"Yang bener, Ren?" tanya Lala sedikit berteriak hingga lawan bicaranya menjauhkan ponsel dari telinga.
"Lalaaa, lo jangan kenceng-kenceng dong ngomongnya," potes Rendi. Sahabatnya yang satu ini terlalu ekspresif membuat Rendi memiliki banyak keluhan pada gadis itu. "Iya beneran. Detailnya nanti gue jelasin deh detailnya. Sekarang lo ke café tempat biasa kita nongkrong ya, gak pakai lama."
"Lol-loh, ada apa nih tumben tiba-tiba ngajak ngafe?"
"Gue dapet bonus di tempat kerja gue. Katanya baju yang di desain gue kejual seharga 50jt diacara lelangan minggu kemarin. Jadi gue mau bikin sahabat gue senang lah sekali-kali. Mumpung punya duit hehehe …."
"Widiiih, hebat! Kecipratan rejekinya juga gue hahaha …."
"Iya, makanya kita ketemuan di sana ya jam 4 sore, pulang kerja gue langsung otw."
"Siap Boss!"
Lala menutup sambungan telpon, Mamanya memanggil untuk meminta bantuan mencuci piring. Gadis itu segera menghampiri sang Mama dan membantunya dengan wajah ceria.
Kemarin baru saja Lala merayakan kelulusannya di Universitas swasta. Kedua orang tuanya merasa bangga karena anaknya menjadi salah satu dari sepuluh lulusan terbaik di Universitas tersebut. Ia senang mendapatkan kata selamat dari teman-teannnya, tapi ucapan tersebut kurang puas jika ia tidak mendapatkan kata 'selamat' dari Rendi.
Rendi lebih tua tiga tahun dari Lala, umurnya sekarang 25 tahun. Namun ia tidak ingin ada rasa senioritas antara dirinya dan Lala. Jadi, Rendi menyuruh Lala untuk memperlakukan dirinya seperti orang yang seumuran.
Lala tidak sabar untuk bertemu dengan Rendi, sampai-sampai setiap menit gadis itu selau melihat ke arah jam untuk mengetahui sudah berapa waktu yang ia lewati. Sudah lama sekali mereka tidak bertemu semenjek laki-laki itu bekeja di Jakarta. Pekerjaannya yang cukup sibuk menjadikan mereka berdua jarang ketemu, bahkan tidak sama sekali. Apalagi ketika Lala memasuki kelas duabelas, ia haus banyak beajar untuk mendapatkan nilai ujian yang bagus. Keduanya saling merindu, tidak pernah bertegur sapa juga jaran berkomunikasi lewat telpon. Namun hari ini ia dan Rendi akan bertemu.
Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Jarum jam sudah menunjukkan pukul soe dan inilah waktunya untuk bertemu dengan Rendi. Lala memilih-milih baju yang cocok untuk dipakainya sambil beryanyi, setelah itu kia lekas mengambil handuk dan masuk kedalam kamar mandi. Setelah membersihkan dirinya, Lala segera memakai Baju pilihannya dan berdandan di meja rias. Gadis itu memang tidak terlalu bisa berdandan, oleh karena itu ia hanya memoleskan wajahnya dengan make up yang tipis dan tampak terlihat natural. Pantulan dirinya pada cermin membuat Lala tahu apa yang orang lain lihat dari dirinya. Mata bulat, pipi menggelembung, dagu tirus serta tahilalat pada alis kirinya. Ya, itulah Lala.
Disaat gadis itu tengah asyik berdandan, ponselnya yang terletak di meja berbunyi, itu adalah panggilan dari Rendi.
Lala pun segera mengangkatnya,
Rendi : Kenapa sih cewek itu selalu ngaret datengnya kalo janjian ketemu?
Lala : Karena banyak yang harus dilakukan sebelum pergi.
Rendi : Pasti lamanya di dandan.
Lala : Nah itu tau.
Rendi : Yaampun La. Lebay banget lo ketemu gue aja dandan. Dua tahun lalu aja gue selalu ihat lo tampil buluk, mau sok-sokan dandan. Cantik itu yang natura bukan karena make up.
Lala : Rendiii, gue cuma mau memanfaatkan sesuatu yang sudah diciptakan. Make up itu fungsinya untuk mempercantik diri, jadi gak salah dong gue pingin terlihat cantik? Lagian gue make up juga buat kepuasan diri gue sediri, bukan buat lo, wlee ….
Rendi : Iya, tapi gak ngaret juga kaleee. Lo boleh dandan tapi dari dua jam yang lalu biar selesainya tepat waktu. Kita janjian jam dan gue udah nunggu lo sepuluh menit di sini.
Lala : Udah ah, bawel banget sih lo. Ini gue udah hampir selesai, jadi jangan ganggu!
Detik kemudian, Lala menutyup sambungan telpon secara sepihak kemudian melanjutkan aktivitas berdandannya.
Di sebrang sana, Rendi menghela nafas panjang, ia harus bersabar menunggu Lala yang belum selangkahpun keluar dari rumahnya. Laki-laki itu tertegun, ternyata gadis kecil yang dulu selalu berlindung di balik punggungnya kini sudah bisa mengurus dirinya sendiri.
Ia harus menunggu Lala sampai gadis itu sampai, kira-kira berapa lama? Entah lah. Selama apapun Rendi akan menunggunya. Seperti ia menunggu Lala peka dengan perasaannya yang selama ini laki-laki itu pendam. Sejak dulu Rendi menyukai Lala, gadis polos yang selalu mencari punggungnya untuk berlindung dari anak-anak nakal yang hendak menjahilinya.
Tak terasa waktu cepat berlalu, kini Lala sudah tumbuh menjadi seoang gadis cantik. Ia tidak tahu berapa banyak pria yang menyukai gadis itu kaerena sibuk dengan pekerjaannya, tapi Rendi tahu pasti banyak yang menyukainya. Ada bayak hal dari Lala yang bisa memikat harti pria untuk menyukainya, paras yang cantik, hati yang tulus serta semangat yang tinggi. Itulah tiga hal yang Rendi suka dari seorang Lala.
*****
Seorang gadis berparas cantik memasuki sebuah restoran. Dengan eloknya gadis itu berjalan sampai membuat dirinya menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sana. Serang pelayan menghampiri gadis itu dan menuntunnya menuju meja yang sudah ia pesan beberapa menit yang lalu.
Gladys, gadis itu mengikuti sang pelayan menuju mejanya yang bernomor 9. Ketika sudah sampai, ia menyuruh sang pelayan untuk kembali ke pekerjaannya semula. Di sana sudah ada Adnan yang duduk di salah satu kursi, mengetahui kehadiran Gladys, laki-laki itu lekas berdiri dan mengeluarkan kursi dihadapannya untuk memudahkan Gladys duduk kemudian pria itu duduk kembali ke bangkunya.
"Sudah lama nunggu?" tanya Gladys basa-basi.
Adnan menggeleng pelan. "Saya baru aja sampai."
"Permisi Tuan dan Nyonya," kata salah satu pelayan menghampiri mereka. Pelayan tersebut meletakan buku menu yang ia bawa di hadapan Adnan dan Gladys. "Hari ini ada menu spesial kita adalah …." Belum selesai pelayan terebut menjelaskan Gladys menyuruhnya membawa kembali buku menu tersebut. Gadis itu mengatakan akan memanggilnya jika udah ingin memesan makanan.
Si pelayan pun mengangguk dan mematuhi perintahnya. Ia segera mengambil kembai buku menu terebut kemudian kembali ke meja yang lainnya. Melihat tingkah Gladys yang kurang menyenangkan pada pelayan tersebut, Adnan memilih untuk tidak mengurusinya. Biarkan saja karena itu bukan urusannya.
Gladys mengangguk pelan. "Kita langsung aja ke intinya. Saya sebagai pimpinan Glady's Whorkshop mau bekerja sama dengan perusahaan kamu," kata Gladys langsung ke inti pembicaraan.
"Kamu yakin?" tanya Adnan sedikit tidak percaya. Ia memberikan Gladys kesempatan untuk berpikir ulang.
"Kenapa kamu tanya begitu?" heran Gladys. "Berita tentang Aditya GROUP yang hampir bangkrut sudah menyebar di mana-mana. Saya berbaik hati untuk memberikan bantuan agar perusahaan kamu bisa bangkit kembali. Kamu gak yakin perusahaan saya bisa membantu?"
"Bukan begitu," kata Adnan dengan nada lembut. "Cuma, saya heran. Disaat seperti ini, perusahaan lain enggan bekerja sama, tapi kamu? Kamu malah menawarkan diri untuk bekerja sama dengan perusahaan saya. Saya gak mau su'uzon, tapi kayaknya ada sesuatu yang kamu rencanakan dibalik ini semua." Kini, Adnan menatap Gladys curiga.
Mendengar hal itu membuat Gladys tertawa. Ternyata laki-laki itu tahu apa maksud dari pertemuan ini. "Hahaha, ternyata kamu pintar juga," katanya. Detik kemudian, gadis itu menyerahkan buku Cek yang ia taruh di atas meja. "Kamu bisa tulis berapa pun di sini, tapi memang di jaman sekarang semua gak ada yang gratis."—"Gladys memainkan kukunya—"Ada sesuatu yang bisa kita sepakati kalau kamu setuju dengan kerjasama ini." Gladys menatap Adnan yang berada dalam kebimbangan, ia mengangkat satu alisnya.
"Apa yang harus disepakati jika perjanjian ini berlangsung?" tanya Adnan.
"Kamu harus menikah dengan saya."
*****
Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!
Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!
Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian!
Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!
Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan membaca dengan serius