App herunterladen
52.08% IPRIT / Chapter 25: Bab 25. JURUS KIJANG MENEMBUS KABUT

Kapitel 25: Bab 25. JURUS KIJANG MENEMBUS KABUT

"Ini ukiran huruf sunda kuno," jawab Wisaka.

"Coba lihat ini, Kang! Banyak gambar," seru Faruq. Wisaka mendekati Faruq yang sedang membersihkan dinding, terlihat olehnya ukiran-ukiran indah.

"Uk uk uk uk." Onet bersuara sambil menunjuk satu gambar.

Terlihat oleh Wisaka gambar rusa dengan permata di kening. Wisata mengernyitkan kening tanda berfikir keras. Dia mencoba mengeja huruf demi huruf yang ada di dinding.

"Ga-lu-h ...." Wisaka berhasil membaca tulisan di atas gambar kepala rusa. "Oh, rusa itu bernama Galuh, Onet," kata Wisaka.

Wisaka dan Faruq sibuk membersihkan dinding-dinding yang lainnya. Banyak terdapat gambar jurus-jurus silat. Ada satu gambar yang menarik perhatian Wisaka. Gambar seorang kakek yang nampak memancarkan aura magis. Dengan garis-garis wajah yang tercetak jelas sebagai sosok berwibawa. Di belakang gambarnya nampak pemandangan matahari terbenam. Wisaka kembali mengeja kata demi kata di bawah gambar.

"As-ta-ma-ya, sra-nge-nge, oh Astamaya Srangenge, artinya apa ya, Faruq?" tanya Wisaka.

"Mungkin itu kakek namanya Astamaya," jawab Faruq.

"Ya dan srangenge berarti matahari, mungkin maknanya Astamaya dengan matahari," Wisaka berkata.

"Astamaya dengan matahari maksudnya apa?" tanya Faruq.

"Entahlah," jawab Wisaka. Pemuda itu mengamati gambar-gambar selanjutnya. Wisaka menemukan lagi sebuah gambar yang menarik.

Gambar itu menjelaskan tentang sebuah batu yang bisa bergeser dengan menggeser batu lain. Batu yang bergeser terletak di atas dan batu penggeser terletak di bawah. Wisaka mencari batu tersebut.

"Ayo Faruq, kita mencoba menggeser-geser batu, kira-kira batu mana yang dimaksud!?" ajak Wisaka.

"Siap!" seru Faruq sambil mendekati Wisaka.

Wisaka bersama dengan Faruq menggeser beberapa batu, tetapi tidak ada pergerakan apa pun. Karena kelelahan Faruq duduk di sebuah batu datar. Wisaka juga duduk beristirahat. Kakinya diselonjorkan menjejak batu di depannya.

Wisaka memandangi kakinya saat batu itu sedikit bergeser. Mencoba didorong kembali memakai sedikit kekuatan. Tiba-tiba ada sedikit tanah turun dari atap goa.

"Goa mau runtuh ... goa mau runtuh ... ayo kita lari, Kang!" teriak Faruq. Dia bersiap akan lari dan menyambar tangan Onet.

"Tunggu dulu!" Wisaka berkata sambil tangannya mendorong batu yang diinjaknya tadi.

Tanah semakin banyak berjatuhan, termasuk rumput, batu kecil-kecil dan ilalang. Sebuah batu besar di atap goa bergeser dengan suara berderak. Cahaya matahari menerobos menerangi goa tersebut.

Wisaka dan Faruq melihat perlahan-lahan batu bergerak, terlihat langit biru serta awan putih dari dalam goa. Wisaka memandang penuh kagum. Luar biasa Kakek Astamaya itu, bisa membuat keajaiban ini.

Rusa mendongak melihat goa menjadi terang benderang. Ia berjalan gontai mendekati Wisaka, kemudian mencium kaki Wisaka seolah-olah memberi penghormatan.

"Eh ... eh, apa yang kau lakukan, Galuh?" tanya Wisaka sambil meraih kepala rusa. "Tidak usah mencium kakiku!" Galuh mendongak kemudian meloncat ke atas batu dan berbaring sambil melihat ke arah Wisaka dan Faruq.

Onet melompat mendekati Galuh, duduk di dekatnya. Berpandangan sejenak, kemudian mereka memandangi Wisaka dan Faruq yang sedang membersihkan semua dinding. Semakin bersih semakin terlihat gambar jurus-jurus silat tingkat tinggi.

"Siapa pun yang menemukan goa ini, aku hibahkan ilmuku untuk menebarkan kebaikan. Eyang Astamaya."

Wisaka kembali menemukan tulisan dari pemilik gua tersebut. Wisaka bimbang antara meneruskan perjalanan menuju kediaman Kyai Abdullah atau mempelajari ilmu-ilmu yang tergambar di dinding.

Wisaka memutuskan untuk menginap di goa tersebut. Memberi hatinya waktu untuk memilih. Siapa tahu nanti malam mendapat keputusan yang tepat untuk problemnya ini. Pikirannya gelisah takut Iprit itu memakan korban semakin banyak.

Faruq mengumpulkan ranting-ranting kering dari luar goa. Hari semakin sore, matahari bersinar jingga. Perlahan-lahan gelap menyelimuti sekitar. Wisaka, Faruq, Onet dan Galuh berkumpul di dalam goa. Api unggun menyala di tengah-tengah.

Wisaka memandang ukiran-ukiran dinding tersebut. Dirinya seolah-olah melihat seorang kakek berdiri di sana. Melambaikan tangan ke arahnya. Tanpa sadar dia membuka bajunya lalu berjalan mendekati dinding. Pemuda itu juga mengencangkan ikat kepalanya. Seolah-olah ada yang menuntunnya untuk melakukan gerakan-gerakan silat seperti dalam gambar.

"Kang ... Kang," Faruq memanggil Wisaka dengan khawatir. Berniat mencegah Wisaka tapi diurungkannya. Akhirnya hanya terpana melihat Wisaka berlatih sendiri.

Wisaka membuat gerakan memutar dengan ringan, mendorong, kemudian memutar telapak tangannya. Angin kencang keluar dari putaran tangannya. Api unggun semakin berkobar. Terkena sambaran angin yang berhembus dari ilmu yang tengah Wisaka pelajari.

Dengan ringan Wisaka melayang dan jumpalitan di udara. Faruq melongo melihat jurus-jurus yang begitu cepat dikuasai Wisaka. Seperti mendapat suntikan tenaga ghaib, Wisaka cepat sekali menguasainya. Jurus itu bernama Kijang Menembus Kabut.

Seperti kilat menyambar, Wisaka dapat melesat ke atas dan ke depan dengan begitu cepat. Terkadang melompat segesit kijang di padang rumput. Keringat membanjiri tubuh Wisaka. Dadanya yang telanjang mengkilat terkena cahaya api unggun. Tangannya nampak kekar dan berotot.

Sesaat, Wisaka mengamati dinding melihat ukiran jurus-jurus itu. Memastikan kalau tidak ada yang salah dalam gerakannya, kemudian berlatih kembali. Wisaka tidak nampak lelah, justru terlihat sangat bersemangat.

"Kang, istrirahat dulu!" seru Faruq. Dia sedang membakar ubi rambat liar yang ditemukan di luar goa tadi. Mungkin tanaman sisa-sisa peninggalan Eyang Astamaya yang berkembang biak. Wisaka menghentikan jurusnya, dia menoleh ke arah Faruq. Faruq melambaikan tangannya. "Sudahlah besok kan masih bisa latihannya, ini sudah larut," lanjut Faruq.

Wisaka membuat gerakan seperti menghaturkan sembah, kemudian menghampiri Faruq dan duduk melonjorkan kakinya. Sesaat Wisaka mengatur napasnya, kemudian melakukan pendinginan. Keringat mengucur deras. Faruq melihatnya dengan heran.

"Kepada siapa, Kakang, menghaturkan sembah?" tanya Faruq.

"Memang kamu gak melihat, Kakek Astamaya?" Wisaka balik bertanya.

"Aku tidak melihat apa-apa?" kata Faruq sambil celingukan. Pemuda tambun itu mencari-cari sosok kakek yang disebutkan Wisaka.

"Percuma, sudah gak ada," kata Wisaka.

Faruq mengedikkan bahu, kemudian memandang badan Wisaka yang atletis. Rupanya dia iri, ingin mempunyai badan seperti Wisaka juga.

"Bisa enggak sih, Kang, aku punya badan seperti itu?" tanya Faruq.

"Bisa, asal rajin mengeluarkan keringat juga jangan banyak-banyak makan," jawab Wisaka.

"Daripada dilarang makan, mendingan aku gemuk aja deh," ujar Faruq. Dia mengambil ubi bakar yang sudah matang. "Mari makan," sambungnya.

Wisaka mengambil sebuah, lalu memakannya. Fikirannya masih tertuju kepada jurus-jurus yang baru saja dipelajarinya. Dia tak habis pikir, mengapa hanya dirinya yang bisa melihat Kakek, sementara yang lain tidak. Eh, bukankah tadi Wisaka sempat melihat Galuh bangkit sesaat sebelum dirinya menghampiri Kakek Astamaya. Mungkinkah Galuh melihatnya juga? Wisaka menghampiri Galuh.

" Galuh, apakah kamu melihat Kakek juga?" tanya Wisaka.

Galuh menatap Wisaka, kemudian mengangguk-angguk. Wisaka mengusap kepala Galuh, membiarkan tangannya dijilat-jilat rusa tersebut.

Malam semakin larut, bintang-bintang yang terlihat dari lubang di atap goa semakin benderang. Faruq, Onet dan Galuh tertidur pulas. Wisaka berbaring sambil menatap langit. Semakin lama pandangannya semakin kabur.

"Assalamualaikum, Anak Muda."

Wisaka terperanjat, siapakah yang mengucapkan salam tengah malam begini?


next chapter
Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C25
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen