.

"Kamu tahu kamu tidak boleh mambawa tamu pribadi melalui pintu utama, kan, Rosalin?" Pria itu menegur dengan halus.

"Ini nona Renessa Santoso, putri pertama bapak yang merantau ke ke luar negeri untuk belajar," Rosalin menjawab dengan senyum lebar di wajahnya. Pria itu tampak tertegun, ia tidak pernah melihat wajah Rosalin secerah ini. Ia kemudian memandang Renessa dan mulai mencerna perkataan Rosalin. Ia tidak dapat berkata apa-apa dan hanya menatap Renessa dengan mata membulat.

Jadi ini putri dari almarhum nyonya Claudia yang pernah diceritakan Rosalin.

"Maaf saya tidak mengenali anda, Nona Renessa. Saya Liam, kepala pelayan yang sudah 5 tahun bekerja di sini," pria itu dengan cepat mengubah intonasi suaranya dan membungkuk.

Renessa memperhatikan pria di hadapannya dengan seksama. Ia maklum jika menemukan kepala pelaan baru. Ketika ia meninggalkan rumah ini, kepala pelayan keluarga Santoso adalah seorang pria berumur 60 tahun yang rambutnya bahkan sudah mulai memutih.

"Tidak apa-apa, tolong antarkan barang saya ke kamar," Renessa membalas dengan tenang. Pelayan itu terpaku untuk beberapa saat sebelum bertanya dengan sopan, "Kamar mana yang anda maksud, nona?"

Renessa mengerutkan kening sebelum berbalik dan menatap Rosalin. Rosalin menunduk dan menjawab dengan sopan, "Kamar nona sudah dipakai Nona Mary, adik tiri nona."

"Adik tiri, ya?" Renessa mendengus pelan dengan ekspresi masam. Ia pernah mendengar Rosalin dan Om Jefri tidak sengaja membicarakan hal ini namun mereka dengan cepat mengubah topik pembicaraan saat menyadari kesalahan yang mereka lakukan. Mereka sepertinya tidak ingin membuatnya sedih dengan menceritakan hal ini padanya.

"Apa dia anak yang di bawa istri baru ayah?" Renessa tersenyum sinis. Rosalin mematung ketika menangkap ekspresi pahit pada wajah Renessa. Nona mudanya yang polos kini sudah sangat berubah.

"Bapak menikah lagi 10 tahun yang lalu, nona," Rosalin menjelaskan dengan hati-hati. Ia sebenarnya berniat menceritakan hal ini ketika Renessa meneleponnya lagi, namun ia tidak menyangka Renessa akan pulang secepat ini.

Rosalin sedikit menyayangkan sikap kejam Rudi pada Renessa. Tuannya itu tidak pernah mengatakan apa pun pada Renessa bahkan kabar penting seperti pernikahan pun baru diketahui Renessa setelah sepuluh tahun. Ia tidak mengerti mengapanya tuannya sangat kejam pada Nona Rosalin yang merupakan anak kandungnya sendiri.

"Bagaimana dengan semua barang-barang di dalam kamarku?" Renessa bertanya pelan. Rosalin merasakan tubuhnya mengigil mendengarkan suara dingin Renessa.

"Para pelayan memindahkannya ke gudang, nona," jawab Rosalin dengan kepala tertunduk. Ia tidak berani mengatakan bahwa hanya sebagian barang saja yang di pindahkan ke gudang. Selain itu, semua benda milik Renessa seperti baju buku, album foto, boneka dan semua yang berada di dalam ruangan itu telah di buang oleh Laura.

Mandengar perkataan Rosalin, Renessa langsung melangkahkan kakinya ke gudang. Rosalin yang mengekor di belakangnya menjadi semakin panik ketika menyadari bahwa Renessa ingin memeriksa semua barang-barangnya.

Renessa membuka pintu gudang dan mengedarkan pandangannya ke tumpukan barang-barang yang tersimpan di dalamnya. Ia mengernyit ketika tidak menemukan apa yang ia cari.

"Di mana yang lainnya?" Renessa bertanya setelah beberapa saat.

"Laura memerintahkan para pelayan untuk membuangnya," Rosalin berkata pelan.

"Laura? Istri ayah?" tanya Renessa. Rosalin mengangguk pelan.

Rosalin bergerak mendekat dan berbisik pelan, "tapi saya berhasil menyimpan beberapa album nyonya. Walaupun beberapa bagian terlihat sedikit lecet, namun foto nyonya masih aman di dalamnya" Rosalin mencoba menenagkan Renessa.

"Di mana kamu menyimpannya?" Renessa menatap Rosalin dengan wajah datar, namun binar kebahagiaan tampak memancar dari matanya.

"Ikut saya, nona," Rosalin mengamit tanggan Renessa dan berjalan meninggalkan gudang.


next chapter
Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C2
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen