Sesampainya di rumah Nek Asih, lewat tengah malam. Rumah itu tampak lengang. Kinan menuju tempat ia biasa masuk, lalu mengetuk pelan. Lampu belakang tak pula hidup.
"Nek… Ini Kinan."
Namun, tak ada jawaban.
Gadis itu menuju pintu depan, mencoba mengetuk lagi, berharap Nek Asih menjawab, lalu membukakan pintu itu untuknya.
Ia rindu ingin melihat wajah teduh Nek Asih, yang selalu dihiasi dengan senyuman.
"Nek Asih… Ini Kinan, Nek."
Tak terjawab.
Kinan mulai dirayapi perasaan khawatir. Tubuhnya gemetar.
^^Nggak, jangan sampai terjadi apa-apa. Jangan…^^
Wajah Kinan memucat, keringat dingin mulai bercucuran.
Tak lama, beberapa pemuda lewat. Mereka tetangga Nek Asih, yang biasa pulang larut, meski tak setiap hari.
"Mbak, cari Nek Asih?"
Kinan menoleh, dan mengangguk cepat. Ia berharap mendapat kabar baik, seperti Nek Asih di jemput anaknya, lalu dibawa ke Jawa. Atau Nek Asih pergi ke tempat saudaranya, atau…
"Nek Asih sudah meninggal dua hari lalu, Mbak."
Binasakan saja bedebah itu Kinan!